JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kode keras untuk kelompok DPR. Peringatan itu disampaikan dengan menetapkan anggota komisi V (mantan anggota komisi II) Miryam S Hariyani sebagai tersangka keempat dalam skandal kasus mega korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), kemarin (5/4).
Penetapan itu merespon kesaksian mencla-mencle dan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan Miryam di sidang e-KTP. Politisi Partai Hanura itupun disangka memberi keterangan tidak benar di penuntutan kasus korupsi seperti diatur pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi. ”Ini menjadi peringatan bagi semua saksi agar bicara secara benar,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin.
Miryam dihadirkan sebagai saksi sidang e-KTP pada 23 Maret. Secara mendadak, perempuan berkacamata tersebut mencabut BAP yang berisi keterangannya tentang aliran uang korupsi e-KTP ke sejumlah anggota DPR yang menjabat periode 2009-2014. Dia juga mengaku diancam penyidik saat menjalani 4 kali pemeriksaan di KPK pada Desember 2016 dan Januari lalu.
Kesaksian di pengadilan Ttipikor Jakarta itu lantas direspon KPK dengan menghadirkan tiga penyidik yang memeriksa Miryam. Yakni, Novel Baswedan, Ambarita Dumanik dan M Irwan. Sidang dengan agenda konfrontasi itu digelar sepekan berikutnya atau 30 Maret.
Dari situlah indikasi keterangan palsu yang disampaikan Miryam terungkap. Di hadapan majelis hakim, penyidik KPK menunjukan bukti rekaman video pemeriksaan Miryam. Di video itu tidak ada satupun indikasi adanya ancaman yang dilakukan penyidik. Pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur KPK. ”Bukti rekaman pemeriksaan kami gunakan dalam proses persidangan,” ujar Febri.
Kasus Miryam pernah dialami Muchtar Effendi, orang dekat mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Pada 2014, Muchtar ditetapkan tersangka oleh KPK dengan dugaan memberikan keterangan palsu saat bersaksi di kasus suap sengketa pilkada beberapa daerah dengan terdakwa Akil Mochtar. Berikutnya, pertengahan Maret lalu, Muchtar kembali berstatus tersangka atas dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi tersebut.
JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kode keras untuk kelompok DPR. Peringatan itu disampaikan dengan menetapkan anggota komisi V (mantan anggota komisi II) Miryam S Hariyani sebagai tersangka keempat dalam skandal kasus mega korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), kemarin (5/4).
Penetapan itu merespon kesaksian mencla-mencle dan pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dilakukan Miryam di sidang e-KTP. Politisi Partai Hanura itupun disangka memberi keterangan tidak benar di penuntutan kasus korupsi seperti diatur pasal 22 UU Tindak Pidana Korupsi. ”Ini menjadi peringatan bagi semua saksi agar bicara secara benar,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kemarin.
Miryam dihadirkan sebagai saksi sidang e-KTP pada 23 Maret. Secara mendadak, perempuan berkacamata tersebut mencabut BAP yang berisi keterangannya tentang aliran uang korupsi e-KTP ke sejumlah anggota DPR yang menjabat periode 2009-2014. Dia juga mengaku diancam penyidik saat menjalani 4 kali pemeriksaan di KPK pada Desember 2016 dan Januari lalu.
Kesaksian di pengadilan Ttipikor Jakarta itu lantas direspon KPK dengan menghadirkan tiga penyidik yang memeriksa Miryam. Yakni, Novel Baswedan, Ambarita Dumanik dan M Irwan. Sidang dengan agenda konfrontasi itu digelar sepekan berikutnya atau 30 Maret.
Dari situlah indikasi keterangan palsu yang disampaikan Miryam terungkap. Di hadapan majelis hakim, penyidik KPK menunjukan bukti rekaman video pemeriksaan Miryam. Di video itu tidak ada satupun indikasi adanya ancaman yang dilakukan penyidik. Pemeriksaan dilakukan sesuai prosedur KPK. ”Bukti rekaman pemeriksaan kami gunakan dalam proses persidangan,” ujar Febri.
Kasus Miryam pernah dialami Muchtar Effendi, orang dekat mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar. Pada 2014, Muchtar ditetapkan tersangka oleh KPK dengan dugaan memberikan keterangan palsu saat bersaksi di kasus suap sengketa pilkada beberapa daerah dengan terdakwa Akil Mochtar. Berikutnya, pertengahan Maret lalu, Muchtar kembali berstatus tersangka atas dugaan keterlibatan dalam kasus korupsi tersebut.