26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Digelapkan di Tengah Laut, Dijual ke Pasar Gelap Dunia

Mafia BBM-Ilustrasi
Mafia BBM-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipid Eksus) Bareskrim Polri menahan empat tersangka penyelundupan BBM milik Pertamina yang terjadi di Batam. Satu orang di antaranya adalah PNS Pemkot Batam, Niken Khairiah (38).

Sementara satu tersangka, kakak kandung Niken yang juga pengusaha minyak, Ahmad Mahbub, baru ditetapkan sebagai tersangka. Berikut modus patgulipat bahan bakar yang juga melibatkan pejabat Pertamina Region I dan dua Pegawai Harian Lepas AL.

Yusri, yang merupakan Senior Supervisor Pertamina Region I, bertugas mengawasi perjalanan BBM yang ada di Dumai ke Siak, Batam, dan Pekanbaru. Yusri memberikan informasi kepada Du Nun (PHL AL) yang merupakan awak kapal tanker pembawa minyak. Kapal ini disewa Pertamina untuk membawa BBM.

Setelah Du Nun menghentikan kapalnya di tengah perjalanan, dia menghubungi perusahaan kapal milik Ahmad Mahbub (pengusaha minyak). “Di tengah jalan dikeluarkan sebagian dari BBM itu,” kata Wakil Direktur Tipid Eksus, Kombes Rahmad Sunanto, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (3/9).

Rahmad mengatakan, para pelaku memanfaatkan celah toleransi lost selama pengangkutan sebesar 0,30 persen dari tonase angkut BBM. Kalkulasi tersebut diperhitungkan karena lost saat penuangan dari kilang ke kapal.

Nah, celah inilah yang digunakan pelaku dalam menggelapkan BBM tersebut. Ditambah lagi tanker yang seharusnya membawa 200 ton BBM dilebihkan menjadi 220-230 ton. “Jadi selain memaksimalkan kelonggaran juga menambah muatan,” kata Rahmad.

Setelah memindahkan muatan ship to ship, kapal milik Mahbub selanjutnya berlayar ke laut lepas yang tidak masuk jangkauan Polair dan TNI AL. Minyak selanjutnya dijual di pasar gelap kepada pihak asing seperti Malaysia dan Singapura atau pihak lokal. Tentunya dengan harga di bawah pasar dalam negeri.

“Premium dijual Rp 3.500 dan solar Rp 4.500 per liter,” beber Rahmad.

Kegiatan ilegal seperti ini sudah berlangsung sejak 2008. Dalam sebulan, kelompok ini bisa menyedot muatan BBM di tengah laut sampai empat kali. Satu kali muat bisa mencapai 20-30 ton.

Dari hasil penjualan itu, Ahmad Mahbub melalui kurirnya membawa uang hasil penjualan ke Indonesia secara bertahap dalam pecahan SD 1.000. “Itu masuk berangsur-angsur ke Batam dan diterima adiknya yang bekerja sebagai PNS di Kotamadya Batam,” ujarnya.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kombes Budi Wibowo menerangkan, uang-uang dari hasil kejahatan itu ditampung di rekening Niwen yang selanjutnya dialirkan ke beberapa pihak, seperti Aripin Ahmad (PHL AL) yang selanjutnya dialirkan ke Yusri dan Dunun.

“Ke Dunun sebesar Rp 7,4 miliar dan Yusri Rp1 sekian miliar,” ujarnya.

“Dunun ini honorer tapi dia memiliki banyak aset dan kita sudah melakukan asset tracing Dunun dan Yusri,” imbuh Budi.

Belum diketahui berapa kerugian negara yang dilakukan para tersangka dari praktik ilegal tersebut. “Audit investigasi BPK sedang dilakukan, jadi belum tahu secara pasti kerugian negara,” kata Budi.

Kasus ini pertama kali terungkap setelah polisi menangkap Niwen atas kepemilikan rekening gendut mencapai Rp1,3 triliun yang diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang pada Kamis (28/8) lalu. Penangkapan itu berdasarkan informasi yang diperoleh Polri dari PPATK.

