35 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Viostin DS Mengandung DNA Babi

SUMUTPOS.CO – Sejak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis Viostin DS dan Enzyplex mengandung deoxyribosenucleic acid (DNA) babi, sejumlah apotek di Kota Medan tak lagi menjual kedua produk suplemen tersebut. Sejumlah apotek di seputaran Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, tidak lagi memajang Viostin DS dan Enzyplex.

“Ya, semenjak berita kemarin itu, kita juga sudah mendapat surat edaran dari distributor untuk tidak menjual barang. Katanya produk itu mau ditarik, semenjak ada informasi kandungan DNA babi di dalamnya,” ungkap seorang apoteker yang tak mau menyebut indetitasnya, kepada Sumut Pos, Jumat (2/1). Meski tak lagi dipajang, stok barang sebenarnya masih ada, tapi tidak dijual lagi.

Demikian juga di apotek-apotek di Jalan Setia Budi, Tanjungrejo, Medan. Apotek dengan nama toko berawal P ini sudah tidak menjual dua jenis produk suplemen makanan itu lagi. Pihak apotek mengaku, mereka tak mau cari masalah. “Penjualannya juga berkurang. Sejak kemarin, sudah tak ada lagi yang datang untuk membeli,” kata wanita keturunan Tionghoa, pemilik apotek.

Terkait temuan suplemen mengandung dna babi ini, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, itu menjadi tamparan telak buat pemerintah. “Fakta ini menjadi bukti selama ini BBPOM dan Kemenkes tidak melakukan pengawasan produk obat-obatan yang beredar di pasaran. Viostin DS dan Enzyplex yang mengandung DNA babi harusnya menjadi tamparan telak bagi pejabat di BBPOM dan Kemenkes,” kata Sekretaris LAPK Sumut, Pandian Adi Siregar kepada Sumut Pos, Jumat (2/2).

Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap pelaku usaha makanan dan obat-obatan nakal. Seperti contoh kasus soal adanya kandungan DNA babi. Seharusnya produsen yang menyalah ini tak cuma diberi sanksi andministrasi, tapi juga sanksi pidana. “Pemerintah dinilai tidak tegas dalam memberikan sanksi yang hanya melakukan penarikan barang tetapi tidak pernah mempertimbangkan konsumen jadi korban. Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan tidak pernah dilakukan sehingga sangat tidak berkeadilan karena konsumen tidak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dialami,” ketusnya.

Pandian menyebut, langkah pemerintah yang hadir ketika ada masalah sungguh melanggar logika perlindungan negara terhadap rakyat. Bagaimana negara membiarkan rakyatnya menjadi korban “praktik curang” pelaku usaha obat dan makanan. “Pemerintah kecolongan melakukan pengawasan bahkan mengeluarkan izin Viostin DS dan Enzyplek atau produk lainnya, karena pemerintah selama ini bekerja berbasis anggaran dan di beberapa kesempatan kritik yang diajukan publik lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah karena keterbatasan jumlah SDM dan anggaran,” ujarnya.

SUMUTPOS.CO – Sejak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) merilis Viostin DS dan Enzyplex mengandung deoxyribosenucleic acid (DNA) babi, sejumlah apotek di Kota Medan tak lagi menjual kedua produk suplemen tersebut. Sejumlah apotek di seputaran Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Haji Adam Malik Medan, tidak lagi memajang Viostin DS dan Enzyplex.

“Ya, semenjak berita kemarin itu, kita juga sudah mendapat surat edaran dari distributor untuk tidak menjual barang. Katanya produk itu mau ditarik, semenjak ada informasi kandungan DNA babi di dalamnya,” ungkap seorang apoteker yang tak mau menyebut indetitasnya, kepada Sumut Pos, Jumat (2/1). Meski tak lagi dipajang, stok barang sebenarnya masih ada, tapi tidak dijual lagi.

Demikian juga di apotek-apotek di Jalan Setia Budi, Tanjungrejo, Medan. Apotek dengan nama toko berawal P ini sudah tidak menjual dua jenis produk suplemen makanan itu lagi. Pihak apotek mengaku, mereka tak mau cari masalah. “Penjualannya juga berkurang. Sejak kemarin, sudah tak ada lagi yang datang untuk membeli,” kata wanita keturunan Tionghoa, pemilik apotek.

Terkait temuan suplemen mengandung dna babi ini, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, itu menjadi tamparan telak buat pemerintah. “Fakta ini menjadi bukti selama ini BBPOM dan Kemenkes tidak melakukan pengawasan produk obat-obatan yang beredar di pasaran. Viostin DS dan Enzyplex yang mengandung DNA babi harusnya menjadi tamparan telak bagi pejabat di BBPOM dan Kemenkes,” kata Sekretaris LAPK Sumut, Pandian Adi Siregar kepada Sumut Pos, Jumat (2/2).

Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap pelaku usaha makanan dan obat-obatan nakal. Seperti contoh kasus soal adanya kandungan DNA babi. Seharusnya produsen yang menyalah ini tak cuma diberi sanksi andministrasi, tapi juga sanksi pidana. “Pemerintah dinilai tidak tegas dalam memberikan sanksi yang hanya melakukan penarikan barang tetapi tidak pernah mempertimbangkan konsumen jadi korban. Pertanggungjawaban pelaku usaha terhadap konsumen yang dirugikan tidak pernah dilakukan sehingga sangat tidak berkeadilan karena konsumen tidak mendapatkan kompensasi atas kerugian yang dialami,” ketusnya.

Pandian menyebut, langkah pemerintah yang hadir ketika ada masalah sungguh melanggar logika perlindungan negara terhadap rakyat. Bagaimana negara membiarkan rakyatnya menjadi korban “praktik curang” pelaku usaha obat dan makanan. “Pemerintah kecolongan melakukan pengawasan bahkan mengeluarkan izin Viostin DS dan Enzyplek atau produk lainnya, karena pemerintah selama ini bekerja berbasis anggaran dan di beberapa kesempatan kritik yang diajukan publik lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah karena keterbatasan jumlah SDM dan anggaran,” ujarnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/