25 C
Medan
Thursday, May 23, 2024

Kaji Ciri Khas Toba & Konsep Sadar Wisata

Triadi Wibowo/Sumut pos
HOTEL: Bangunan hotel di sekitar Danau Toba tepatnya di Parapat, Simalungun. USU serius membantu mengembangkan Danau Toba dengan membentuk Pokja.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Universitas Sumatera Utara (USU) serius membantu Kementerian Pariwisata, Badan Pelaksanaan Otoritas Danau Toba (BPODT), Pemerintah Provinsi Sumut, dan pemerintah 8 Kabupaten Kawasan Danau Toba, untuk pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Untuk menunjukkan keseriusannya, USU telah membentuk Kelompak Kerja (Pokja) Pengembangan Pariwisata Danau Toba.

“DALAM pembentukan Unit Pokja ini, kita percayakan kepada ahli-ahli dalam bidangnya. Pokja diketuai oleh Dr Nurlisa Ginting (mantan Kadis Pariwisata Sumut, Red),” sebut Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu kepada Sumut Pos, Kamis (28/3).

Pokja tersebut bertugas menyusun pandangan-pandangan tentang konsep pengembangan pariwisata Danau Toba dari sudut pandang akademisi USU. “Pokja akan mengidentifikasi berbagai faktor yang mendukung kemajuan pariwisata danau vulkanik terbesar di dunia itu. Juga faktor-faktor yang tidak mendukung. Misalnya, akan diidentifikasi mengenai ciri khas daerah setempat yang perlu diperkuat, seperti makanan tradisional, buah-buah ciri khas Danau Toba, dan sebagainya. Jika mendukung pariwisata, akan disarankan untuk dikembangkan,” jelas Runtung.

Sedangkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang tidak mendukung pariwisata, akan disusun daftarnya dan disarankan untuk dicari solusinya.

Selain ciri khas daerah, Pokja juga melihat aspek Sumber Daya Manusia (SDM), yang dinilai sangat mempengaruhi perkembangan sebuah objek wisata. “Contohnya, kita melihat aspek keramah-tamahan warga Bali terhadap wisatawan, yang mendukung pengembangan wisata Bali hingga mancanegara. Nah.. Pokja juga mengidentifikasi dan melahirkan konsep untuk menciptakan sadar wisata, bagi saudara-saudara kita di sekitar Danau Toba,” cetusnya.

Pandangan-pandangan yang disusun Pokja ini, nantinya akan disampaikan ke pemerintah. Diharapkan, semua pihak bersinergi membangun Danau Toba lebih baik lagi, untuk menarik kunjungan wisatawan yang lebih besar. Yang pada akhirnya menyejahterakan masyarakat.

Pansus Pencemaran Danau Toba

Masih terkait pengembangan KSPN Danau Toba, isu pencemaran air Danau Toba menjadi isu hangat yang dibahas berbagai kalangan. Sejumlah pihak menduding Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai penyumbang pencemaran terbesar. Tetapi kemarin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut, Mulyadi, mengatakan bahwa kontribusi pencemaran air Danau Toba oleh KJA hanya 10 persen. Lebih kecil dibanding limbah-limbah lainnya, seperti limbah dari usaha perhotelan dan peternakan yang ada di sekitar Danau Toba.

Menanggapi pernyataan Mulyadi, Ketua komisi D DPRD Sumut yang mengawasi tentang Lingkungan Hidup, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan bahwa yang menjadi ukuran permasalahan bukanlah nilai persentase pencemarannya. Tetapi lebih kepada keaktifan dan kontribusinya dalam merusak Danau Toba.

“Jangan bicara soal jumlah dong. Masalah 10 persen atau 100 persen sekalipun, bukan itu yang jadi ukuran. Yang pasti, KJA di Danau Toba menjadi salah satu penyebab tercemarnya Danau Toba. Dan ini harus menjadi perhatian serius. Sama halnya seperti koruptor, mau korupsi Rp1 juta atau korupsi Rp1 miliar, ‘kan sama-sama koruptor namanya. Dan yang namanya koruptor harus ditindak sesuai undang-undang. Jangan sepelekan nilai yang 10 persen itu,” ucap Sutrisno kepada Sumut Pos, Kamis (28/3).

