25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Rumput di Gunung Lebih Empuk daripada Kasur

Jadilah liburan kenaikan kelas pada pertengahan 2014 diisi dengan pendakian mencapai tujuh puncak di Jawa Barat. Yaitu, Gunung Puntang (2.223 mdpl/meter di atas permukaan laut), Gunung Patuha (2.440 mdpl), Gunung Haruman (2.151 mdpl), Gunung Malabar (2.329 mdpl), Gunung Burangrang (2.050 mdpl), Bukit Tunggul (2.209 mdpl), dan Tangkuban Perahu (2.086 mdpl).

”Papa bawa carrier yang 25 liter. Kalau aku tas yang lebih kecil. Isinya jas hujan, topi, air minum, sama cokelat atau pisang bekal dari mama,” beber Matthew.

Kebanyakan Matthew mendaki pergi-pulang. Begitu sampai di puncak, istirahat dan makan sebentar, kemudian langsung turun. Jadi, bisa dibayangkan ketangguhan fisik bocah penyuka pelajaran sains tersebut.

Ketahanan fisik itu terbentuk, antara lain, berkat rutin mengikuti trail running setiap Kamis malam yang diadakan Eiger Bandung. Jarak yang ditempuh 6–8 kilometer. Selain lari, Matthew mengikuti ekskul wushu dan futsal.

Dari semua gunung yang telah dia daki, Semeru merupakan pendakian favoritnya. Ketika itu dia mendaki bersama Aksa 7, kelompok filmmaker yang sedang membuat film dokumenter ke tujuh puncak di Indonesia. Matthew menjadi ekspeditor tamu. ”Seru, soalnya kan sambil bikin film. Jadi santai, banyak istirahatnya,” katanya lantas diiringi tawa kecil.

Semua pendakiannya didampingi sang papa. Semua juga dijalani tanpa didampingi teman sebaya. Tapi, dia mengaku tetap enjoy. Apalagi jika sempat bermalam. ”Lebih enak tidur di gunung daripada di kasur. Rumputnya lebih empuk,” tutur Matthew. Jika menginap, Matthew juga ikut memasak. Membuat mi atau sup misalnya. ”Tapi, kalau lagi hujan ya diem aja di dalam tenda, tidur,” lanjutnya.

Bila Semeru menjadi pengalaman mendaki paling seru, Arjuno disebut Matthew sebagai gunung dengan pemandangan paling bagus. ”Bersih. Waktu ke sana lagi terang, kalau di Semeru pas hujan,” urai Matthew.

Mendaki saat hujan terasa lebih berat dan harus ekstrahati-hati karena jalanan menjadi lebih licin. ”Jatuh kepeleset mah sering, tapi kan dijagain sama papa dan guide-nya,” kata dia.

Selebihnya, Matthew tak pernah mendapatkan pengalaman buruk selama pendakian. Joel menambahkan, buah hatinya itu juga tak pernah mengeluh. ”Kalau capek terlihat dari bahasa tubuhnya. Kalau sudah begitu, biasanya saya ajak berhenti dulu,” ujar Joel.

Hiburan lainnya ya peragaan atau berpose dengan jurus wushu tadi. Joel yang biasanya mengabadikan polah sang anak. Tak jarang, Matthew bertanya kepada sang guru, jurus atau pose apa lagi yang perlu dipraktikkan di puncak gunung. ”Ibarat dikasih PR supaya dia makin semangat sampai ke puncak. Rasanya belum ada anak yang melakukan wushu di atas gunung. Bisa jadi Matthew ini yang pertama,” ujar Hafidz, pelatih wushu di sekolah Matthew.

Dukungan juga diberikan pihak sekolah. Setiap Matthew memiliki jadwal mendaki, bila waktunya tidak bertepatan dengan masa libur, sekolah memberikan izin. Jika waktu pendakian Matthew bersamaan dengan masa ujian, sekolah akan mengatur jadwal untuk ujian susulan.

