25.6 C
Medan
Friday, May 3, 2024

Akhiri “Gerhana Matahari” di Kabinet

Presiden Jokowi
Presiden Jokowi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Isu perombakan kabinet terus menghangat. Tapi berbeda dengan yang beredar pada waktu lalu, isu reshuffle kali ini diwarnai dengan prolog kebijakan pemerintah yang diumumkan Presiden Joko Widodo tanpa kehadiran Wapres Jusuf Kalla (JK). Misalnya keputusan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat (onshore), dan penurunan harga BBM.

“Ini merupakan signal bahwa pada reshuffle session dua nanti Jokowi akan menampilkan dirinya sebagai satu-satunya matahari dalam kabinet, sehingga dalam pengambilan keputusan bisa lebih cepat, tanpa harus lama-lama bersilang-pendapat,” kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi.

Adhie menengarai, selama ini setiap mau mengambil keputusan, Jokowi harus mengakomodasi pikiran JK dan orang-orangnya di kabinet. Padahal sering bertentangan dengan Konstitusi, UU dan Nawacita.

“Lihat saja bagaimana ruwetnya Jokowi ketika hendak menolak keinginan MenESDM Sudirman Said untuk memperpanjang kontrak-karya Freeport yang nyata-nyata melawan hukum. Bahkan Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan yang setiap saat berada di dekatnya, pernah mengatakan APBN bakal jebol bila Freeport tidak diperpanjang,” katanya.

“Bagusnya Jokowi tidak panik diancam begitu. Makanya, ketika perpanjangan kontrak Freeport ditolak dan tidak ada dampak apa-apa, Jokowi akhirnya dengan santai memutuskan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat. Ternyata juga tidak masalah. Investornya (Inpex/Sheel) tidak lantas hengkang seperti diancamkan sebelumnya,” tutur Adhie.Ke depan, menurut jubir presiden era Gus Dur ini, pemerintah harus lebih lincah dan cepat mengambil keputusan, mengingat persoalan bangsa ini demikian ruwet dan perlu penanganan serba cepat.

“Makanya, reshuffle session-2 ini harus dipakai Jokowi untuk mengakhiri “gerhana matahari” di Kabinet Kerja agar ada ketenangan dalam pemerintahan, sehingga orang seperti Menteri Susi bisa menjalankan perintah presiden tanpa harus takut ditegur Wapres,” ulas Adhie.‎
Mengenai Menko Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, menurut Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) ini, tergantung sepenuhnya pada pola kebijakan Jokowi. Kalau orientasi pemerintahannya adalah rakyat, berpijak pada Konstitusi dan Nawacita, Rizal Ramli akan tetap ada di sana (kabinet).

“Rizal Ramli bukan orang yang haus kekuasaan. Kalau memakai istilah Mahfud MD, mantan Menhan era KH Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli memiliki ‘zuhud politik’ seperti Gus Dur. Maksudnya, berpolitik bukan sebagai ambisi kekuasaan, melainkan sebagai pengabdian, sehingga cara memperoleh maupun mempertahankan kekuasaannya tidak dengan membabi-buta, apalagi menjilat dan mengorbankan integritas serta kredibilitasnya.,” katanya.

Presiden Jokowi
Presiden Jokowi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Isu perombakan kabinet terus menghangat. Tapi berbeda dengan yang beredar pada waktu lalu, isu reshuffle kali ini diwarnai dengan prolog kebijakan pemerintah yang diumumkan Presiden Joko Widodo tanpa kehadiran Wapres Jusuf Kalla (JK). Misalnya keputusan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat (onshore), dan penurunan harga BBM.

“Ini merupakan signal bahwa pada reshuffle session dua nanti Jokowi akan menampilkan dirinya sebagai satu-satunya matahari dalam kabinet, sehingga dalam pengambilan keputusan bisa lebih cepat, tanpa harus lama-lama bersilang-pendapat,” kata Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi.

Adhie menengarai, selama ini setiap mau mengambil keputusan, Jokowi harus mengakomodasi pikiran JK dan orang-orangnya di kabinet. Padahal sering bertentangan dengan Konstitusi, UU dan Nawacita.

“Lihat saja bagaimana ruwetnya Jokowi ketika hendak menolak keinginan MenESDM Sudirman Said untuk memperpanjang kontrak-karya Freeport yang nyata-nyata melawan hukum. Bahkan Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan yang setiap saat berada di dekatnya, pernah mengatakan APBN bakal jebol bila Freeport tidak diperpanjang,” katanya.

“Bagusnya Jokowi tidak panik diancam begitu. Makanya, ketika perpanjangan kontrak Freeport ditolak dan tidak ada dampak apa-apa, Jokowi akhirnya dengan santai memutuskan kilang pengolahan gas Blok Masela di darat. Ternyata juga tidak masalah. Investornya (Inpex/Sheel) tidak lantas hengkang seperti diancamkan sebelumnya,” tutur Adhie.Ke depan, menurut jubir presiden era Gus Dur ini, pemerintah harus lebih lincah dan cepat mengambil keputusan, mengingat persoalan bangsa ini demikian ruwet dan perlu penanganan serba cepat.

“Makanya, reshuffle session-2 ini harus dipakai Jokowi untuk mengakhiri “gerhana matahari” di Kabinet Kerja agar ada ketenangan dalam pemerintahan, sehingga orang seperti Menteri Susi bisa menjalankan perintah presiden tanpa harus takut ditegur Wapres,” ulas Adhie.‎
Mengenai Menko Maritim dan Sumberdaya Rizal Ramli, menurut Sekjen Majelis Kedaulatan Rakyat Indonesia (MKRI) ini, tergantung sepenuhnya pada pola kebijakan Jokowi. Kalau orientasi pemerintahannya adalah rakyat, berpijak pada Konstitusi dan Nawacita, Rizal Ramli akan tetap ada di sana (kabinet).

“Rizal Ramli bukan orang yang haus kekuasaan. Kalau memakai istilah Mahfud MD, mantan Menhan era KH Abdurrahman Wahid, Rizal Ramli memiliki ‘zuhud politik’ seperti Gus Dur. Maksudnya, berpolitik bukan sebagai ambisi kekuasaan, melainkan sebagai pengabdian, sehingga cara memperoleh maupun mempertahankan kekuasaannya tidak dengan membabi-buta, apalagi menjilat dan mengorbankan integritas serta kredibilitasnya.,” katanya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/