26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Ganti Rugi Lahan Tol Medan-Binjai Dilapor ke KPK

ist
BELUM RAMPUNG: Pintu tol Sei Rampah-Tebingtinggi yang belum rampung.

JAKARTA,SUMUTPOS.CO –  Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hakim Adhoc dan panitera, mengindikasikan adanya permainan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Tak terkecuali dalam perkara konsinyasi (ganti rugi) lahan untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai Seksi I di Tanjungmulia. Diduga telah terjadi permainan, sehingga warga yang seharusnya berhak malah tidak mendapat ganti rugi.

Adanya indikasi permainan dalam perkara konsinyasi di PN Medan ini dilaporkan ke KPK oleh Hamdani Harahap SH MH, selalu kuasa hukum Indra Kesuma, pemilik lahan seluas 1 hektar senilai Rp40 miliar di areal pembangunan jalan tol tersebut, Senin (3/9)n Dalam laporannya ke KPK, Hamdani menyebut, ada lima orang yang diduga terlibat mafia peradilan terkait pembebasan lahan Jalan Tol Medan-Binjai ini. Kelimanya yakni ST, BP, FWS, BSR, dan MN.

“Jadi yang kami laporkan ini ST, orangnya Tamin Sukardi yang diduga telah menyuap MN, mantan Ketua PN Medan yang terjerat OTT meski tidak menjadi tersangka,” ungkap Hamdani ketika ditemui di kantor Biro Pengacara Hukum dan Administrasi Citra Keadilan, Jalan Sutomo Medan, Selasa (4/9).

Ia mengatakan, begitu sistemiknya mafia peradilan di Sumut. Sehingga, dia berharap, kepada kepala PN Medan yang baru agar memperbaiki sistem peradilan itu.

Dia menceritakan indikasi permainan mafia peradilan di PN Medan terkait tanah yang menyerobot lahan kliennya, Indra Kesuma seluas 1 hektar dengan nilai Rp40 miliar. Menurutnya, kepemilikan tanah atas nama Indra Kesuma sudah berkekuatan hukum atas putusan PN Medan.

Namun karena diduga ada permainan suap yang dilakukan ST atas perintah Tamin Sukardi kepada hakim MN, selaku hakim tunggal dalam perkara konsinyasi itu, maka yang menerima uang ganti rugi malah Steven dan Darmawati. “Karena itu, kami melaporkan MN dkk ke KPK. Dia mengabaikan bukti yuridis kepemilikan tanah milik klien kami yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, tapi ganti rugi itu dialihkan ke Steven dan Darmawati. Padahal Steven dan Darmawati telah diputus pengadilan sebagai pihak yang kalah. Sehingga diduga kuat MN disogok oleh pengusaha yang terlibat dalam OTT KPK kemarin,” jelasnya.

Dengan adanya OTT KPK di PN Medan beberapa waktu lalu, sambung Hamdani, KPK harus mengembangkan lagi agar lebih luas. Sehingga pihak lain yang terlibat mafia peradilan di Sumut bisa dijerat.  ”Indikasi permainan di PN Medan ini sebelumnya juga sudah saya laporkan ke KPK pada 22 Januari 2018 lalu. Mungkin OTT KPK yang menangkap 8 orang di PN Medan kemarin adalah berkat laporan kami,” ungkapnya.

Dia berharap, KPK bisa menindak lanjuti laporannya. “Apalagi tadi saat melapor, pihak KPK berjanji akan menindaklanjutinya. Karena betapa sistemik mafia peradilan di Sumut sehingga harus diusut setuntas-tuntasnya,” pungkasnya.

Putar Balik Fakta
Sementara Awaluddin, ahli waris dari keturunan Haji Daud yang merupakan orang kepercayaan Kesultanan Deli mengaku tidak terlalu kaget dengan OTT yang dilakukan KPK terhadap hakim dan panitera di PN Medan beberapa waktu lalu. Menurutnya, selama ini mereka telah memperkirakan hal tersebut bakal terjadi. Karena, selama proses gugat-menggugat di PN Medan, hakim yang menangani perkara terkesan telah memutar balik fakta.

