34 C
Medan
Monday, May 27, 2024

PNS Berutang Picu Pungli

MEDAN-Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengambil utang di bank, dinilai punya korelasi dengan buruknya pelayanan yang diberikan oleh para abdi negara itu. Fokus PNS terbelah karena harus memikirkan cicilan yang wajib dibayar.

Ilustrasi//sumut pos
Ilustrasi//sumut pos

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mensinyalir, maraknya praktik pungli di layanan birokrasi dipicu keinginan PNS mencari tambahan uang belanja karena gajinya sudah banyak dipotong untuk membayar cicilan utang ke bank. “Karena gajinya sudah banyak dipotong, uang belanjanya kurang. Ya lantas nyari ceperan, korupsi, pungli,” ujar Uchok kepada koran ini di Jakarta, kemarin (27/5).

Dia mengomentari data yang mencengangkan, dimana dari 230 ribu lebih jumlah PNS yang ada di Sumut, 93 ribu orang ternyata menggadaikan SK pegawainya ke bank. Angka itu pun hanya di BRI Wilayah I Medan saja, belum termasuk yang menggadaikan SK di Bank Sumut dan bank-bank lainnyan
Menurut Uchok, PNS yang menggadaikan SK-nya itu mayoitas PNS dengan jabatan level menengah ke bawah. Kalau untuk bos-bosnya, mereka ‘bermain’ dengan rekanan proyek. Nah, untuk PNS level menengah ke bawah, mereka biasa bermain di unit-unit layanan, seperti pembuatan KTP dan pengurusan perizinan.

Matrealistis

“Mereka hanya punya mainan pungli, uang perjalanan dinas, tidak jalan dilaporkan jalan, uangnya masuk kantong. Yang levelnya agak menengah, main di penyaluran dana bansos, dipotong, diserahkan ke penerima tak sesuai kwitansi,” beber Uchok.

Namun, lanjut Uchok, selain karena kekurangan uang belanja, ada juga PNS yang punya nafsu bergaya kaya. Pengen punya mobil, gadaikan SK. Gaji habis untuk bayar utang, lantas korupsi.

“Sekarang ini PNS sudah tidak bisa lagi dijadikan contoh hidup sederhana. Sudah materialistik. Gak punya kemampuan berwirausaha, ya bisanya utang dan pungli. Gaya hidup PNS seperti ini sudah mewabah. Hanya sedikit saja yang jujur dan benar-benar melayani masyarakat,” kritiknya tajam.

Sebelumnya Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek mengatakan, memang sudah lama terjadi kebiasaan di kalangan PNS, yang jor-joran meminjam uang ke bank, dengan agunan SK pegawai. “Karena didesak berbagai kebutuhan, SK-nya ‘disekolahkan’ (sebagai agunan di bank, red). Begitu sudah lunas, disambung lagi, begitu terus. Jadi SK-nya yang ‘sekolah’ terus,” ujar Donny.

menurut Donny, ada tiga hal penting untuk mengakhiri kebiasaan ini. Pertama, perlunya terus ditanamkan kesadaran kepada diri para PNS, jangan mengambil kredit yang sifatnya konsumsif, seperti untuk pembelian mobil.

“Kalau untuk keperluan sekolah anak atau untuk biaya berobat, boleh lah. Jangan yang bersifat konsumtif,” ujar birokrat yang namanya tenar karena menjabat sebagai jubir kemendagri itu.

Kedua, pihak perbankan sendiri jangan terlalu mudah memberikan kucuran pinjaman ke PNS. “Bank harus selektif juga, pinjaman yang sifatnya konsumtif, jangan dilayani,” saran dia. Pimpinan pemda bisa menjalin kerjasama dengan perbankan untuk pembatasan ini.Cara ketiga, seperti yang dilakukan Pemko Langsa, yakni pimpinannya mengeluarkan kebijakan pembatasan jumlah pinjaman.

