30.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

Bibit Siklon Tropis Potensi Banjir di Beberapa Provinsi

Banjir di Medan-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – BMKG menyampaikan adanya pertumbuhan bibit siklon tropis yang bisa memicu hujan sedang hingga deras dan banjir di beberapa provinsi di Indonesia.

Bibit tersebut ditemukan di sekitar Samudera Pasifik barat daya sebelah timur-tenggara Filipina. Kecepatan angin di daerah tersebut mencapai 30 knot dan tekanan udara minimum 1004 hPa.

Prakirawan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Zakiyah, Senin (31/5), menjelaskan beda siklon tropis dan bibit siklon tropis.

“Siklon tropis sendiri adalah sirkulasi siklonik yang terjadi di lautan daerah tropis. Ketika sirkulasi siklonik tersebut berkembang berpotensi menghasilkan angin berputar yang dapat menyebabkan kerusakan hebat,” kata Zakiyah, seperti dikutip dari cnnindonesia.

Zakiyah berkata sirkulasi siklonik tersebut searah jarum jam pada belahan bumi selatan dan berlawanan arah jarum jam pada belahan bumi utara. Biasanya, siklon tropis akan diberikan nama ketika kecepatan angin maksimum di dekat sistem mencapai 35 knots atau lebih.

“Sedangkan bibit siklon tropis adalah tahapan sebelum suatu siklon tropis diberikan nama,” ujarnya.

Bagaimana bibit siklon terdeteksi?

Zakiyah menuturkan bibit siklon tropis biasanya terdeteksi dengan melihat adanya wilayah tekanan rendah (melihat isobar), streamline angin (pola angin) biasanya di lapisan 3000 feet (925 mb), perawanan dari satelit cuaca, dan sirkulasi angin perlapisan.

Dia menyebut ada beberapa situs yang memantau pertumbuhan bibit-bibit siklon tropis. Jika ada bibit siklon tropis yang terpantau di wilayah monitoring TCWC Jakarta, biasanya BMKG akan melakukan analisis dan pemantauan apakan bibit ini akan berkembang atau tidak.

“Dapat juga dilakukan analisis Siklogenesis, analisis ini dilakukan untuk memantau perkembangan bibit siklon tropis. Mulai dari bibit itu sendiri dan wilayah sekitarnya yang merupakan pendukung atau tidaknya bibit tersebut untuk tumbuh hingga prakiraan potensi bibit tersebut hingga 72 jam ke depan,” ujarnya.

Di sisi lain, Zakiyah berkata ada kemungkinan suatu bibit siklon tropis tidak berkembang menjadi siklon tropis. Pasalnya, suatu bibit dapat tumbuh jika lingkungan tempatnya berada mendukung untuk pertumbuhannya misalnya pada suhu muka laut yang hangat (26,5 derajat Celcius).

“Jika berada di suhu muka laut yang dingin, siklon tropis tidak akan tumbuh (akan punah),” ujar Zakiyah.

Syarat terbentuk siklon tropis

Lebih lanjut Zakiyah menjelaskan syarat siklon tropis dapat terbentuk antara lain suhu permukaan laut sekurang-kurangnya 26,5 derajat Celsius hingga ke kedalaman 60 meter. Kondisi atmosfer yang tidak stabil yang memungkinkan terbentuknya awan Cumulonimbus.

“Awan-awan ini, yang merupakan awan-awan guntur, dan merupakan penanda wilayah konvektif kuat, adalah penting dalam perkembangan siklon tropis.” ujarnya.

Kemudian, atmosfer yang relatif lembab di ketinggian sekitar 5 kilometer. Ketinggian itu merupakan atmosfer paras menengah, yang apabila dalam keadaan kering tidak dapat mendukung bagi perkembangan aktivitas badai guntur di dalam siklon.

Syarat selanjutnya adalah berada pada jarak setidaknya sekitar 500 km dari katulistiwa. Pasalnya, siklon jarang terbentuk di dekat ekuator meski memungkinkan. Adapula gangguan atmosfer di dekat permukaan bumi berupa angin yang berpusar yang disertai dengan pumpunan angin.

