32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

2 Kapal Kandas di Selat Malaka, Layanan Wajib Pandu Belum Maksimal

BERSANDAR:  Dua Kapal Temas Line, MV Situ Mas dan MV Segoro Mas bersandar di KTMT, belum lama ini.
BERSANDAR: Dua Kapal Temas Line, MV Situ Mas dan MV Segoro Mas bersandar di KTMT, belum lama ini.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Belum maksimalnya pelayanan wajib pandu di perairan Selat Malaka akan mengancam keselamatan Maritim bagi pelayaran di Selat Malaka. Hal itu dibuktikan dengan kandasnya dua kapal, yakni Kapal MV Shahraz berbendera Iran dan Kapal MV Samudera Sakti 1 berbendera Indonesian

Presiden Indonesian Maritime Pilots’ Association (INAMPA), Pasoroan Herman Harianja, mengungkapkan,

kandasnya Kapal MV Shahraz dengan IMO (International Maritime Organisation) No 9349576 mengalami kandas di atas karang berakit dekat jalur TSS East Bound pada posisi 0111283’N-10352876’E.

Kemudian Kkapal MV Samudera Sakti 1 IMO No 9238258 juga kandas di atas karang batu berakit pada posisi sekitar 300 yards sebelah Selatan MV Shahraz, dekat jalur TSS East Bound Selat Singapore pada posisi 0111116’N- 10352950’N.

“Peristiwa itu terjadi pasa tangfgal 10 dan 11 Mei lalu. Kejadian ini sangat disayangkan, karena lokasi tersebut padat traffic dan tersedia layanan pandu dari Pelindo yang menyelenggarakan pemandu di Selat Malaka, dan BUP lainnya yang telah mendapat pelimpahan dari pemerintah,” ungkapnya didampingi Vice President Bidang Hubungan Antar Lembaga/Hubungan Internasional Capt Syamsul Bahri Kautjil, M dan Pandu Selat Malaka Capt Apri Hutagalung dan Biro Hukum Sihar HP Sihite.

Peristiwa itu, lanjut Herman, bukan pertama kali terjadi, karena peristiwa serupa pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi. Sehingga mengancam keselamatan pelayaran bagi kapal – kapal yang berlayar di Selat Malaka.

“Kami mendesak pemerintah menjadikan jalur tersebut dijadikan perairan wajib Pandu guna meningkatkan keselamatan berlayar bagi kapal-kapal yang sedang bernavigasi,” tegas Herman.

Dengan adanya perhatian serius dari pemerintah dan regulasi yang mempunyai kompeten terhadap keselamaran pelayaran, kata Herman, akan memberikan kenyamanan bagi kapal yang melintas di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura.

Sebab, di perairan tersebut menjadi akses pelayaran mencapai 200 kapal setiap hari dari berbagai ukuran dan jenis. Apabila hal itu tidak ditanggapi serius akan membawa efek negatif terhadap lingkungan, orang, perdagangan dan kapal itu sendiri.

“Perlu diketahui, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapore terus didorong penerapannya, termasuk di ALKI (Alur Lintas Kapal di Indonesia) I, II, dan III untuk meningkatkan keselamatan bernavigasi di perairan Juridiksi Indonesia, karena 40% perdagangan maritime dunia melalui perairan Indonesia. Makanya Maritime Pilot menjadi sangat vital untuk meningkatkan aspek keselamatan, security, sosial, politik, ekonomi dan lingkungan,” ujarnya.

Razia Kapal Resahkan Pelayaran

Herman mengaku, razia terhadap kapal – kapal yang masuk ke pelabuhan mendapat pemeriksaan atau razia oleh aparat hukum telah meresahkan pelayaran. Sebab, ada lima kapal dilakukan pemeriksaan dan penangkapan kapal nasional di laut oleh aparat tanpa melalui prosedur dan alasan yang mengada-ada.

Hal yang sama juga terjadi awal bulan April 2020, kapal yang sedang melakukan kegiatan STS (Ship to Ship) di daerah resmi di perairan Karimun, Kepri ditangkap padahal semua legalitas formal telah dipenuhi dan sesuai melakukan kegiatan, karena sudah mendapat persetujuan dari KSOP (Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhab) setempat.

Di saat ekonomi bangsa karena Covid-19 sangat lesu, maka pihak swasta khususnya sektor maritim pelayaran, jasa STS dan turunannya, berusaha untuk meningkatkan devisa bagi negara dan pekerjaan bagi warga, tapi ulah oknum yang tidak prosedural dan mengada-ngada membawa dampak sangat fatal terhadap kerugian ekonomi, politik, sosial, terutama image kepada pihak luar tentang kepastian hukum berbisnis di Indonesia. Inampa bersama INSA dan asosiasi maritim lainnya berharap agar Presiden Jokowi segera menuntaskan hal tersebut.

“Kita terlalu banyak instansi yang mengurusi dan campur tangan di laut, seyogyanya Coast Guard Indosenesia sebagaimana diamanatkan UU No17 Tahun 2008 harusnya tampil sebagai instansi yang bertanggung jawab untuk hal ini,” ujar Herman.

Sebagai organisasi pilot kelas dunia, katanya, Inampa telah menerapkan standar pelayanan sesuai protokol kesehatan Covid-19 di berbagai pelabuhan seperti di Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar dan pelabuhan lainnya, agar tetap bisa melayani kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan. (fac/ila)

BERSANDAR:  Dua Kapal Temas Line, MV Situ Mas dan MV Segoro Mas bersandar di KTMT, belum lama ini.
BERSANDAR: Dua Kapal Temas Line, MV Situ Mas dan MV Segoro Mas bersandar di KTMT, belum lama ini.