Prokontra Mengemuka

Di sisi lain, fenomena gadai SK ini cukup menyita perhatian masyarakat. Dari puluhan komentar terkait berita ini cukup banyak yang menyayangkan sikap PNS yang ingin instan (lihat halaman hot issue). Misalnya akun facebook Andelta T Gersang, di situ tertulis: pantesan ada julukan SUMUT. SEMUA URUSAN MESTI UANG TUNAI..kacau lah. Ada juga akun Tahimah Shari yang menulis: aku ngak tau ya itu tuntutan jaman atau enggak mau ketinggalan jaman dan enggak mau kalah dlm penampilan dr orang-orang sukses jd segala carapun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan itu.

Namun tidak semua memandang tingkah PNS sebagai sesuatu ‘jahat’. Akun Gar Ndry menulis: itu sah-sah ja dilakukan, krn itu adalah hak seorang PNS, yang penting PNS tersebut tidak lalai dlm melaksakan tugas nya, daripada dia korupsi kan lebih baik digadaikannya SK. Begitu pun akun Muslih Sulaiman yang menulis: selagi itu masih dalam koridor yg jelas tidak ada masalah, ketimbang para koruptor yg sama sekali tidak ada yg digadaikan, namun bisa mengantongi bermilyar2 uang negara….harusnya mrk gadaikan nyawa untuk membayarnya…

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan BRI Kanwil I Medan, Muhammad Ali, kepada Sumut Pos mengatakan ada 93. 600 PNS yang menggadaikan SK-nya di BRI Wilayah I Medan. “Dengan jumlah debitur sebanyak itu menyerap besaran total pinjaman sebesar 3,7 triliun,”ungkap Ali.
Dituturkan Ali, SK itu akan menjadi jaminan. SK yang akan dijadikan jaminan yakni SK pertama sewaktu kerja dan SK terakhir dan yang dijaminkan harus asli. Soal besaran pinjaman akan diukur dari gaji terakhir. “Dari take home pay di mana 60 persen maksimum,” jelas Ali. (sam)

MEDAN-Banyaknya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mengambil utang di bank, dinilai punya korelasi dengan buruknya pelayanan yang diberikan oleh para abdi negara itu. Fokus PNS terbelah karena harus memikirkan cicilan yang wajib dibayar.

Ilustrasi//sumut pos
Ilustrasi//sumut pos

Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Uchok Sky Khadafi mensinyalir, maraknya praktik pungli di layanan birokrasi dipicu keinginan PNS mencari tambahan uang belanja karena gajinya sudah banyak dipotong untuk membayar cicilan utang ke bank. “Karena gajinya sudah banyak dipotong, uang belanjanya kurang. Ya lantas nyari ceperan, korupsi, pungli,” ujar Uchok kepada koran ini di Jakarta, kemarin (27/5).

Dia mengomentari data yang mencengangkan, dimana dari 230 ribu lebih jumlah PNS yang ada di Sumut, 93 ribu orang ternyata menggadaikan SK pegawainya ke bank. Angka itu pun hanya di BRI Wilayah I Medan saja, belum termasuk yang menggadaikan SK di Bank Sumut dan bank-bank lainnyan
Menurut Uchok, PNS yang menggadaikan SK-nya itu mayoitas PNS dengan jabatan level menengah ke bawah. Kalau untuk bos-bosnya, mereka ‘bermain’ dengan rekanan proyek. Nah, untuk PNS level menengah ke bawah, mereka biasa bermain di unit-unit layanan, seperti pembuatan KTP dan pengurusan perizinan.

Matrealistis

“Mereka hanya punya mainan pungli, uang perjalanan dinas, tidak jalan dilaporkan jalan, uangnya masuk kantong. Yang levelnya agak menengah, main di penyaluran dana bansos, dipotong, diserahkan ke penerima tak sesuai kwitansi,” beber Uchok.

Namun, lanjut Uchok, selain karena kekurangan uang belanja, ada juga PNS yang punya nafsu bergaya kaya. Pengen punya mobil, gadaikan SK. Gaji habis untuk bayar utang, lantas korupsi.

