27.8 C
Medan
Sunday, April 28, 2024

Daftar Tunggu Jamaah Haji Sumut Kian Panjang, Daftar Sekarang Berangkat 2041

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masa daftar tunggu calon jamaah haji Indonesia kian panjang. Hal itu menyusul keputusan pemerintah membatalkan kembali pelaksanaan ibadah haji tahun 2021. Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumut menyatakan, daftar tunggu keberangkatan haji Sumut, mencapai 19 atau 20 tahun. Artinya, jika mendaftar tahun ini, maka baru bisa diberangkatkan paling cepat tahun 2040 atau 2041.

TIBA DI ASRAMA: Jamaah calon haji Embarkasi Medan saat tiba di Asrama Haji, tahun 2019 lalu. Sudah dua tahun masa pandemi Covid-19, pemerintah tak memberangkatkan jamaah ke Tanah Suci.

BERDASARKAN data dari situs resmi Kementerian Agama (Kemenag), jumlah calon jamaah haji yang sudah masuk daftar tunggu berjumlah 152.514 orang, sementara kuota untuk Sumut sebanyak 8.168 jamaah. “Daftar tunggu haji kita 19 sampai 20 tahun. Kalau tidak ada penundaan (tahun 2020 dan 2021, Red), daftar tunggunya 17 sampai 18 tahun. Jadi tambah 2 tahun karena adanya penundaan ini,” ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pendaftaran dan Domentasi Haji Kemenag Sumut, H Iyong Syahrial kepada Sumut Pos, Jumat (4/6).

Selain itu, kata Iyong, bagi calon jamaah haji dibolehkan mengambil uang pelunasan haji, sesuai surat edaran Menteri Agama RI.

“Jamaah haji yang sudah melakukan pelunasan di tahun 2020 kemarin, boleh mengajukan permohonan untuk mengambil uang pelunasannya saja,” ujarnya.

Besaran nominal uang pelunasan yang bisa diambil jamaah sambungnya, yakni berkisar Rp7 juta dari Rp32 juta ongkos keberangkatan haji tahun 2020. “Biaya haji Sumatera Utara itukan 31,7 juta, atau kita genapkanlah Rp32 juta. Sementara setoran awalnya kan Rp25 juta, artinya ada selisih ke 32 juta itu. Selisihnya itulah yang berhak mereka ambil kembali dengan mengajukan permohonan,” jelasnya.

Dengan begitu, lanjut Iyong, porsi jamaah yang mengambil selisih pelunasan berkisar Rp7 juta tersebut, tetap ada untuk keberangkatan selanjutnya. “Kalau dia ambil semua, namanya pembatalan Bipih. Kalau inikan biaya pelunasannya saja sebagaimana yang ditetapkan presiden,” urainya.

Hingga kini, katanya, telah ada jamaah yang mengambil biaya pelunasan haji. Apalagi di tengah ketidakpastian keberangkatan haji awal kemunculan pandemi Covid-19, banyak jamaah telah mengambil biaya pelunasan haji.

“Karena aturan pengembalian pelunasan ini sudah berjalan dari tahun yang lalu. Tahun ini jiga dikuatkan dengan keputusan menteri agama itu. Bagi jamaah haji yang ingin mengajukan permohonan mengambil biaya pelunasan, boleh melalui kementerian agama tempat mendaftar,” jelasnya lagi.

Iyong menamahkan, bagi jamaah yang ingin mengambil biaya pelunasan haji tidak ada persyaratan khusus. Jamaah hanya tinggal mengajukan surat permohonan tempat mendaftar di Kemenag Kabupaten/Kota. Kemudian melengkapi bukti pelunasan, disertai data pribadi. “Nanti petugas di Kabupaten/kota akan melakukan entri data melalui aplikasi siskoha,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut Maratua Simanjuntak, mengingatkan agar pemerintah menjaga amanah masyarakat yang dititipkan. Dalam hal ini, Maratua menegaskan agar dana masyarakat yang telah dibayarkan supaya tidak digunakan untuk hal lain. Apalagi kalau pemerintah mengambil keuntungan dari keputusan ini tanpa seizin yang punya uang.