“Begitu tahu vonis Tamin Sukardi cukup jauh dari tuntutan jaksa, kami sekeluarga sudah menduga pasti ada permainan suap. Bahkan, kami pun sudah prediksi perkara itu pasti dipantau KPK,” kata pria yang mengaku cukup mengenal sosok Tamin Sukardi.

Disinggung soal laporan Hamdani Harahap ke KPK, Awaluddin mengaku tidak tahu. Hanya saja, dia mengamini, karena perkara itu terkait dengan lahan mereka sekeluarga. Menurutnya, ganti rugi Jalan Tol Tanjungmulia seharusnya diberikan kepada keluarga mereka. “Lahan itu adalah peninggalan dari kakek kami Haji Daud. Kakek kami adalah kepercayaan Sultan Deli yang menjadi join bisnis sultan, khususnya dalam pengadaan atap untuk pembangunan bangsal-bangsal dimasa itu,” kenang Awaluddin.

Mengenai hubungan Awaluddin dengan Indra Kusuma adalah saudara sepupu. Dimana ayah dari Awaluddin merupakan abang kandung dari ayah Indra Kusuma. “Keluarga kami saat ini sedang ada perselisihan pendapat terkait perkara ini. Soalnya, si Indra adik sepupu saya itu menggunakan dasar surat yang tidak tepat,” sebut Awaluddin.

Dijelaskannya, kuasa hukum bertahan hanya memakai Grant Sultan No 10 tahun 1898. Padahal lahan itu pada dasarnya sudah dibagi-bagi menjadi sepuluh bagian sesuai surat Lurah Tanjungmulia Lili Suhendar yang diketahui Camat Medan Deli, Drs Abdul Cholid Nasution dengan nomor 593/56 tertanggal 23 Agustus 1990. “Jujur saja, hakim yang menangani kasus itu, sudah memutar balikkan fakta. Makanya, kami berharap ini segera diungkap juga oleh KPK,” pinta Awaluddin.

Sebelumnya, pihak keluarga juga sudah menerima uang ganti rugi dari negara sewaktu dilakukan pelebaran Sungai Deli tahun 1990 yang diterima KH M Abdul Syukur dari lahan itu, tapi untuk ganti rugi bisa muncul pihak lain yang mengaku itu adalah tanah mereka. “Tanah itu, sudah dua kali diambil negara.

Pertama waktu pelebaran Sungai Deli, ganti ruginya kami yang terima. Untuk ganti rugi tol, Tim Pembebasan Jalan Tol sudah sempat menerbitkan bahwa penerima ganti rugi lahan itu adalah keluarga kami, yakni Suryadi Ahmad CS. Karena berdasarkan ganti rugi pelebaran Sungai Deli sebelumnya,” terang Awaluddin.

Ternyata, pihak lain muncul di pengadilan mengaku itu tanah mereka. Herannya, malah konsinyasi itu mau diarahkan menjadi milik Steven dan Damayanti. “Jadi apa dasarnya? Kok tiba-tiba muncul orang lain? Sementara seluruh alas hak ada pada kami,” kesal Awaluddin.

Mengenai adanya laporan ke KPK, Awaludin tidak mencampuri, karena keluarga mereka masih terjadi perselisihan. Harapannya, perkara lahan keluarga mereka ini memang sudah sepatutnya dipantau oleh aparat penegak hukum.

Sebab, selain mengingat kasus OTT yang baru terjadi, Awaluddin juga menyebutkan, banyak mafia kelas kakap yang melibatkan diri dalam perkara itu. “Ini harus diusut, karena banyak kepentingan mafia merampas tanah yang bukan haknya,” pinta Awaluddin.