Tinnie Tjandra, kepala SDK 3 Bina Bakti Bandung, merasa bangga terhadap capaian Matthew. ”Kecerdasan anak bukan hanya di akademik, tapi bisa juga kecerdasan fisik. Terlebih, Matthew ini balans antara sekolah, ekskul, serta hobinya,” puji Tinnie.

Claudia mengakui, dirinya dan suami memang menanamkan kedisiplinan terhadap kedua putranya sejak dini. Antara sekolah, ekskul, dan hobi harus seimbang. ”Setelah pulang sekolah, mengerjakan PR dan tidur siang, baru kemudian latihan wushu,” kata Claudia mencontohkan.

Itu pula yang terlihat pada Rabu siang itu. Setelah bel pulang sekolah berdentang, Matthew makan siang dan beristirahat sejenak. Dia lalu membuka buku IPA, belajar untuk ujian keesokan harinya. Semua tanpa disuruh.

Target nilai pun, Matthew sendiri yang menentukan. ”Misalnya, dia ingin mendapat nilai 85, kemudian ternyata belum bisa mencapainya, berarti usaha belajarnya harus ditambah. Kedisiplinan itu secara tidak langsung juga terbentuk dari hobinya mendaki,” kata Claudia.

Kini Gunung Binaiya menjadi rencana pendakian Matthew berikutnya. Gunung di Maluku itu bakal dia daki bersama sang ayah pada awal Mei. Kalau ingin melengkapi tujuh puncak tertinggi, target selanjutnya tentu saja Bukit Raya, Rinjani, atau Carstensz.

Tapi, Matthew belum memutuskan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan tujuh puncak Nusantara tersebut, Matthew juga tidak menentukan.

Sebab, dia mendaki karena menikmati prosesnya. Bukan untuk mengejar target tertentu. Matthew akan terus mendaki selama dirinya merasa enjoy. Juga, selama ada jurus wushu baru yang akan dipraktikkannya jauh di puncak sana. (*/c5/c9/ttg)

Jadilah liburan kenaikan kelas pada pertengahan 2014 diisi dengan pendakian mencapai tujuh puncak di Jawa Barat. Yaitu, Gunung Puntang (2.223 mdpl/meter di atas permukaan laut), Gunung Patuha (2.440 mdpl), Gunung Haruman (2.151 mdpl), Gunung Malabar (2.329 mdpl), Gunung Burangrang (2.050 mdpl), Bukit Tunggul (2.209 mdpl), dan Tangkuban Perahu (2.086 mdpl).

”Papa bawa carrier yang 25 liter. Kalau aku tas yang lebih kecil. Isinya jas hujan, topi, air minum, sama cokelat atau pisang bekal dari mama,” beber Matthew.

Kebanyakan Matthew mendaki pergi-pulang. Begitu sampai di puncak, istirahat dan makan sebentar, kemudian langsung turun. Jadi, bisa dibayangkan ketangguhan fisik bocah penyuka pelajaran sains tersebut.

Ketahanan fisik itu terbentuk, antara lain, berkat rutin mengikuti trail running setiap Kamis malam yang diadakan Eiger Bandung. Jarak yang ditempuh 6–8 kilometer. Selain lari, Matthew mengikuti ekskul wushu dan futsal.

Dari semua gunung yang telah dia daki, Semeru merupakan pendakian favoritnya. Ketika itu dia mendaki bersama Aksa 7, kelompok filmmaker yang sedang membuat film dokumenter ke tujuh puncak di Indonesia. Matthew menjadi ekspeditor tamu. ”Seru, soalnya kan sambil bikin film. Jadi santai, banyak istirahatnya,” katanya lantas diiringi tawa kecil.