“Kalau itu memang sudah dari kementerian agama, bagaimana lagi kita katakan. Cuma, kalau bisa hak jamaah itu harus dilindungi. Jangan sampai uangnya digunakan kepada yang lain,” kata Ketua MUI Sumut, Maratua Simanjuntak, Medan (3/6/2021).

Ia juga mengingatkan kepada pemerintah supaya memberikan sosialisasi bagi masyarakat yang ingin uangnya kembali. Mengingat ini merupakan kali kedua pembatalan pemberangkatan haji.

Begitu pula dengan calon jemaah yang tetap ingin menunggu keberangkatan selanjutnya. Pemerintah harus menjelaskan dan menyediakan posko pengaduan yang terjamin transparansinya.

Bahkan, Maratua menegaskan agar uang yang diminta oleh calon jamaah harus dikembalikan secara utuh tanpa potongan apapun. “Hak jamaah harus dilindungi juga dan harus difasilitasi. Harus dikembalikan, minimal sama dengan yang disetornya,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Dr H Hasan Maksum MAg menghormati keputusan pembatalan haji tahun ini. “Inikan kebijakan bilateral antar negara, kalau memang ternyata Arab Saudi punya kebijakan terkait dengan pemberangkatan haji tahun ini ada hubungannya dengan Covid-19 atau pandemi ini, ya tentu kita hormatilah sikap mereka,” kata Hasan kepada wartawan, Jumat (3/6/2021).

Hasan mengatakan, dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 ini, maka terdapat keringanan dalam menjalankan ibadah. “Karena juga kita tidak mau gara-gara alasan ibadah lalu menimbulkan mudharat yang lebih luas. Ketika ada kondisi darurat disitu ada keringanan kita boleh tidak berpuasa ketika sakit, kita boleh tidak berpuasa ketika dalam perjalanan. Puasa Ramadan itukan wajib, ada kondisi-kondisi yang menyulitkan, nah inipun (ibadah haji) seperti itu,” jelasnya.

Dia menuturkan, walau keputusan ini dirasa pahit, namun harus tetap dihormati oleh masyarakat khususnya umat Islam di Medan. “Kita hargai, kita hormati keputusan yang sudah ada, tentunya putusan ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sangat sulit tentunya, kenapa? Karena mempertimbangkan kebutuhan masyarakat muslim yang cukup luas kan untuk berangkat haji ini, mereka sudah menunggu sekian lama,” ujarnya.

Menurutnya, ini juga keputusan yang sangat berat dan pahit. Oleh karena itu Hasan berharap agar pandemi Covid-19 bisa cepat berlalu sehingga tidak ada alasan lagi pandemi ini menjadi penghalang untuk kita melaksanakan ibadah haji. “Apalagi kalau semakin lama tertunda semakin banyak waiting listnya,” pungkasnya.

Kajian Mendalam

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama resmi menunda keberangkatan haji tahun 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menag RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi.

Kementerian Agama membantah penilaian yang muncul di masyarakat bahwa membatalkan pemberangkatan jamaah haji sebagai keputusan yang terburu-buru. Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Khoirizi menegaskan, keputusan pembatalan haji yang dilakukan oleh kementeriannya itu sudah dilakukan melalui kajian mendalam.

“Keputusan itu tentu berdasarkan kajian mendalam, baik dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. Tidak benar kalau dikatakan terburu-buru,” tegas di Jakarta, Jumat (4/6).

“Pemerintah bahkan melakukan serangkaian pembahasan, baik dalam bentuk rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat panja haji dengan Komisi VIII DPR,” tambahnya.

Menurut Khoirizi, Kementerian Agama tentu berharap ada penyelenggaraan haji. Bahkan, sejak Desember 2020, Kementerian Agama sudah melakukan serangkaian persiapan, sekaligus merumuskan mitigasinya. Beragam skenario sudah disusun, mulai dari kuota normal hingga pembatasan kuota 50 persen, 30 persen, 25 persen sampai 5 persen.

