Sementara Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik hasil kajian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), terkait penyelenggaraan UN. Setelah mengikuti puncak Hari Guru Nasional (HGN) 2016 dan HUT ke-71 PGRI di Bogor, Jokowi menyebut kepastian UN tahun depan ditetapkan di rapat kabinet terbatas pekan ini.
Jokowi memberikan penjelasan soal UN itu, didampingi Mendikbud Muhadjir Effendy, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, dan Plt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi. “Insyallah pekan depan (pekan ini, red) sudah ada keputusan terkait penyelenggaraan UN,” jelasnya.
Dalam paparan kemarin, Jokowi tidak menyebut istilah penghentian, penghapusan, ataupun moratorium. Ia lebih memilih menggunakan istilah UN akan didesentralisasikan ke daerah-daerah. Jokowi menjelaskan, keputusan desentralisasi UN harus dibawa dulu ke rapat kabinet terbatas (Ratas). Ia berharap, masyarakat bersabar menunggu putusan resmi dari pemerintah.
Mendikbud, Muhadjir Effendy mengatakan, dalam desentralisasi UN nantinya, tidak serta merta seluruh persoalan diserahkan ke daerah. Ia mengatakan, tetap ada standar nasional yang harus dipenuhi masing-masing penyelenggara. Urusan standar nasional ini ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Muhadjir menjelaskan, desentralisasi UN terkait dengan kewenangan pengelolaan pendidikan sesuai jenjang. Yakni untuk pendidikan dasar (SD dan SMP) ada di tangan pemerintah kabupaten dan kota. Sedangkan jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK) ditangani pemerintah provinsi.
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) itu, mengatakan, draft hasil kajian Kemendikbud soal UN sudah disampaikan ke Presiden. Saat Ratas nanti, Muhadjir akan menyampaikan dampak positif dan negatif moratorium UN. “Stres itu hanya dampak sampingan UN saja,” jelasnya.
Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari yang hadir di puncak HGN 2016 dan HUT ke-71 PGRI, mendukung rencana pemerintah penghentikan UN. “Di dalam UN, anak hanya dinilai satu aspek saja. Sebenarnya tidak boleh seperti itu. Harus menyeluruh,” tuturnya.
Ia juga mengakui, setiap menjelang UN, siswa dan orang tua dibuat gugup, cemas, dan banyak berpikir. Termasuk juga para siswa mati-matian memperbanyak porsi bimbingan belajar (bimbel). Ketika nanti UN dipasrahkan ke daerah, Rita mengatakan, ujian akhir harus membuat siswa rileks dan tetap menjaga kejujuran.
Plt Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, juga memberikan dukungan terhadap kebijakan penghapusan sementara UN. Ia mengatakan, anggaran UN yang mencapai Rp500 miliar, bisa dialihkan untuk kegiatan yang penting. Seperti renovasi sekolah rusak dan peningkatan kompetensi guru.
Meskipun nantinya UN dipasrahkan ke daerah, Unfah berharap, tetap ada panduan atau acuan dari pemerintah pusat. Sehingga setiap daerah tidak sembarangan dalam membuat soal ujian untuk siswanya. (ris/mag-1/prn/wan/jpg/saz)