Terkait benar atau tidaknya KJA memberikan kontribusi pencemaran sebesar 10 persen terhadap Danau Toba, Sutrisno mengaku tidak mengetahui pasti. “Kita juga tidak tahu dari mana Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi bisa bicara angka (10%) itu. Apakah sebelumnya sudah melakukan penelitian atau tidak? Yang pasti, KJA berkontribusi dalam membuang limbah ke Danau Toba setiap hari. Dan itu berlangsung cukup lama”, kata Sutrisno.

Sutrisno juga menyebutkan, nilai persentase yang disebutkan oleh Mulyadi tidak akan berpengaruh bagi pihaknya untuk tetap membentuk Pansus terkait pencemaran Danau Toba. “Kita tidak mau Danau Toba tercemar oleh apapun. Termasuk oleh KJA. Jadi tak peduli berapapun angkanya, Pansus tetap akan dibentuk,” tegasnya.

Ditambahkan Sutrisno, kawasan Danau Toba yang saat ini sudah difokuskan pemerintah menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Sudah barang tentu, yang harus diperhatikan adalah kelestariannya.

“Pemerintah sudah membangun jalan tol, bandara dan prasarana lainnya untuk memudahkan wisatawan domestik maupun mancanegara mengakses Danau Toba. Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius ingin menjadikan Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Wisata Utama di Indonesia. Lantas, apakah kita mau menyuguhkan Danau Toba yang tercemar kepada para wisatawan yang datang? Kalau pemerintah ingin mewujudkan KSPN, maka pastikan air Danau Toba menjadi hamparan air tawar yang indah. Bukan hamparan keramba,” cetusnya.

Sebelumnya diberitakan, kondisi air Danau Toba dinilai tercemar oleh limbah KJA, salahsatunya dituding limbah milik PT. Aquafarm Nusantara. Di hadapan Komisi B DPRD Sumut beberapa waktu lalu, Mulyadi sempat menyebutkan akan melakukan pembersihan KJA di perairan Danau Toba mulai 2019. Namun janji itu belum terealisasi hingga saat ini. (gus/mag-1)

Triadi Wibowo/Sumut pos
HOTEL: Bangunan hotel di sekitar Danau Toba tepatnya di Parapat, Simalungun. USU serius membantu mengembangkan Danau Toba dengan membentuk Pokja.

MEDAN, SUMUTPOS.CO – Universitas Sumatera Utara (USU) serius membantu Kementerian Pariwisata, Badan Pelaksanaan Otoritas Danau Toba (BPODT), Pemerintah Provinsi Sumut, dan pemerintah 8 Kabupaten Kawasan Danau Toba, untuk pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Danau Toba. Untuk menunjukkan keseriusannya, USU telah membentuk Kelompak Kerja (Pokja) Pengembangan Pariwisata Danau Toba.

“DALAM pembentukan Unit Pokja ini, kita percayakan kepada ahli-ahli dalam bidangnya. Pokja diketuai oleh Dr Nurlisa Ginting (mantan Kadis Pariwisata Sumut, Red),” sebut Rektor USU, Prof. Runtung Sitepu kepada Sumut Pos, Kamis (28/3).

Pokja tersebut bertugas menyusun pandangan-pandangan tentang konsep pengembangan pariwisata Danau Toba dari sudut pandang akademisi USU. “Pokja akan mengidentifikasi berbagai faktor yang mendukung kemajuan pariwisata danau vulkanik terbesar di dunia itu. Juga faktor-faktor yang tidak mendukung. Misalnya, akan diidentifikasi mengenai ciri khas daerah setempat yang perlu diperkuat, seperti makanan tradisional, buah-buah ciri khas Danau Toba, dan sebagainya. Jika mendukung pariwisata, akan disarankan untuk dikembangkan,” jelas Runtung.

Sedangkan identifikasi mengenai faktor-faktor yang tidak mendukung pariwisata, akan disusun daftarnya dan disarankan untuk dicari solusinya.

Selain ciri khas daerah, Pokja juga melihat aspek Sumber Daya Manusia (SDM), yang dinilai sangat mempengaruhi perkembangan sebuah objek wisata. “Contohnya, kita melihat aspek keramah-tamahan warga Bali terhadap wisatawan, yang mendukung pengembangan wisata Bali hingga mancanegara. Nah.. Pokja juga mengidentifikasi dan melahirkan konsep untuk menciptakan sadar wisata, bagi saudara-saudara kita di sekitar Danau Toba,” cetusnya.