Bersamaan dengan itu, persiapan penyelenggaraan dilakukan, baik di dalam dan luar negeri. Persiapan layanan dalam negeri, misalnya terkait kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya. Namun, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Bahkan menurut Khoirizi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sempat berkoordinasi secara virtual dengan Menteri Haji Arab Saudi saat itu, yakni Saleh Benten, tepatnya pada pertengahan Januari 2021 untuk mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji. Sebelumnya, Menag juga bertemu Duta Besar (Dubes) Arab Saudi Esam Abid Althagafi, dan mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji.

“Saya pada 16 Maret lalu juga berkoordinasi dengan Dubes Saudi di kantornya, membicarakan masalah penyelenggaraan ibadah haji. Semua upaya kita lakukan, meski faktanya, sampai 23 Syawwal 1442 H, Kerajaan Arab Saudi belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M,” tegasnya.

“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan,” lanjutnya.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan. Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari.

“Demi melakukan kajian lebih matang sembari berharap pandemi segera berakhir, Kemenag menunda hampir 10 hari untuk mengumumkan pembatalan. Tahun lalu, pembatalan diumumkan 10 Syawwal, tahun ini kami lakukan pada 22 Syawal,” tegasnya.

Dalam kondisinya masih sama. Pandemi Covid-19 juga masih mengancam jiwa dan pemerintah Arab Saudi juga tidak kunjung memberi kepastian mengenai pemberian kuota bagi Indonesia. Maka pemerintah akhirnya memutuskan membatalkan pemberangkatan haji 2021. “Kita lebih mengutamakan keselamatan jemaah dan memutuskan tidak memberangkatkan,” pungkasnya. (man/jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Masa daftar tunggu calon jamaah haji Indonesia kian panjang. Hal itu menyusul keputusan pemerintah membatalkan kembali pelaksanaan ibadah haji tahun 2021. Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumut menyatakan, daftar tunggu keberangkatan haji Sumut, mencapai 19 atau 20 tahun. Artinya, jika mendaftar tahun ini, maka baru bisa diberangkatkan paling cepat tahun 2040 atau 2041.

TIBA DI ASRAMA: Jamaah calon haji Embarkasi Medan saat tiba di Asrama Haji, tahun 2019 lalu. Sudah dua tahun masa pandemi Covid-19, pemerintah tak memberangkatkan jamaah ke Tanah Suci.

BERDASARKAN data dari situs resmi Kementerian Agama (Kemenag), jumlah calon jamaah haji yang sudah masuk daftar tunggu berjumlah 152.514 orang, sementara kuota untuk Sumut sebanyak 8.168 jamaah. “Daftar tunggu haji kita 19 sampai 20 tahun. Kalau tidak ada penundaan (tahun 2020 dan 2021, Red), daftar tunggunya 17 sampai 18 tahun. Jadi tambah 2 tahun karena adanya penundaan ini,” ungkap Kepala Seksi (Kasi) Pendaftaran dan Domentasi Haji Kemenag Sumut, H Iyong Syahrial kepada Sumut Pos, Jumat (4/6).

Selain itu, kata Iyong, bagi calon jamaah haji dibolehkan mengambil uang pelunasan haji, sesuai surat edaran Menteri Agama RI.

“Jamaah haji yang sudah melakukan pelunasan di tahun 2020 kemarin, boleh mengajukan permohonan untuk mengambil uang pelunasannya saja,” ujarnya.

Besaran nominal uang pelunasan yang bisa diambil jamaah sambungnya, yakni berkisar Rp7 juta dari Rp32 juta ongkos keberangkatan haji tahun 2020. “Biaya haji Sumatera Utara itukan 31,7 juta, atau kita genapkanlah Rp32 juta. Sementara setoran awalnya kan Rp25 juta, artinya ada selisih ke 32 juta itu. Selisihnya itulah yang berhak mereka ambil kembali dengan mengajukan permohonan,” jelasnya.