BELAWAN, SUMUTPOS.CO – Belum maksimalnya pelayanan wajib pandu di perairan Selat Malaka akan mengancam keselamatan Maritim bagi pelayaran di Selat Malaka. Hal itu dibuktikan dengan kandasnya dua kapal, yakni Kapal MV Shahraz berbendera Iran dan Kapal MV Samudera Sakti 1 berbendera Indonesian

Presiden Indonesian Maritime Pilots’ Association (INAMPA), Pasoroan Herman Harianja, mengungkapkan,

kandasnya Kapal MV Shahraz dengan IMO (International Maritime Organisation) No 9349576 mengalami kandas di atas karang berakit dekat jalur TSS East Bound pada posisi 0111283’N-10352876’E.

Kemudian Kkapal MV Samudera Sakti 1 IMO No 9238258 juga kandas di atas karang batu berakit pada posisi sekitar 300 yards sebelah Selatan MV Shahraz, dekat jalur TSS East Bound Selat Singapore pada posisi 0111116’N- 10352950’N.

“Peristiwa itu terjadi pasa tangfgal 10 dan 11 Mei lalu. Kejadian ini sangat disayangkan, karena lokasi tersebut padat traffic dan tersedia layanan pandu dari Pelindo yang menyelenggarakan pemandu di Selat Malaka, dan BUP lainnya yang telah mendapat pelimpahan dari pemerintah,” ungkapnya didampingi Vice President Bidang Hubungan Antar Lembaga/Hubungan Internasional Capt Syamsul Bahri Kautjil, M dan Pandu Selat Malaka Capt Apri Hutagalung dan Biro Hukum Sihar HP Sihite.

Peristiwa itu, lanjut Herman, bukan pertama kali terjadi, karena peristiwa serupa pada tahun-tahun sebelumnya juga pernah terjadi. Sehingga mengancam keselamatan pelayaran bagi kapal – kapal yang berlayar di Selat Malaka.

“Kami mendesak pemerintah menjadikan jalur tersebut dijadikan perairan wajib Pandu guna meningkatkan keselamatan berlayar bagi kapal-kapal yang sedang bernavigasi,” tegas Herman.

Dengan adanya perhatian serius dari pemerintah dan regulasi yang mempunyai kompeten terhadap keselamaran pelayaran, kata Herman, akan memberikan kenyamanan bagi kapal yang melintas di perairan Selat Malaka dan Selat Singapura.

Sebab, di perairan tersebut menjadi akses pelayaran mencapai 200 kapal setiap hari dari berbagai ukuran dan jenis. Apabila hal itu tidak ditanggapi serius akan membawa efek negatif terhadap lingkungan, orang, perdagangan dan kapal itu sendiri.

“Perlu diketahui, pemanduan di Selat Malaka dan Selat Singapore terus didorong penerapannya, termasuk di ALKI (Alur Lintas Kapal di Indonesia) I, II, dan III untuk meningkatkan keselamatan bernavigasi di perairan Juridiksi Indonesia, karena 40% perdagangan maritime dunia melalui perairan Indonesia. Makanya Maritime Pilot menjadi sangat vital untuk meningkatkan aspek keselamatan, security, sosial, politik, ekonomi dan lingkungan,” ujarnya.

Razia Kapal Resahkan Pelayaran

Herman mengaku, razia terhadap kapal – kapal yang masuk ke pelabuhan mendapat pemeriksaan atau razia oleh aparat hukum telah meresahkan pelayaran. Sebab, ada lima kapal dilakukan pemeriksaan dan penangkapan kapal nasional di laut oleh aparat tanpa melalui prosedur dan alasan yang mengada-ada.

Hal yang sama juga terjadi awal bulan April 2020, kapal yang sedang melakukan kegiatan STS (Ship to Ship) di daerah resmi di perairan Karimun, Kepri ditangkap padahal semua legalitas formal telah dipenuhi dan sesuai melakukan kegiatan, karena sudah mendapat persetujuan dari KSOP (Kantor Syahbandar Otoritas Pelabuhab) setempat.

Di saat ekonomi bangsa karena Covid-19 sangat lesu, maka pihak swasta khususnya sektor maritim pelayaran, jasa STS dan turunannya, berusaha untuk meningkatkan devisa bagi negara dan pekerjaan bagi warga, tapi ulah oknum yang tidak prosedural dan mengada-ngada membawa dampak sangat fatal terhadap kerugian ekonomi, politik, sosial, terutama image kepada pihak luar tentang kepastian hukum berbisnis di Indonesia. Inampa bersama INSA dan asosiasi maritim lainnya berharap agar Presiden Jokowi segera menuntaskan hal tersebut.

“Kita terlalu banyak instansi yang mengurusi dan campur tangan di laut, seyogyanya Coast Guard Indosenesia sebagaimana diamanatkan UU No17 Tahun 2008 harusnya tampil sebagai instansi yang bertanggung jawab untuk hal ini,” ujar Herman.

Sebagai organisasi pilot kelas dunia, katanya, Inampa telah menerapkan standar pelayanan sesuai protokol kesehatan Covid-19 di berbagai pelabuhan seperti di Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar dan pelabuhan lainnya, agar tetap bisa melayani kapal-kapal yang keluar masuk pelabuhan. (fac/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/