Semua pendakiannya didampingi sang papa. Semua juga dijalani tanpa didampingi teman sebaya. Tapi, dia mengaku tetap enjoy. Apalagi jika sempat bermalam. ”Lebih enak tidur di gunung daripada di kasur. Rumputnya lebih empuk,” tutur Matthew. Jika menginap, Matthew juga ikut memasak. Membuat mi atau sup misalnya. ”Tapi, kalau lagi hujan ya diem aja di dalam tenda, tidur,” lanjutnya.

Bila Semeru menjadi pengalaman mendaki paling seru, Arjuno disebut Matthew sebagai gunung dengan pemandangan paling bagus. ”Bersih. Waktu ke sana lagi terang, kalau di Semeru pas hujan,” urai Matthew.

Mendaki saat hujan terasa lebih berat dan harus ekstrahati-hati karena jalanan menjadi lebih licin. ”Jatuh kepeleset mah sering, tapi kan dijagain sama papa dan guide-nya,” kata dia.

Selebihnya, Matthew tak pernah mendapatkan pengalaman buruk selama pendakian. Joel menambahkan, buah hatinya itu juga tak pernah mengeluh. ”Kalau capek terlihat dari bahasa tubuhnya. Kalau sudah begitu, biasanya saya ajak berhenti dulu,” ujar Joel.

Hiburan lainnya ya peragaan atau berpose dengan jurus wushu tadi. Joel yang biasanya mengabadikan polah sang anak. Tak jarang, Matthew bertanya kepada sang guru, jurus atau pose apa lagi yang perlu dipraktikkan di puncak gunung. ”Ibarat dikasih PR supaya dia makin semangat sampai ke puncak. Rasanya belum ada anak yang melakukan wushu di atas gunung. Bisa jadi Matthew ini yang pertama,” ujar Hafidz, pelatih wushu di sekolah Matthew.

Dukungan juga diberikan pihak sekolah. Setiap Matthew memiliki jadwal mendaki, bila waktunya tidak bertepatan dengan masa libur, sekolah memberikan izin. Jika waktu pendakian Matthew bersamaan dengan masa ujian, sekolah akan mengatur jadwal untuk ujian susulan.

Tinnie Tjandra, kepala SDK 3 Bina Bakti Bandung, merasa bangga terhadap capaian Matthew. ”Kecerdasan anak bukan hanya di akademik, tapi bisa juga kecerdasan fisik. Terlebih, Matthew ini balans antara sekolah, ekskul, serta hobinya,” puji Tinnie.

Claudia mengakui, dirinya dan suami memang menanamkan kedisiplinan terhadap kedua putranya sejak dini. Antara sekolah, ekskul, dan hobi harus seimbang. ”Setelah pulang sekolah, mengerjakan PR dan tidur siang, baru kemudian latihan wushu,” kata Claudia mencontohkan.

Itu pula yang terlihat pada Rabu siang itu. Setelah bel pulang sekolah berdentang, Matthew makan siang dan beristirahat sejenak. Dia lalu membuka buku IPA, belajar untuk ujian keesokan harinya. Semua tanpa disuruh.

Target nilai pun, Matthew sendiri yang menentukan. ”Misalnya, dia ingin mendapat nilai 85, kemudian ternyata belum bisa mencapainya, berarti usaha belajarnya harus ditambah. Kedisiplinan itu secara tidak langsung juga terbentuk dari hobinya mendaki,” kata Claudia.

Kini Gunung Binaiya menjadi rencana pendakian Matthew berikutnya. Gunung di Maluku itu bakal dia daki bersama sang ayah pada awal Mei. Kalau ingin melengkapi tujuh puncak tertinggi, target selanjutnya tentu saja Bukit Raya, Rinjani, atau Carstensz.

Tapi, Matthew belum memutuskan. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan tujuh puncak Nusantara tersebut, Matthew juga tidak menentukan.

Sebab, dia mendaki karena menikmati prosesnya. Bukan untuk mengejar target tertentu. Matthew akan terus mendaki selama dirinya merasa enjoy. Juga, selama ada jurus wushu baru yang akan dipraktikkannya jauh di puncak sana. (*/c5/c9/ttg)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/