Sei Rampah-Tebingtinggi Sisakan 5 Titik
Sementara, proyek pembebasan lahan untuk Jalan Tol Binjai-Medan-Tebingtinggi hingga kini masih menyisakan proses konsinyasi ganti rugi kepada warga pemilik tanah dan bangunan. Khusus untuk seksi 7 Sei Rampah-Tebingtinggi, menyisakan lima titik dari sembilan yang harus dituntaskan.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah II Sumut Pauk Ames mengatakan, hingga kini proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol belum selesai. Pasalnya masih ada bagian yang belum didapati kata sepakat perihal harga dan pembagian ganti rugi khususnya seksi 1 Tanjung Mulia untuk ruas tol Binjai-Medan. “Sampai sekarang masih sama, lagi proses konsinyasi di pengadilan. Belum selesai,” ujar Paul kepada wartawan, Selasa (4/9).

Dirinya mengatakan bahwa dalam hal upaya pembebasan lahan itu, selain belum adanya kabar soal penerimaan masyarakat, pembagian ganti rugi antara pemilik sertifikat tanah dengan warga pemilik bangunan di kawasan Tanjung Mulia juga belum menemui kata sepakat. Apalagi katanya, ada oknum tertentu yang juga harus diselesaikan perihal ganti rugi tersebut.

Sedangkan untuk lahan di seksi 1 Sei Rampah-Tebing Tinggi, sebanyak empat titk lokasi lahan sudah selesai diganti rugi. Dari sebelumnya sembilan lokasi, kini tinggal menyisakan lima bagian yang juga diselesaikan dengan sistem konsinyasi.

“Ya kalau itu sudah ada empat yang dibayar. Karena kan proses konsinyasi itu mereka (pemilik lahan) mengambil ganti ruginya di pengadilan,” katanya.

Pihaknya pun dalam waktu dekat akan ada pertemuan dengan pihak terkait membahas persoalan kesiapan dan proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang akan menghubungkan Binjai-Medan-Tebing Tinggi. Sebab tahun depan katanya, progres proyek Nasional itu akan mengarah ke ruas selanjutnya menyambungkan jalan yang sudah ada.

“Kita tunggu nanti perkembangannya bagaimana. Akan ada pertemuan dalam waktu dekat untuk membahas masalah ini,” pungkasnya. (dvs/fac/bal)

ist
BELUM RAMPUNG: Pintu tol Sei Rampah-Tebingtinggi yang belum rampung.

JAKARTA,SUMUTPOS.CO –  Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Hakim Adhoc dan panitera, mengindikasikan adanya permainan perkara di Pengadilan Negeri (PN) Medan.

Tak terkecuali dalam perkara konsinyasi (ganti rugi) lahan untuk pembangunan jalan tol Medan-Binjai Seksi I di Tanjungmulia. Diduga telah terjadi permainan, sehingga warga yang seharusnya berhak malah tidak mendapat ganti rugi.

Adanya indikasi permainan dalam perkara konsinyasi di PN Medan ini dilaporkan ke KPK oleh Hamdani Harahap SH MH, selalu kuasa hukum Indra Kesuma, pemilik lahan seluas 1 hektar senilai Rp40 miliar di areal pembangunan jalan tol tersebut, Senin (3/9)n Dalam laporannya ke KPK, Hamdani menyebut, ada lima orang yang diduga terlibat mafia peradilan terkait pembebasan lahan Jalan Tol Medan-Binjai ini. Kelimanya yakni ST, BP, FWS, BSR, dan MN.

“Jadi yang kami laporkan ini ST, orangnya Tamin Sukardi yang diduga telah menyuap MN, mantan Ketua PN Medan yang terjerat OTT meski tidak menjadi tersangka,” ungkap Hamdani ketika ditemui di kantor Biro Pengacara Hukum dan Administrasi Citra Keadilan, Jalan Sutomo Medan, Selasa (4/9).

Ia mengatakan, begitu sistemiknya mafia peradilan di Sumut. Sehingga, dia berharap, kepada kepala PN Medan yang baru agar memperbaiki sistem peradilan itu.

Dia menceritakan indikasi permainan mafia peradilan di PN Medan terkait tanah yang menyerobot lahan kliennya, Indra Kesuma seluas 1 hektar dengan nilai Rp40 miliar. Menurutnya, kepemilikan tanah atas nama Indra Kesuma sudah berkekuatan hukum atas putusan PN Medan.