“Sekarang ini PNS sudah tidak bisa lagi dijadikan contoh hidup sederhana. Sudah materialistik. Gak punya kemampuan berwirausaha, ya bisanya utang dan pungli. Gaya hidup PNS seperti ini sudah mewabah. Hanya sedikit saja yang jujur dan benar-benar melayani masyarakat,” kritiknya tajam.

Sebelumnya Staf Ahli Mendagri Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek mengatakan, memang sudah lama terjadi kebiasaan di kalangan PNS, yang jor-joran meminjam uang ke bank, dengan agunan SK pegawai. “Karena didesak berbagai kebutuhan, SK-nya ‘disekolahkan’ (sebagai agunan di bank, red). Begitu sudah lunas, disambung lagi, begitu terus. Jadi SK-nya yang ‘sekolah’ terus,” ujar Donny.

menurut Donny, ada tiga hal penting untuk mengakhiri kebiasaan ini. Pertama, perlunya terus ditanamkan kesadaran kepada diri para PNS, jangan mengambil kredit yang sifatnya konsumsif, seperti untuk pembelian mobil.

“Kalau untuk keperluan sekolah anak atau untuk biaya berobat, boleh lah. Jangan yang bersifat konsumtif,” ujar birokrat yang namanya tenar karena menjabat sebagai jubir kemendagri itu.

Kedua, pihak perbankan sendiri jangan terlalu mudah memberikan kucuran pinjaman ke PNS. “Bank harus selektif juga, pinjaman yang sifatnya konsumtif, jangan dilayani,” saran dia. Pimpinan pemda bisa menjalin kerjasama dengan perbankan untuk pembatasan ini.Cara ketiga, seperti yang dilakukan Pemko Langsa, yakni pimpinannya mengeluarkan kebijakan pembatasan jumlah pinjaman.

Prokontra Mengemuka

Di sisi lain, fenomena gadai SK ini cukup menyita perhatian masyarakat. Dari puluhan komentar terkait berita ini cukup banyak yang menyayangkan sikap PNS yang ingin instan (lihat halaman hot issue). Misalnya akun facebook Andelta T Gersang, di situ tertulis: pantesan ada julukan SUMUT. SEMUA URUSAN MESTI UANG TUNAI..kacau lah. Ada juga akun Tahimah Shari yang menulis: aku ngak tau ya itu tuntutan jaman atau enggak mau ketinggalan jaman dan enggak mau kalah dlm penampilan dr orang-orang sukses jd segala carapun dilakukan untuk memenuhi kebutuhan itu.

Namun tidak semua memandang tingkah PNS sebagai sesuatu ‘jahat’. Akun Gar Ndry menulis: itu sah-sah ja dilakukan, krn itu adalah hak seorang PNS, yang penting PNS tersebut tidak lalai dlm melaksakan tugas nya, daripada dia korupsi kan lebih baik digadaikannya SK. Begitu pun akun Muslih Sulaiman yang menulis: selagi itu masih dalam koridor yg jelas tidak ada masalah, ketimbang para koruptor yg sama sekali tidak ada yg digadaikan, namun bisa mengantongi bermilyar2 uang negara….harusnya mrk gadaikan nyawa untuk membayarnya…

Sebelumnya, Sekretaris Perusahaan BRI Kanwil I Medan, Muhammad Ali, kepada Sumut Pos mengatakan ada 93. 600 PNS yang menggadaikan SK-nya di BRI Wilayah I Medan. “Dengan jumlah debitur sebanyak itu menyerap besaran total pinjaman sebesar 3,7 triliun,”ungkap Ali.
Dituturkan Ali, SK itu akan menjadi jaminan. SK yang akan dijadikan jaminan yakni SK pertama sewaktu kerja dan SK terakhir dan yang dijaminkan harus asli. Soal besaran pinjaman akan diukur dari gaji terakhir. “Dari take home pay di mana 60 persen maksimum,” jelas Ali. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/