32 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Jokowi Ngaku Tidak Mengecek Perpres DP Mobil Pejabat

Pada bagian lain Apung Widadi Manajer Advokasi Seknas Fitra menolak pemberian DP mobil yang diberikan pemerintah untuk sejumlah pejabat negara itu. Menurut dia, kebijakan itu tidak tepat. Selain itu dengan pemberian “hadiah” itu justru membuka peluang korupsi uang negara. Karena sejatinya pejabat sudah mempunyai mobil. Selain itu setiap pejabat sudah mendapatkan jatah mobil dinas.”Ini pemborosan,” ucapnya.

Menurut dia, bagi yang sudah memiliki mobil, uang itu nantinya akan dugunakan untuk kepentingan lain. Seperti untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau dibelikan keperluan lain. Apung mengaku, BPK tidak bisa melakukan audit. Karena bantuan ini diserahkan ke personal bukan ke lembaga. “BPK tidak bisa mengaudit personal,” ujarnya.

Apung mengaku pihaknya sempat mengadakan investigasi pada sejumlah anggota dewan pada 2010. Ketika uang itu dibagikan, ternyata wakil rakyat itu tidak menggunakannya untuk membeli mobil. Namun digunakan untuk kebutuhan lain.

Dia menduga, hadiah bagi sejumlah pejabat khususnya anggota DPR itu untuk memuluskan pemerintahan. Pasalnya saat ini sejumlah kebijakan pemerintahan Jokowi-JK terus diserang oleh DPR. “Ini uang tutup mulut,” paparnya.

Fitra sempat merinci dan menghitung berapa anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk DP mobil itu. Pejabat yang menerima bantuan itu jumlahnya 753 orang. Rinciannya DPR 560 orang, DPD 132 orang, Hakim Agung 40 orang, anggota KY tujuh orang , hakim MK Sembilan orang, dan anggota BPK lima orang. Jika satu orang mendapatkan bantuan Rp210.890.000 maka total APBN yang dikeluarkan mencapai Rp158,8 miliar. “Jumlah yang sangat besar,” paparnya.

Sebenarnya anggaran itu sudah ada di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010. Saat itu SBY memberikan bantuan pembelian DP mobil sebesar Rp116.650.000 per orang. Nah, ketika Jokowi menjabat presiden, anggaran itu bukannya dihilangkan, namun justru ditambah menjadi Rp210 juta atau naik 85 persen.

Apung menambahkan, penambahan uang DP mobil pejabat itu bertentangan dengan visi dan misi Jokowi-JK. Dalam kampanyenya, mantan Wali Kota Solo itu mengaku akan memajukan transportasi publik. Namun, di awal-awal pemerintahan justru memberikan bantuan uang muka pembeian mobil pada pejabat. Apung mengatakan pemberian uang DP itu sama saja mengajak masyarakat untuk ramai-ramai membeli mobil.

Lebih lanjut, Apung meminta Jokowi untuk mencabut bantuan DP tersebut. Menurut dia, uang Rp158,8 miliar lebih baik digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Dia mencontohkan di bidang pendidikan, masih banyak ruang kelas sekolah yang rusak. “Lebih bermanfaat untuk pendidikan,” terangnya. (dyn/wan/aph/ken/end/jpnn/rbb)

Pada bagian lain Apung Widadi Manajer Advokasi Seknas Fitra menolak pemberian DP mobil yang diberikan pemerintah untuk sejumlah pejabat negara itu. Menurut dia, kebijakan itu tidak tepat. Selain itu dengan pemberian “hadiah” itu justru membuka peluang korupsi uang negara. Karena sejatinya pejabat sudah mempunyai mobil. Selain itu setiap pejabat sudah mendapatkan jatah mobil dinas.”Ini pemborosan,” ucapnya.

Menurut dia, bagi yang sudah memiliki mobil, uang itu nantinya akan dugunakan untuk kepentingan lain. Seperti untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga atau dibelikan keperluan lain. Apung mengaku, BPK tidak bisa melakukan audit. Karena bantuan ini diserahkan ke personal bukan ke lembaga. “BPK tidak bisa mengaudit personal,” ujarnya.

Apung mengaku pihaknya sempat mengadakan investigasi pada sejumlah anggota dewan pada 2010. Ketika uang itu dibagikan, ternyata wakil rakyat itu tidak menggunakannya untuk membeli mobil. Namun digunakan untuk kebutuhan lain.

Dia menduga, hadiah bagi sejumlah pejabat khususnya anggota DPR itu untuk memuluskan pemerintahan. Pasalnya saat ini sejumlah kebijakan pemerintahan Jokowi-JK terus diserang oleh DPR. “Ini uang tutup mulut,” paparnya.

Fitra sempat merinci dan menghitung berapa anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk DP mobil itu. Pejabat yang menerima bantuan itu jumlahnya 753 orang. Rinciannya DPR 560 orang, DPD 132 orang, Hakim Agung 40 orang, anggota KY tujuh orang , hakim MK Sembilan orang, dan anggota BPK lima orang. Jika satu orang mendapatkan bantuan Rp210.890.000 maka total APBN yang dikeluarkan mencapai Rp158,8 miliar. “Jumlah yang sangat besar,” paparnya.

Sebenarnya anggaran itu sudah ada di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tahun 2010. Saat itu SBY memberikan bantuan pembelian DP mobil sebesar Rp116.650.000 per orang. Nah, ketika Jokowi menjabat presiden, anggaran itu bukannya dihilangkan, namun justru ditambah menjadi Rp210 juta atau naik 85 persen.

Apung menambahkan, penambahan uang DP mobil pejabat itu bertentangan dengan visi dan misi Jokowi-JK. Dalam kampanyenya, mantan Wali Kota Solo itu mengaku akan memajukan transportasi publik. Namun, di awal-awal pemerintahan justru memberikan bantuan uang muka pembeian mobil pada pejabat. Apung mengatakan pemberian uang DP itu sama saja mengajak masyarakat untuk ramai-ramai membeli mobil.

Lebih lanjut, Apung meminta Jokowi untuk mencabut bantuan DP tersebut. Menurut dia, uang Rp158,8 miliar lebih baik digunakan untuk pemenuhan sarana dan prasarana bagi masyarakat. Dia mencontohkan di bidang pendidikan, masih banyak ruang kelas sekolah yang rusak. “Lebih bermanfaat untuk pendidikan,” terangnya. (dyn/wan/aph/ken/end/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/