Dengan begitu, lanjut Iyong, porsi jamaah yang mengambil selisih pelunasan berkisar Rp7 juta tersebut, tetap ada untuk keberangkatan selanjutnya. “Kalau dia ambil semua, namanya pembatalan Bipih. Kalau inikan biaya pelunasannya saja sebagaimana yang ditetapkan presiden,” urainya.

Hingga kini, katanya, telah ada jamaah yang mengambil biaya pelunasan haji. Apalagi di tengah ketidakpastian keberangkatan haji awal kemunculan pandemi Covid-19, banyak jamaah telah mengambil biaya pelunasan haji.

“Karena aturan pengembalian pelunasan ini sudah berjalan dari tahun yang lalu. Tahun ini jiga dikuatkan dengan keputusan menteri agama itu. Bagi jamaah haji yang ingin mengajukan permohonan mengambil biaya pelunasan, boleh melalui kementerian agama tempat mendaftar,” jelasnya lagi.

Iyong menamahkan, bagi jamaah yang ingin mengambil biaya pelunasan haji tidak ada persyaratan khusus. Jamaah hanya tinggal mengajukan surat permohonan tempat mendaftar di Kemenag Kabupaten/Kota. Kemudian melengkapi bukti pelunasan, disertai data pribadi. “Nanti petugas di Kabupaten/kota akan melakukan entri data melalui aplikasi siskoha,” pungkasnya.

Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumut Maratua Simanjuntak, mengingatkan agar pemerintah menjaga amanah masyarakat yang dititipkan. Dalam hal ini, Maratua menegaskan agar dana masyarakat yang telah dibayarkan supaya tidak digunakan untuk hal lain. Apalagi kalau pemerintah mengambil keuntungan dari keputusan ini tanpa seizin yang punya uang.

“Kalau itu memang sudah dari kementerian agama, bagaimana lagi kita katakan. Cuma, kalau bisa hak jamaah itu harus dilindungi. Jangan sampai uangnya digunakan kepada yang lain,” kata Ketua MUI Sumut, Maratua Simanjuntak, Medan (3/6/2021).

Ia juga mengingatkan kepada pemerintah supaya memberikan sosialisasi bagi masyarakat yang ingin uangnya kembali. Mengingat ini merupakan kali kedua pembatalan pemberangkatan haji.

Begitu pula dengan calon jemaah yang tetap ingin menunggu keberangkatan selanjutnya. Pemerintah harus menjelaskan dan menyediakan posko pengaduan yang terjamin transparansinya.

Bahkan, Maratua menegaskan agar uang yang diminta oleh calon jamaah harus dikembalikan secara utuh tanpa potongan apapun. “Hak jamaah harus dilindungi juga dan harus difasilitasi. Harus dikembalikan, minimal sama dengan yang disetornya,” tegasnya.

Terpisah, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan, Dr H Hasan Maksum MAg menghormati keputusan pembatalan haji tahun ini. “Inikan kebijakan bilateral antar negara, kalau memang ternyata Arab Saudi punya kebijakan terkait dengan pemberangkatan haji tahun ini ada hubungannya dengan Covid-19 atau pandemi ini, ya tentu kita hormatilah sikap mereka,” kata Hasan kepada wartawan, Jumat (3/6/2021).

Hasan mengatakan, dalam kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 ini, maka terdapat keringanan dalam menjalankan ibadah. “Karena juga kita tidak mau gara-gara alasan ibadah lalu menimbulkan mudharat yang lebih luas. Ketika ada kondisi darurat disitu ada keringanan kita boleh tidak berpuasa ketika sakit, kita boleh tidak berpuasa ketika dalam perjalanan. Puasa Ramadan itukan wajib, ada kondisi-kondisi yang menyulitkan, nah inipun (ibadah haji) seperti itu,” jelasnya.