Sementara uang yang berada dalam rekening Niwen diduga merupakan titipan kakaknya, Ahmad Mahbub yang diketahui sebagai pengusaha BBM ilegal. Polisi pun telah melakukan pemeriksaan terhadap Mahbub. (net/bbs)

Mafia BBM-Ilustrasi
Mafia BBM-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus (Tipid Eksus) Bareskrim Polri menahan empat tersangka penyelundupan BBM milik Pertamina yang terjadi di Batam. Satu orang di antaranya adalah PNS Pemkot Batam, Niken Khairiah (38).

Sementara satu tersangka, kakak kandung Niken yang juga pengusaha minyak, Ahmad Mahbub, baru ditetapkan sebagai tersangka. Berikut modus patgulipat bahan bakar yang juga melibatkan pejabat Pertamina Region I dan dua Pegawai Harian Lepas AL.

Yusri, yang merupakan Senior Supervisor Pertamina Region I, bertugas mengawasi perjalanan BBM yang ada di Dumai ke Siak, Batam, dan Pekanbaru. Yusri memberikan informasi kepada Du Nun (PHL AL) yang merupakan awak kapal tanker pembawa minyak. Kapal ini disewa Pertamina untuk membawa BBM.

Setelah Du Nun menghentikan kapalnya di tengah perjalanan, dia menghubungi perusahaan kapal milik Ahmad Mahbub (pengusaha minyak). “Di tengah jalan dikeluarkan sebagian dari BBM itu,” kata Wakil Direktur Tipid Eksus, Kombes Rahmad Sunanto, di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (3/9).

Rahmad mengatakan, para pelaku memanfaatkan celah toleransi lost selama pengangkutan sebesar 0,30 persen dari tonase angkut BBM. Kalkulasi tersebut diperhitungkan karena lost saat penuangan dari kilang ke kapal.

Nah, celah inilah yang digunakan pelaku dalam menggelapkan BBM tersebut. Ditambah lagi tanker yang seharusnya membawa 200 ton BBM dilebihkan menjadi 220-230 ton. “Jadi selain memaksimalkan kelonggaran juga menambah muatan,” kata Rahmad.

Setelah memindahkan muatan ship to ship, kapal milik Mahbub selanjutnya berlayar ke laut lepas yang tidak masuk jangkauan Polair dan TNI AL. Minyak selanjutnya dijual di pasar gelap kepada pihak asing seperti Malaysia dan Singapura atau pihak lokal. Tentunya dengan harga di bawah pasar dalam negeri.

“Premium dijual Rp 3.500 dan solar Rp 4.500 per liter,” beber Rahmad.

Kegiatan ilegal seperti ini sudah berlangsung sejak 2008. Dalam sebulan, kelompok ini bisa menyedot muatan BBM di tengah laut sampai empat kali. Satu kali muat bisa mencapai 20-30 ton.

Dari hasil penjualan itu, Ahmad Mahbub melalui kurirnya membawa uang hasil penjualan ke Indonesia secara bertahap dalam pecahan SD 1.000. “Itu masuk berangsur-angsur ke Batam dan diterima adiknya yang bekerja sebagai PNS di Kotamadya Batam,” ujarnya.

Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Kombes Budi Wibowo menerangkan, uang-uang dari hasil kejahatan itu ditampung di rekening Niwen yang selanjutnya dialirkan ke beberapa pihak, seperti Aripin Ahmad (PHL AL) yang selanjutnya dialirkan ke Yusri dan Dunun.

“Ke Dunun sebesar Rp 7,4 miliar dan Yusri Rp1 sekian miliar,” ujarnya.

“Dunun ini honorer tapi dia memiliki banyak aset dan kita sudah melakukan asset tracing Dunun dan Yusri,” imbuh Budi.

Belum diketahui berapa kerugian negara yang dilakukan para tersangka dari praktik ilegal tersebut. “Audit investigasi BPK sedang dilakukan, jadi belum tahu secara pasti kerugian negara,” kata Budi.

Kasus ini pertama kali terungkap setelah polisi menangkap Niwen atas kepemilikan rekening gendut mencapai Rp1,3 triliun yang diduga sebagai hasil tindak pidana pencucian uang pada Kamis (28/8) lalu. Penangkapan itu berdasarkan informasi yang diperoleh Polri dari PPATK.

Sementara uang yang berada dalam rekening Niwen diduga merupakan titipan kakaknya, Ahmad Mahbub yang diketahui sebagai pengusaha BBM ilegal. Polisi pun telah melakukan pemeriksaan terhadap Mahbub. (net/bbs)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/