“Perubahan kondisi angin terhadap ketinggian tidak terlalu besar. Perubahan kondisi angin yang besar akan mengacaukan proses perkembangan badai guntur,” ujar Zakiyah. (jps/eks/cnn)

Banjir di Medan-Ilustrasi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – BMKG menyampaikan adanya pertumbuhan bibit siklon tropis yang bisa memicu hujan sedang hingga deras dan banjir di beberapa provinsi di Indonesia.

Bibit tersebut ditemukan di sekitar Samudera Pasifik barat daya sebelah timur-tenggara Filipina. Kecepatan angin di daerah tersebut mencapai 30 knot dan tekanan udara minimum 1004 hPa.

Prakirawan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Zakiyah, Senin (31/5), menjelaskan beda siklon tropis dan bibit siklon tropis.

“Siklon tropis sendiri adalah sirkulasi siklonik yang terjadi di lautan daerah tropis. Ketika sirkulasi siklonik tersebut berkembang berpotensi menghasilkan angin berputar yang dapat menyebabkan kerusakan hebat,” kata Zakiyah, seperti dikutip dari cnnindonesia.

Zakiyah berkata sirkulasi siklonik tersebut searah jarum jam pada belahan bumi selatan dan berlawanan arah jarum jam pada belahan bumi utara. Biasanya, siklon tropis akan diberikan nama ketika kecepatan angin maksimum di dekat sistem mencapai 35 knots atau lebih.

“Sedangkan bibit siklon tropis adalah tahapan sebelum suatu siklon tropis diberikan nama,” ujarnya.

Bagaimana bibit siklon terdeteksi?

Zakiyah menuturkan bibit siklon tropis biasanya terdeteksi dengan melihat adanya wilayah tekanan rendah (melihat isobar), streamline angin (pola angin) biasanya di lapisan 3000 feet (925 mb), perawanan dari satelit cuaca, dan sirkulasi angin perlapisan.

Dia menyebut ada beberapa situs yang memantau pertumbuhan bibit-bibit siklon tropis. Jika ada bibit siklon tropis yang terpantau di wilayah monitoring TCWC Jakarta, biasanya BMKG akan melakukan analisis dan pemantauan apakan bibit ini akan berkembang atau tidak.

“Dapat juga dilakukan analisis Siklogenesis, analisis ini dilakukan untuk memantau perkembangan bibit siklon tropis. Mulai dari bibit itu sendiri dan wilayah sekitarnya yang merupakan pendukung atau tidaknya bibit tersebut untuk tumbuh hingga prakiraan potensi bibit tersebut hingga 72 jam ke depan,” ujarnya.

Di sisi lain, Zakiyah berkata ada kemungkinan suatu bibit siklon tropis tidak berkembang menjadi siklon tropis. Pasalnya, suatu bibit dapat tumbuh jika lingkungan tempatnya berada mendukung untuk pertumbuhannya misalnya pada suhu muka laut yang hangat (26,5 derajat Celcius).

“Jika berada di suhu muka laut yang dingin, siklon tropis tidak akan tumbuh (akan punah),” ujar Zakiyah.

Syarat terbentuk siklon tropis

Lebih lanjut Zakiyah menjelaskan syarat siklon tropis dapat terbentuk antara lain suhu permukaan laut sekurang-kurangnya 26,5 derajat Celsius hingga ke kedalaman 60 meter. Kondisi atmosfer yang tidak stabil yang memungkinkan terbentuknya awan Cumulonimbus.

“Awan-awan ini, yang merupakan awan-awan guntur, dan merupakan penanda wilayah konvektif kuat, adalah penting dalam perkembangan siklon tropis.” ujarnya.

Kemudian, atmosfer yang relatif lembab di ketinggian sekitar 5 kilometer. Ketinggian itu merupakan atmosfer paras menengah, yang apabila dalam keadaan kering tidak dapat mendukung bagi perkembangan aktivitas badai guntur di dalam siklon.

Syarat selanjutnya adalah berada pada jarak setidaknya sekitar 500 km dari katulistiwa. Pasalnya, siklon jarang terbentuk di dekat ekuator meski memungkinkan. Adapula gangguan atmosfer di dekat permukaan bumi berupa angin yang berpusar yang disertai dengan pumpunan angin.

“Perubahan kondisi angin terhadap ketinggian tidak terlalu besar. Perubahan kondisi angin yang besar akan mengacaukan proses perkembangan badai guntur,” ujar Zakiyah. (jps/eks/cnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/