Namun karena diduga ada permainan suap yang dilakukan ST atas perintah Tamin Sukardi kepada hakim MN, selaku hakim tunggal dalam perkara konsinyasi itu, maka yang menerima uang ganti rugi malah Steven dan Darmawati. “Karena itu, kami melaporkan MN dkk ke KPK. Dia mengabaikan bukti yuridis kepemilikan tanah milik klien kami yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, tapi ganti rugi itu dialihkan ke Steven dan Darmawati. Padahal Steven dan Darmawati telah diputus pengadilan sebagai pihak yang kalah. Sehingga diduga kuat MN disogok oleh pengusaha yang terlibat dalam OTT KPK kemarin,” jelasnya.

Dengan adanya OTT KPK di PN Medan beberapa waktu lalu, sambung Hamdani, KPK harus mengembangkan lagi agar lebih luas. Sehingga pihak lain yang terlibat mafia peradilan di Sumut bisa dijerat.  ”Indikasi permainan di PN Medan ini sebelumnya juga sudah saya laporkan ke KPK pada 22 Januari 2018 lalu. Mungkin OTT KPK yang menangkap 8 orang di PN Medan kemarin adalah berkat laporan kami,” ungkapnya.

Dia berharap, KPK bisa menindak lanjuti laporannya. “Apalagi tadi saat melapor, pihak KPK berjanji akan menindaklanjutinya. Karena betapa sistemik mafia peradilan di Sumut sehingga harus diusut setuntas-tuntasnya,” pungkasnya.

Putar Balik Fakta
Sementara Awaluddin, ahli waris dari keturunan Haji Daud yang merupakan orang kepercayaan Kesultanan Deli mengaku tidak terlalu kaget dengan OTT yang dilakukan KPK terhadap hakim dan panitera di PN Medan beberapa waktu lalu. Menurutnya, selama ini mereka telah memperkirakan hal tersebut bakal terjadi. Karena, selama proses gugat-menggugat di PN Medan, hakim yang menangani perkara terkesan telah memutar balik fakta.

“Begitu tahu vonis Tamin Sukardi cukup jauh dari tuntutan jaksa, kami sekeluarga sudah menduga pasti ada permainan suap. Bahkan, kami pun sudah prediksi perkara itu pasti dipantau KPK,” kata pria yang mengaku cukup mengenal sosok Tamin Sukardi.

Disinggung soal laporan Hamdani Harahap ke KPK, Awaluddin mengaku tidak tahu. Hanya saja, dia mengamini, karena perkara itu terkait dengan lahan mereka sekeluarga. Menurutnya, ganti rugi Jalan Tol Tanjungmulia seharusnya diberikan kepada keluarga mereka. “Lahan itu adalah peninggalan dari kakek kami Haji Daud. Kakek kami adalah kepercayaan Sultan Deli yang menjadi join bisnis sultan, khususnya dalam pengadaan atap untuk pembangunan bangsal-bangsal dimasa itu,” kenang Awaluddin.

Mengenai hubungan Awaluddin dengan Indra Kusuma adalah saudara sepupu. Dimana ayah dari Awaluddin merupakan abang kandung dari ayah Indra Kusuma. “Keluarga kami saat ini sedang ada perselisihan pendapat terkait perkara ini. Soalnya, si Indra adik sepupu saya itu menggunakan dasar surat yang tidak tepat,” sebut Awaluddin.

Dijelaskannya, kuasa hukum bertahan hanya memakai Grant Sultan No 10 tahun 1898. Padahal lahan itu pada dasarnya sudah dibagi-bagi menjadi sepuluh bagian sesuai surat Lurah Tanjungmulia Lili Suhendar yang diketahui Camat Medan Deli, Drs Abdul Cholid Nasution dengan nomor 593/56 tertanggal 23 Agustus 1990. “Jujur saja, hakim yang menangani kasus itu, sudah memutar balikkan fakta. Makanya, kami berharap ini segera diungkap juga oleh KPK,” pinta Awaluddin.

