27.8 C
Medan
Wednesday, May 29, 2024

Ketua MK Tak Khawatir Bendera Aceh

JAKARTA – Gubernur Aceh Zaini Abdullah menemui Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di gedung MK, Jakarta, Selasa (30/4). Kedatangan Zaini yang disertai anggota DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, untuk berkonsultasi mengenai qanun lambang dan bendera Aceh yang belakangan menjadi polemik.

Tidak banyak yang disampaikan Akil usai pertemuan. Hanya saja, saat menyerahkan plakat kenang-kenangan kepada Zaini, Akil sempat mengatakan, keberadaan bendera Aceh tidak perlu dikhawatirkan.

“Nggak usah khawatir soal bendera. Karena konstitusi kita sama,” ujar Akil, yang semenjak memimpin MK membatasi diri mengeluarkan pernyataan ke pers.

Sementara, Zaini saat menggelar keterangan pers mengatakan, kedatangannya selain untuk bersilaturahmi dengan Ketua MK, juga untuk minta pendapat Akil sebagai seorang pakar hukum. Menurut Zaini, dalam pertemuan tersebut Akil menyatakan bahwa pembahasan qanun dimaksud sudah sesuai prosedur perundang-undangan. “Tadi beliau mengatakan, tidak ada persoalan apa-apa, bukan di luar rel,” ujar Zaini.

Namun, saat ditanya apakah penilaian Akil hanya soal prosedur pembahasan atau substansi qanun yang benderanya mirip bendera GAM, Zaini tidak menjawab tegas. Dia hanya mengatakan bahwa dirinya datang untuk mendengar pendapat Akil soal qanun dimaksud.

“Saya kira tidak ada persoalan. Saya yakin sekali kita setuju semua saat ini colling down dulu untuk mencari solusi,” ujarnya.
Zaini menegaskan bahwa bendera Aceh hanyalah merupakan bendera kekhasan daerah saja, tidak ada maksud lain. Aceh, lanjutnya, tetap mengakui kedaulatan NKRI.

“Tidak ada maksud Aceh untuk keluar dari Indonesia. Ini hanya beda persepsi saja. Kita damai di bawah NKRI. Bendera kedaulatan adalah bendera NKRI, merah putih,” kata Zaini.

Ke depan, kata Zaini, proses dialog antara pusat dengan Aceh akan tetap dilakukan. Namun, substansi pembicaraan tidak sebatas masalah qanun saja. Poin-poin kesepakatan yang tertuang di MoU Helsinki yang belum diwujudkan, harus dibahas bersama dan harus segera direalisasikan.
Karena menurut Zaini, poin di MoU Helsinki yang baru terealisasi adalah keberadaan partai lokal di Aceh. “Yang lain belum,” ujarnya. (sam)

JAKARTA – Gubernur Aceh Zaini Abdullah menemui Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar di gedung MK, Jakarta, Selasa (30/4). Kedatangan Zaini yang disertai anggota DPR dari Fraksi PKS, Nasir Djamil, untuk berkonsultasi mengenai qanun lambang dan bendera Aceh yang belakangan menjadi polemik.

Tidak banyak yang disampaikan Akil usai pertemuan. Hanya saja, saat menyerahkan plakat kenang-kenangan kepada Zaini, Akil sempat mengatakan, keberadaan bendera Aceh tidak perlu dikhawatirkan.

“Nggak usah khawatir soal bendera. Karena konstitusi kita sama,” ujar Akil, yang semenjak memimpin MK membatasi diri mengeluarkan pernyataan ke pers.

Sementara, Zaini saat menggelar keterangan pers mengatakan, kedatangannya selain untuk bersilaturahmi dengan Ketua MK, juga untuk minta pendapat Akil sebagai seorang pakar hukum. Menurut Zaini, dalam pertemuan tersebut Akil menyatakan bahwa pembahasan qanun dimaksud sudah sesuai prosedur perundang-undangan. “Tadi beliau mengatakan, tidak ada persoalan apa-apa, bukan di luar rel,” ujar Zaini.

Namun, saat ditanya apakah penilaian Akil hanya soal prosedur pembahasan atau substansi qanun yang benderanya mirip bendera GAM, Zaini tidak menjawab tegas. Dia hanya mengatakan bahwa dirinya datang untuk mendengar pendapat Akil soal qanun dimaksud.

“Saya kira tidak ada persoalan. Saya yakin sekali kita setuju semua saat ini colling down dulu untuk mencari solusi,” ujarnya.
Zaini menegaskan bahwa bendera Aceh hanyalah merupakan bendera kekhasan daerah saja, tidak ada maksud lain. Aceh, lanjutnya, tetap mengakui kedaulatan NKRI.

“Tidak ada maksud Aceh untuk keluar dari Indonesia. Ini hanya beda persepsi saja. Kita damai di bawah NKRI. Bendera kedaulatan adalah bendera NKRI, merah putih,” kata Zaini.

Ke depan, kata Zaini, proses dialog antara pusat dengan Aceh akan tetap dilakukan. Namun, substansi pembicaraan tidak sebatas masalah qanun saja. Poin-poin kesepakatan yang tertuang di MoU Helsinki yang belum diwujudkan, harus dibahas bersama dan harus segera direalisasikan.
Karena menurut Zaini, poin di MoU Helsinki yang baru terealisasi adalah keberadaan partai lokal di Aceh. “Yang lain belum,” ujarnya. (sam)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/