26.7 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

UN Dihentikan, Trus yang Tentukan Standar Ujian Siapa?

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.
Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang melakukan penghentian sementara (moratorium) pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dinilai masih butuh kajian yang mendalam. Sebab, dalam hal ini langkah-langkah pengganti dari pelaksanaan UN tidak jelas.

Menurut Ketua Dewan Pendidikan Sumut Prof Syaiful Sagala, jika UN diganti dengan ujian akhir atau kelulusan di sekolah masing-masing, seharusnya ada langkah-langkah yang dilakukan. Dengan kata lain, tidak menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk melaksanakan ujian pengganti UN.

“Langkahnya tidak jelas! Pemerintah hanya menerapkan moratorium tanpa ada mengarahkan langkah yang dilakukan sekolah. Walaupun itu diawasi oleh pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi,” tegas Syaiful, yang dihubungi melalui telepon selular, Minggu (27/11).

Syaiful mengemukakan, jika berbicara mengenai ujian akhir, maka di situ ada naskah soal. Lalu, siapa yang menentukan standar soal ujiannya? Tidak mungkin pemerintah daerah menentukan standar naskah soal ujian, karena bukan kapasitasnya.

“Di setiap daerah memiliki ukuran standar yang berbeda. Jadi, seharusnya ada kebijakan yang juga dikeluarkan mengenai hal ini, sehingga standar naskah soal ujian tidak berbeda-beda di setiap daerah,” jelas praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) ini.

Selain naskah soal ujian, lanjutnya, waktu atau penetapan tanggal ujian juga menjadi persoalan. Aspek ini juga kapasitas pemerintah pusat bukan daerah. “Aneh rasanya bila pelaksanaan ujian kelulusan berbeda-beda, dan ini tentu tidak efisien. Jadi, kalau pemerintah pusat lepas tangan mengenai persoalan aspek ini, maka tentu akan tidak jelas arahnya,” cetus Syaiful.

Lebih lanjut Syaiful mengatakan, tak hanya kajian tersebut yang masih kurang lengkap, kebijakan yang dilakukan ini juga tidak utuh. Seharusnya, suatu kebijakan yang baru, dan dimunculkan, tidak ada lagi memberi ruang bagi kebijakan lama.

“Kajian dari moratorium ini seharusnya telah melalui studi yang mendalam. Kalau seperti ini kondisinya, maka bersifat reaktif. Artinya, karena banyak yang komplain dalam pelaksanaan UN, maka dihentikan sementara,” jelasnya. (ris)

Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.
Foto; DANIL SIREGAR/SUMUT POS
Sejumlah siswa mengikuti Ujian Nasional (UN) 2016 dengan sistem manual, pada hari pertama pelaksanaan UN di SMA Negeri 3 Medan, Senin (4/4). UN saat ini dimoratorium pemerintah.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang melakukan penghentian sementara (moratorium) pelaksanaan Ujian Nasional (UN), dinilai masih butuh kajian yang mendalam. Sebab, dalam hal ini langkah-langkah pengganti dari pelaksanaan UN tidak jelas.

Menurut Ketua Dewan Pendidikan Sumut Prof Syaiful Sagala, jika UN diganti dengan ujian akhir atau kelulusan di sekolah masing-masing, seharusnya ada langkah-langkah yang dilakukan. Dengan kata lain, tidak menyerahkan sepenuhnya kepada sekolah untuk melaksanakan ujian pengganti UN.

“Langkahnya tidak jelas! Pemerintah hanya menerapkan moratorium tanpa ada mengarahkan langkah yang dilakukan sekolah. Walaupun itu diawasi oleh pemerintah daerah, baik pemerintah kabupaten/kota maupun pemerintah provinsi,” tegas Syaiful, yang dihubungi melalui telepon selular, Minggu (27/11).

Syaiful mengemukakan, jika berbicara mengenai ujian akhir, maka di situ ada naskah soal. Lalu, siapa yang menentukan standar soal ujiannya? Tidak mungkin pemerintah daerah menentukan standar naskah soal ujian, karena bukan kapasitasnya.

“Di setiap daerah memiliki ukuran standar yang berbeda. Jadi, seharusnya ada kebijakan yang juga dikeluarkan mengenai hal ini, sehingga standar naskah soal ujian tidak berbeda-beda di setiap daerah,” jelas praktisi pendidikan dari Universitas Negeri Medan (Unimed) ini.

Selain naskah soal ujian, lanjutnya, waktu atau penetapan tanggal ujian juga menjadi persoalan. Aspek ini juga kapasitas pemerintah pusat bukan daerah. “Aneh rasanya bila pelaksanaan ujian kelulusan berbeda-beda, dan ini tentu tidak efisien. Jadi, kalau pemerintah pusat lepas tangan mengenai persoalan aspek ini, maka tentu akan tidak jelas arahnya,” cetus Syaiful.

Lebih lanjut Syaiful mengatakan, tak hanya kajian tersebut yang masih kurang lengkap, kebijakan yang dilakukan ini juga tidak utuh. Seharusnya, suatu kebijakan yang baru, dan dimunculkan, tidak ada lagi memberi ruang bagi kebijakan lama.

“Kajian dari moratorium ini seharusnya telah melalui studi yang mendalam. Kalau seperti ini kondisinya, maka bersifat reaktif. Artinya, karena banyak yang komplain dalam pelaksanaan UN, maka dihentikan sementara,” jelasnya. (ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/