Dia menuturkan, walau keputusan ini dirasa pahit, namun harus tetap dihormati oleh masyarakat khususnya umat Islam di Medan. “Kita hargai, kita hormati keputusan yang sudah ada, tentunya putusan ini berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sangat sulit tentunya, kenapa? Karena mempertimbangkan kebutuhan masyarakat muslim yang cukup luas kan untuk berangkat haji ini, mereka sudah menunggu sekian lama,” ujarnya.

Menurutnya, ini juga keputusan yang sangat berat dan pahit. Oleh karena itu Hasan berharap agar pandemi Covid-19 bisa cepat berlalu sehingga tidak ada alasan lagi pandemi ini menjadi penghalang untuk kita melaksanakan ibadah haji. “Apalagi kalau semakin lama tertunda semakin banyak waiting listnya,” pungkasnya.

Kajian Mendalam

Sebagaimana diketahui, pemerintah melalui Kementerian Agama resmi menunda keberangkatan haji tahun 2021. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Menag RI Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji Pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 Hijriah/2021 Masehi.

Kementerian Agama membantah penilaian yang muncul di masyarakat bahwa membatalkan pemberangkatan jamaah haji sebagai keputusan yang terburu-buru. Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Khoirizi menegaskan, keputusan pembatalan haji yang dilakukan oleh kementeriannya itu sudah dilakukan melalui kajian mendalam.

“Keputusan itu tentu berdasarkan kajian mendalam, baik dari aspek kesehatan, pelaksanaan ibadah, hingga waktu persiapan. Tidak benar kalau dikatakan terburu-buru,” tegas di Jakarta, Jumat (4/6).

“Pemerintah bahkan melakukan serangkaian pembahasan, baik dalam bentuk rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat panja haji dengan Komisi VIII DPR,” tambahnya.

Menurut Khoirizi, Kementerian Agama tentu berharap ada penyelenggaraan haji. Bahkan, sejak Desember 2020, Kementerian Agama sudah melakukan serangkaian persiapan, sekaligus merumuskan mitigasinya. Beragam skenario sudah disusun, mulai dari kuota normal hingga pembatasan kuota 50 persen, 30 persen, 25 persen sampai 5 persen.

Bersamaan dengan itu, persiapan penyelenggaraan dilakukan, baik di dalam dan luar negeri. Persiapan layanan dalam negeri, misalnya terkait kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya. Namun, semuanya baru bisa diselesaikan apabila besaran kuota haji sudah diterima dari Saudi.

Bahkan menurut Khoirizi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sempat berkoordinasi secara virtual dengan Menteri Haji Arab Saudi saat itu, yakni Saleh Benten, tepatnya pada pertengahan Januari 2021 untuk mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji. Sebelumnya, Menag juga bertemu Duta Besar (Dubes) Arab Saudi Esam Abid Althagafi, dan mendiskusikan penyelenggaraan ibadah haji.

“Saya pada 16 Maret lalu juga berkoordinasi dengan Dubes Saudi di kantornya, membicarakan masalah penyelenggaraan ibadah haji. Semua upaya kita lakukan, meski faktanya, sampai 23 Syawwal 1442 H, Kerajaan Arab Saudi belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M,” tegasnya.

“Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua negara. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena penandatanganan Nota Kesepahaman memang belum dilakukan,” lanjutnya.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan. Padahal, dengan kuota 5 persen dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari.

“Demi melakukan kajian lebih matang sembari berharap pandemi segera berakhir, Kemenag menunda hampir 10 hari untuk mengumumkan pembatalan. Tahun lalu, pembatalan diumumkan 10 Syawwal, tahun ini kami lakukan pada 22 Syawal,” tegasnya.

Dalam kondisinya masih sama. Pandemi Covid-19 juga masih mengancam jiwa dan pemerintah Arab Saudi juga tidak kunjung memberi kepastian mengenai pemberian kuota bagi Indonesia. Maka pemerintah akhirnya memutuskan membatalkan pemberangkatan haji 2021. “Kita lebih mengutamakan keselamatan jemaah dan memutuskan tidak memberangkatkan,” pungkasnya. (man/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/