25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Pascaputusan MA Atas Lahan Eks HGU, Gubsu Diminta Melawan Mafia Tanah

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi didesak segera melakukan perlawanan hukum atas keputusan Mahkamah Agung (MA) No.1331 K/Pid. Sus/2019, serta melaksanakan rekomendasi Ketua DPRD Sumut yang tertuang dalam surat No.2319/18/Sekr pada 23 Agustus 2019.

“Gubsu harus segera melakukan perlawanan hukum kepada para mafia tanah di Sumut. Kita juga minta kepada Gubsu selaku pemegang mandat untuk segera mendistribusikan areal eks HGU kepada rakyat yang telah mengelola tanah selama 20 tahun. Apalagi kami telah menyerahkan daftar nominatif kepada gubernur dan BPN Sumut sejak 2017,” kata pimpinan aksi, B Simanjuntak kepada wartawan di sela aksi unjuk rasa ratusan masyarakat Jalan Serba Guna, Desa Helvetia, Deliserdang, Senin (26/8).

Masyarakat yang telah bertempat tinggal di areal tersebut berjumlah sekitar 700 kepala keluarga (KK). Terdiri dari pensiunan TNI AD eks Asrama Kp Anggrung, yang tergabung dalam kelompok HPPLKN, KTM, KRA, dan FRB. Selain mendesak Gubsu, massa aksi juga minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pengalihan lahan negara seluas 106 hektare kepada pihak PB Alwashliyah dan PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui keputusan MA dimaksud.

“Presiden Jokowi kami minta juga memerintahkan Menkopolhukam mengusut permasalahan ini yang menciptakan kegaduhan rakyat yang juga memiliki dampak pada aspek sosial dan politik, agar tidak terjadi disentegrasi bangsa seperti di Papua,” ujar Simanjuntak didampingi Ketua Komite Tani Menggugat, Unggul Tampubolon dan Johan Merdeka.

Tak hanya itu, masyarakat meminta agar pagar yang dipasang di areal tempat tinggal mereka paskakeputusan MA tersebut, segera dicabut. Mereka dengan tegas menyebut, putusan pengadilan tersebut sangat cacat. “Sangat ironis lembaga peradilan kita memutuskan hukum yang salah alamat terhadap objek tanah negara.

Karena secara administrasi negara, areal 106 hektare adalah bagian dari 193,94 hektare yang merupakan tanah negara berdasarkan SK BPN No.42/HGU/2002. Ini fakta satu kebobrokan lembaga peradilan kita atas putusan perdata tersebut,” katanya.

Fakta kedua, beber Simanjuntak, atas konsekuensi kekuatan hukum yang inkrah dari putusan perdata MA tersebut tidak ada, Tamin Sukardi ditangkap Kejaksaan Agung atas pidana korupsi lahan negara seluas 106 hektar.

Fakta ketiga, sambungnya, Tamin Sukardi dan beberapa hakim Pengadilan Negara Medan ditangkap KPK terkait OTT kasus suap hakim pengadilan terkait putusan Tipikor di PN Medan. Fakta keempat, putusan MA pidana korupsi yang objeknya lahan 106 hektare yang merupakan lahan negara seharusnya dikembalikan ke negara, bukan ke PB Alwashliyah dan PT ACR.

“Gambaran kebobrokan peradilan ini merupakan manifestasi persekongkolan jahat merampok tanah negara melalui pengadilan, untuk itu hanya lembaga KPK lah diharapkan mengusut dan membongkarnya sebagaimana telah ditangkap Tamin Sukardi dalam kasus OTT,” timpal dia.

Unggul Tampubolon dalam orasi sebelumnya mengungkapkan, rakyat yang sejak tahun 2000 menggarap dan menetap di Kebon Helvetia dipaksa keluar dengan cara tidak manusiawi. Padahal keberadaan mereka merupakan perintah Presiden Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) kala itu untuk mengelola lahan tidur, dan direspon Gubsu Tengku Rizal Nurdin dengan membentuk Panitia B Plus yang merekomendasikan areal seluas 5.873,06 hektare tidak diperpanjang HGU-nya, sebagai wujud melindungi rakyat dari aspek hukum.

“Pak Edy harus turun ke lapangan, lihat kondisi areal yang sudah masuk daftar nominatif itu. Jangan percaya begitu aja dengan bawahan-bawahan bapak. Karena sampai sekarang petugas BPN tidak pernah mendata kami. Cuma memberi persetujuan diatas meja kepada para kapitalis atau pemodal itu,” katanya.

Amatan Sumut Pos, massa aksi sekitar seratusan orang memblokir Jalan Pangeran Diponegoro, yang mengakibatkan arus lalu lintas pada ruas tersebut menjadi tersendat. Massa aksi juga menginginkan bertemu langsung Gubsu Edy, hanya saja tak terwujud karena Gubsu tidak berada di kantor.