Pandangan-pandangan yang disusun Pokja ini, nantinya akan disampaikan ke pemerintah. Diharapkan, semua pihak bersinergi membangun Danau Toba lebih baik lagi, untuk menarik kunjungan wisatawan yang lebih besar. Yang pada akhirnya menyejahterakan masyarakat.

Pansus Pencemaran Danau Toba

Masih terkait pengembangan KSPN Danau Toba, isu pencemaran air Danau Toba menjadi isu hangat yang dibahas berbagai kalangan. Sejumlah pihak menduding Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai penyumbang pencemaran terbesar. Tetapi kemarin, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumut, Mulyadi, mengatakan bahwa kontribusi pencemaran air Danau Toba oleh KJA hanya 10 persen. Lebih kecil dibanding limbah-limbah lainnya, seperti limbah dari usaha perhotelan dan peternakan yang ada di sekitar Danau Toba.

Menanggapi pernyataan Mulyadi, Ketua komisi D DPRD Sumut yang mengawasi tentang Lingkungan Hidup, Sutrisno Pangaribuan, mengatakan bahwa yang menjadi ukuran permasalahan bukanlah nilai persentase pencemarannya. Tetapi lebih kepada keaktifan dan kontribusinya dalam merusak Danau Toba.

“Jangan bicara soal jumlah dong. Masalah 10 persen atau 100 persen sekalipun, bukan itu yang jadi ukuran. Yang pasti, KJA di Danau Toba menjadi salah satu penyebab tercemarnya Danau Toba. Dan ini harus menjadi perhatian serius. Sama halnya seperti koruptor, mau korupsi Rp1 juta atau korupsi Rp1 miliar, ‘kan sama-sama koruptor namanya. Dan yang namanya koruptor harus ditindak sesuai undang-undang. Jangan sepelekan nilai yang 10 persen itu,” ucap Sutrisno kepada Sumut Pos, Kamis (28/3).

Terkait benar atau tidaknya KJA memberikan kontribusi pencemaran sebesar 10 persen terhadap Danau Toba, Sutrisno mengaku tidak mengetahui pasti. “Kita juga tidak tahu dari mana Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi bisa bicara angka (10%) itu. Apakah sebelumnya sudah melakukan penelitian atau tidak? Yang pasti, KJA berkontribusi dalam membuang limbah ke Danau Toba setiap hari. Dan itu berlangsung cukup lama”, kata Sutrisno.

Sutrisno juga menyebutkan, nilai persentase yang disebutkan oleh Mulyadi tidak akan berpengaruh bagi pihaknya untuk tetap membentuk Pansus terkait pencemaran Danau Toba. “Kita tidak mau Danau Toba tercemar oleh apapun. Termasuk oleh KJA. Jadi tak peduli berapapun angkanya, Pansus tetap akan dibentuk,” tegasnya.

Ditambahkan Sutrisno, kawasan Danau Toba yang saat ini sudah difokuskan pemerintah menjadi salah satu destinasi wisata utama di Indonesia. Sudah barang tentu, yang harus diperhatikan adalah kelestariannya.

“Pemerintah sudah membangun jalan tol, bandara dan prasarana lainnya untuk memudahkan wisatawan domestik maupun mancanegara mengakses Danau Toba. Ini bukti nyata bahwa pemerintah serius ingin menjadikan Danau Toba sebagai salah satu Destinasi Wisata Utama di Indonesia. Lantas, apakah kita mau menyuguhkan Danau Toba yang tercemar kepada para wisatawan yang datang? Kalau pemerintah ingin mewujudkan KSPN, maka pastikan air Danau Toba menjadi hamparan air tawar yang indah. Bukan hamparan keramba,” cetusnya.

Sebelumnya diberitakan, kondisi air Danau Toba dinilai tercemar oleh limbah KJA, salahsatunya dituding limbah milik PT. Aquafarm Nusantara. Di hadapan Komisi B DPRD Sumut beberapa waktu lalu, Mulyadi sempat menyebutkan akan melakukan pembersihan KJA di perairan Danau Toba mulai 2019. Namun janji itu belum terealisasi hingga saat ini. (gus/mag-1)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/