Sebelumnya, pihak keluarga juga sudah menerima uang ganti rugi dari negara sewaktu dilakukan pelebaran Sungai Deli tahun 1990 yang diterima KH M Abdul Syukur dari lahan itu, tapi untuk ganti rugi bisa muncul pihak lain yang mengaku itu adalah tanah mereka. “Tanah itu, sudah dua kali diambil negara.

Pertama waktu pelebaran Sungai Deli, ganti ruginya kami yang terima. Untuk ganti rugi tol, Tim Pembebasan Jalan Tol sudah sempat menerbitkan bahwa penerima ganti rugi lahan itu adalah keluarga kami, yakni Suryadi Ahmad CS. Karena berdasarkan ganti rugi pelebaran Sungai Deli sebelumnya,” terang Awaluddin.

Ternyata, pihak lain muncul di pengadilan mengaku itu tanah mereka. Herannya, malah konsinyasi itu mau diarahkan menjadi milik Steven dan Damayanti. “Jadi apa dasarnya? Kok tiba-tiba muncul orang lain? Sementara seluruh alas hak ada pada kami,” kesal Awaluddin.

Mengenai adanya laporan ke KPK, Awaludin tidak mencampuri, karena keluarga mereka masih terjadi perselisihan. Harapannya, perkara lahan keluarga mereka ini memang sudah sepatutnya dipantau oleh aparat penegak hukum.

Sebab, selain mengingat kasus OTT yang baru terjadi, Awaluddin juga menyebutkan, banyak mafia kelas kakap yang melibatkan diri dalam perkara itu. “Ini harus diusut, karena banyak kepentingan mafia merampas tanah yang bukan haknya,” pinta Awaluddin.

Sei Rampah-Tebingtinggi Sisakan 5 Titik
Sementara, proyek pembebasan lahan untuk Jalan Tol Binjai-Medan-Tebingtinggi hingga kini masih menyisakan proses konsinyasi ganti rugi kepada warga pemilik tanah dan bangunan. Khusus untuk seksi 7 Sei Rampah-Tebingtinggi, menyisakan lima titik dari sembilan yang harus dituntaskan.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Wilayah II Sumut Pauk Ames mengatakan, hingga kini proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol belum selesai. Pasalnya masih ada bagian yang belum didapati kata sepakat perihal harga dan pembagian ganti rugi khususnya seksi 1 Tanjung Mulia untuk ruas tol Binjai-Medan. “Sampai sekarang masih sama, lagi proses konsinyasi di pengadilan. Belum selesai,” ujar Paul kepada wartawan, Selasa (4/9).

Dirinya mengatakan bahwa dalam hal upaya pembebasan lahan itu, selain belum adanya kabar soal penerimaan masyarakat, pembagian ganti rugi antara pemilik sertifikat tanah dengan warga pemilik bangunan di kawasan Tanjung Mulia juga belum menemui kata sepakat. Apalagi katanya, ada oknum tertentu yang juga harus diselesaikan perihal ganti rugi tersebut.

Sedangkan untuk lahan di seksi 1 Sei Rampah-Tebing Tinggi, sebanyak empat titk lokasi lahan sudah selesai diganti rugi. Dari sebelumnya sembilan lokasi, kini tinggal menyisakan lima bagian yang juga diselesaikan dengan sistem konsinyasi.

“Ya kalau itu sudah ada empat yang dibayar. Karena kan proses konsinyasi itu mereka (pemilik lahan) mengambil ganti ruginya di pengadilan,” katanya.

Pihaknya pun dalam waktu dekat akan ada pertemuan dengan pihak terkait membahas persoalan kesiapan dan proses pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol yang akan menghubungkan Binjai-Medan-Tebing Tinggi. Sebab tahun depan katanya, progres proyek Nasional itu akan mengarah ke ruas selanjutnya menyambungkan jalan yang sudah ada.

“Kita tunggu nanti perkembangannya bagaimana. Akan ada pertemuan dalam waktu dekat untuk membahas masalah ini,” pungkasnya. (dvs/fac/bal)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/