26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Butuh 100 Tahun Bebaskan Buruh Anak

Kasus Jermal di Sumut jadi Perhatian Dunia

JAKARTA- Isu buruh anak jermal di Sumatera Utara masih menjadi salah satu sorotan penting dalam pertemuan reguler governing body International Labour Organization (ILO), kemarin. Apalagi besarnya angka buruh anak jermal, menambah angka buruh anak di Indonesia yang saat ini mencapai lebih dari 1,8 juta jiwa.

Demikian diungkapkan Wakil Buruh Asia, Rekson Silaban, langsung dari Jenewa, Swiss, saat berbincang dengan Sumut Pos via surat elektronik. “Dari sekitar 1,8 juta buruh anak di Indonesia, pemerintah hanya menargetkan pembebasan 10.000 orang per tahun. Jadi kita butuh waktu lebih 100 tahun lagi membebaskan Indonesia dari buruh anak,” ungkapnya.

Untuk itu menanggapi hal ini menurut Rekson, diperlukan tidak hanya komitmen penuh dari pemerintah pusat, tapi juga keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Sebab seringkali kekerasan terhadap buruh anak apalagi yang berada di jermal, sering luput dari perhatian. Mengingat lokasinya yang jauh dari daratan. “Yang terpenting tugas daerah bersangkutan. Supaya eliminasi buruh anak tidak ada lagi. Indonesia mungkin bisa meniru Brasil, di mana pemerintah menyediakan bantuan uang kompensasi kepada keluarga setiap bulan, asal mau menyekolahkan anaknya dan tidak disuruh mencari nafkah,” sambung Silaban.

Memang sisi positifnya, ILO menurut Rekson secara umum menilai Indonesia cukup berhasil menurunkan angka penggunaan buruh anak. Namun, tetap saja jumlah buruh anak di Indonesia dinilai banyak. Rekson sendiri dalam pertemuan dewan pengurus lengkap ILO kali ini, diberi kesempatan menyampaikan sejumlah isu-isu penting. Menariknya, tidak hanya terkait masalah perburuhan di Indonesia. “Posisi saya sebenarnya bukanlah wakil buruh Indonesia. Tetapi wakil buruh dari kawasan Asia. Karena jumlah wakil serikat buruh dari seluruh dunia hanya 14 orang. Jadi selain menyampaikan masalah buruh di Asia.

Untuk kasus Indonesia, saya menyampaikan masalah memburuknya dampak buruh kontrak dan outsourching. Juga masih banyaknya buruh dan rakyat yang tidak punya akses ke jaminan sosial. Selain itu juga sistem atau paradigma ekonomi Indonesia perlu dikoreksi, kenapa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak berkolerasi terhadap kesejahteraan rakyat,”ungkapnya di sela-sela rapat yang membahas beragam agenda. Mulai dari pembahasan kasus buruh di Myammar, Fiji, Bahrain, perluasan jaminan sosial, kebijakan perburuhan di negara G20, dan beragam isu-isu penting lainnya. (gir)

Kasus Jermal di Sumut jadi Perhatian Dunia

JAKARTA- Isu buruh anak jermal di Sumatera Utara masih menjadi salah satu sorotan penting dalam pertemuan reguler governing body International Labour Organization (ILO), kemarin. Apalagi besarnya angka buruh anak jermal, menambah angka buruh anak di Indonesia yang saat ini mencapai lebih dari 1,8 juta jiwa.

Demikian diungkapkan Wakil Buruh Asia, Rekson Silaban, langsung dari Jenewa, Swiss, saat berbincang dengan Sumut Pos via surat elektronik. “Dari sekitar 1,8 juta buruh anak di Indonesia, pemerintah hanya menargetkan pembebasan 10.000 orang per tahun. Jadi kita butuh waktu lebih 100 tahun lagi membebaskan Indonesia dari buruh anak,” ungkapnya.

Untuk itu menanggapi hal ini menurut Rekson, diperlukan tidak hanya komitmen penuh dari pemerintah pusat, tapi juga keseriusan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Sebab seringkali kekerasan terhadap buruh anak apalagi yang berada di jermal, sering luput dari perhatian. Mengingat lokasinya yang jauh dari daratan. “Yang terpenting tugas daerah bersangkutan. Supaya eliminasi buruh anak tidak ada lagi. Indonesia mungkin bisa meniru Brasil, di mana pemerintah menyediakan bantuan uang kompensasi kepada keluarga setiap bulan, asal mau menyekolahkan anaknya dan tidak disuruh mencari nafkah,” sambung Silaban.

Memang sisi positifnya, ILO menurut Rekson secara umum menilai Indonesia cukup berhasil menurunkan angka penggunaan buruh anak. Namun, tetap saja jumlah buruh anak di Indonesia dinilai banyak. Rekson sendiri dalam pertemuan dewan pengurus lengkap ILO kali ini, diberi kesempatan menyampaikan sejumlah isu-isu penting. Menariknya, tidak hanya terkait masalah perburuhan di Indonesia. “Posisi saya sebenarnya bukanlah wakil buruh Indonesia. Tetapi wakil buruh dari kawasan Asia. Karena jumlah wakil serikat buruh dari seluruh dunia hanya 14 orang. Jadi selain menyampaikan masalah buruh di Asia.

Untuk kasus Indonesia, saya menyampaikan masalah memburuknya dampak buruh kontrak dan outsourching. Juga masih banyaknya buruh dan rakyat yang tidak punya akses ke jaminan sosial. Selain itu juga sistem atau paradigma ekonomi Indonesia perlu dikoreksi, kenapa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tidak berkolerasi terhadap kesejahteraan rakyat,”ungkapnya di sela-sela rapat yang membahas beragam agenda. Mulai dari pembahasan kasus buruh di Myammar, Fiji, Bahrain, perluasan jaminan sosial, kebijakan perburuhan di negara G20, dan beragam isu-isu penting lainnya. (gir)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/