Edison yang hadir mewakili Kadishub Medan Renward Parapat dalam rapat koordinasi lanjutan soal taksi online di Kantor Dishub Sumut itu mengatakan, hasil rapat tersebut di antaranya menyepakati langkah penindakan terhadap sopir taksi online yang masih beroperasi tanpa izin, sesuai PM 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek. “Ya, jadinya tanggal 2 Agustus dimulai (penindakan). Itu pun dengan catatan, menunggu surat permohonan dari provinsi,” katanya.
Namun, dia enggan membeberkan titik mana saja yang akan dilangsungkan penindakan sopir taksi online. “Kalau diberi tahu sekarang bisa bocor dong,” sebut Edison. Namun begitu, pihaknya menekankan, bagi para sopir angkutan berbasis aplikasi dilarang beroperasi sementara waktu, sebelum segala perizinan dilengkapi. “Di aturan (PM 26, Red) sudah jelas dikatakan. Mereka harus berbadan hukum, urus speksi dan uji kelaikan kendaraan. Kalau belum, jangan dulu beroperasi,” ujarnya.
Ia menambahkan, kegiatan penindakan akan dilakukan secara gabungan di mana melibatkan unsur dari kepolisian dan juga TNI. “Namun komandonya ada pada Dinas Perhubungan Provinsi Sumut,” ucapnya.
Sementara itu, Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Medan tetap bersikukuh memberikan tenggat waktu kepada perangkat pemerintah daerah, sampai 31 Juli ini. “Kami berharap, penerapan aturan berupa tindakan penertiban harus sunggu-sungguh dijalankan. Sebab kami sudah sepakat, akan protes dan bereaksi kalau penindakan dan penertiban tidak maksimal. Kawan-kawan menunggu sampai 31 Juli,” kata Ketua Organda Medan Mont Gomery Munthe.
Pihaknya juga meminta agar Diskominfo Sumut, kabupaten dan kota ikut andil dalam permasalahan ini. Artinya upaya menghimbau para pemilik aplikasi yang belum miliki izin ke pemerintah pusat. “Terutama mengenai perekrutan sopir pribadi. Sebab di lapangan hal itu masih kami ketahui terjadi. Aparat pemerintah juga kami harap patuh dalam implementasi PM 26 tersebut,” tegasnya.
Sementara koordinator aksi SATU, Johan Merdeka memberi apresiasi terhadap keputusan Dishub yang akan melakukan razia gabungan dengan Polisi pada 2 Agustus mendatang, meski sebenarnya sudah melewati batas yang ditentukan Kementrian Perhubungan (Menhub) pada 1 Juli kemarin.
“Pada dasarnya kita apresiasi. Memang kemarin kita memberikan tenggat hingga 31 Juli agar pemerintah mengambil tindakan,” ujar Johan Merdeka, kepada Sumut Pos, Kamis (27/7).
Menurutnya, aksi mereka menentang keberadaan perusahaan angkutan berbasis online di Medan untuk menyelamatkan semua pihak, selain angkutan konvensional. “Karena kasihan juga ketika perusahaan angkutan online ini terus merekrut mitranya, sementara sudah ditetapkan hanya sebatas 3.000 armada yang dibolehkan pemerintah,” katanya.
Pada dasarnya, ujar Johan, keberadaan sejumlah perusahaan angkutan berbasis online sangat berdampak pada tingkat kemacatan. Johan mengakui dampak itu, dia melihat kemacetan di jalan setiap pagi dan sore sudah mulai berkurang. “Namun, bila perusahaan itu tidak segera mengikuti aturan yang ditetapkan, salahsatunya soal jumlah armada bisa jadi Kota Medan akan mengalami macat yang benar-benar parah,” jelas Johan. (bal/prn/dvs/adz)