Massa akhirnya memutuskan untuk bertahan selepas Zuhur, dengan menghidupkan musik tepat di depan Kantor Gubsu. Aksi sendiri berlangsung tertib dan damai. Sebelumnya masa aksi berkumpul di simpang Jalan Adam Malik Medan. (prn)

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Gubernur Sumatera Utara, Edy Rahmayadi didesak segera melakukan perlawanan hukum atas keputusan Mahkamah Agung (MA) No.1331 K/Pid. Sus/2019, serta melaksanakan rekomendasi Ketua DPRD Sumut yang tertuang dalam surat No.2319/18/Sekr pada 23 Agustus 2019.

“Gubsu harus segera melakukan perlawanan hukum kepada para mafia tanah di Sumut. Kita juga minta kepada Gubsu selaku pemegang mandat untuk segera mendistribusikan areal eks HGU kepada rakyat yang telah mengelola tanah selama 20 tahun. Apalagi kami telah menyerahkan daftar nominatif kepada gubernur dan BPN Sumut sejak 2017,” kata pimpinan aksi, B Simanjuntak kepada wartawan di sela aksi unjuk rasa ratusan masyarakat Jalan Serba Guna, Desa Helvetia, Deliserdang, Senin (26/8).

Masyarakat yang telah bertempat tinggal di areal tersebut berjumlah sekitar 700 kepala keluarga (KK). Terdiri dari pensiunan TNI AD eks Asrama Kp Anggrung, yang tergabung dalam kelompok HPPLKN, KTM, KRA, dan FRB. Selain mendesak Gubsu, massa aksi juga minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut pengalihan lahan negara seluas 106 hektare kepada pihak PB Alwashliyah dan PT Agung Cemara Realty (ACR) melalui keputusan MA dimaksud.

“Presiden Jokowi kami minta juga memerintahkan Menkopolhukam mengusut permasalahan ini yang menciptakan kegaduhan rakyat yang juga memiliki dampak pada aspek sosial dan politik, agar tidak terjadi disentegrasi bangsa seperti di Papua,” ujar Simanjuntak didampingi Ketua Komite Tani Menggugat, Unggul Tampubolon dan Johan Merdeka.

Tak hanya itu, masyarakat meminta agar pagar yang dipasang di areal tempat tinggal mereka paskakeputusan MA tersebut, segera dicabut. Mereka dengan tegas menyebut, putusan pengadilan tersebut sangat cacat. “Sangat ironis lembaga peradilan kita memutuskan hukum yang salah alamat terhadap objek tanah negara.

Karena secara administrasi negara, areal 106 hektare adalah bagian dari 193,94 hektare yang merupakan tanah negara berdasarkan SK BPN No.42/HGU/2002. Ini fakta satu kebobrokan lembaga peradilan kita atas putusan perdata tersebut,” katanya.

Fakta kedua, beber Simanjuntak, atas konsekuensi kekuatan hukum yang inkrah dari putusan perdata MA tersebut tidak ada, Tamin Sukardi ditangkap Kejaksaan Agung atas pidana korupsi lahan negara seluas 106 hektar.

Fakta ketiga, sambungnya, Tamin Sukardi dan beberapa hakim Pengadilan Negara Medan ditangkap KPK terkait OTT kasus suap hakim pengadilan terkait putusan Tipikor di PN Medan. Fakta keempat, putusan MA pidana korupsi yang objeknya lahan 106 hektare yang merupakan lahan negara seharusnya dikembalikan ke negara, bukan ke PB Alwashliyah dan PT ACR.

“Gambaran kebobrokan peradilan ini merupakan manifestasi persekongkolan jahat merampok tanah negara melalui pengadilan, untuk itu hanya lembaga KPK lah diharapkan mengusut dan membongkarnya sebagaimana telah ditangkap Tamin Sukardi dalam kasus OTT,” timpal dia.

Unggul Tampubolon dalam orasi sebelumnya mengungkapkan, rakyat yang sejak tahun 2000 menggarap dan menetap di Kebon Helvetia dipaksa keluar dengan cara tidak manusiawi. Padahal keberadaan mereka merupakan perintah Presiden Abdul Rahman Wahid (Gus Dur) kala itu untuk mengelola lahan tidur, dan direspon Gubsu Tengku Rizal Nurdin dengan membentuk Panitia B Plus yang merekomendasikan areal seluas 5.873,06 hektare tidak diperpanjang HGU-nya, sebagai wujud melindungi rakyat dari aspek hukum.

“Pak Edy harus turun ke lapangan, lihat kondisi areal yang sudah masuk daftar nominatif itu. Jangan percaya begitu aja dengan bawahan-bawahan bapak. Karena sampai sekarang petugas BPN tidak pernah mendata kami. Cuma memberi persetujuan diatas meja kepada para kapitalis atau pemodal itu,” katanya.

Amatan Sumut Pos, massa aksi sekitar seratusan orang memblokir Jalan Pangeran Diponegoro, yang mengakibatkan arus lalu lintas pada ruas tersebut menjadi tersendat. Massa aksi juga menginginkan bertemu langsung Gubsu Edy, hanya saja tak terwujud karena Gubsu tidak berada di kantor.

Massa akhirnya memutuskan untuk bertahan selepas Zuhur, dengan menghidupkan musik tepat di depan Kantor Gubsu. Aksi sendiri berlangsung tertib dan damai. Sebelumnya masa aksi berkumpul di simpang Jalan Adam Malik Medan. (prn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/