Terkait pembatasan kuota dalan suatu wilayah, Ateng menyatakan, DPP Organda memahami dalam sistem transportasi perlu keseimbangan antara ketersediaan dan permintaan sangat penting. Bukan hanya kepentingan konsumen, tetapi juga penyedia jasa termasuk pengemudi. “Bila wilayah operasi dan jumlah kendaraan yang beroperasi tidak dibatasi, yang terjadi adalah over supply. Selain menambah beban jalan, penghasilan pengemudi juga akan menurun apabila terlalu banyak angkutan umum yang beroperasi,” tutur Ateng kemarin (30/1).
Sementara itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengungkapkan, tidak mungkin lagi menolak keberadaan taksi online. Karena sudah menjadi kebutuhan dan sejalan dengan perkembangan teknologi. Lantaran kebutuhan masyarakat pada transportasi yang lebih efisien. ”Taksi online itu (berbentuk) semacam koperasi jadi sistemnya sebenarnya sesuai dengan UUD. Cuma butuh aturan teknis. Bahwa kebutuhan orang akan taksi online itu suatu kebutuhan yang tidak bisa dibendung,” ujar JK di kantor Wakil Presiden, kemarin (30/1).
Dia membandingkan, keberadaan taksi online seperti dengan e-commerce. Dia menyebutkan, supermarket atau pusat perbelanjaan tentu tidak boleh memprotes keberadaan pasar tersebut. ”Tidak bisa. Karena ini kebutuhan masyarakat yang lebih efisien. Tapi teknisnya harus diatur,” tandasnya.
Pengaturan, salah satunya, itu ditujukan untuk menjamin keamanan pengguna atau masyarakat. Misalnya soal uji kir untuk melihat kondisi taksi online. ”Nanti remnya blong macam-macam. Dan ada unsur keadilan. Jangan taksi biasa di kir, ini (taksi online, Red) tidak di kir,” tegas JK.
Selain itu yang perlu diatur secara teknis adalah aplikasi. Diantaranya adalah tentang perlindungan terhadap penyalahgunaan data, kejahatan, miskomunikasi, dan kerahasiaan pengguna. ”Nama-nama itu bocor keluar dipake macam-macamlah. Dijual nama itu, kemudian dijadikan penawaran-penawaran barang ke mereka. Tentu ada aturan-aturan seperti itu,” ungkap JK.
Selain itu, gangguan privasi seperti penyalahgunaan nomor pelanggan juga perlu mendapatkan perhatian. Maka perlu ada suatu sistem yang menjamin kerahasisan pelanggan. ”Ada juga kasus nomor handphone perempuan ditelepon terus sama sopir. Ada kan? Jangan seperti itu,” ujar dia. (lyn/jun/agm/jpg/prn/adz)