28 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Ketahuilah, Ini Kurs Rupiah Terlemah sejak Krismon 98

Dolar-Ilustrasi
Dolar-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Merujuk data Bloomberg, kurs rupiah kemarin bertengger di posisi Rp 13.291 per USD. Angka tersebut turun tipis bila dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya, yakni Rp 13.281 per USD.

Sedangkan dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), kurs rupiah berakhir di level Rp 13.288 bila dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang sebesar Rp 13.243 per USD.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menilai, kurs rupiah yang sudah setara dengan kurs saat krisis moneter (krismon) 1998 itu mayoritas disebabkan sentimen eksternal.

”Kami selalu pantau nilai tukar rupiah dari hari ke hari, dari waktu ke waktu. Memang beberapa hari belakangan sentimen agak memburuk karena pengaruh dari pernyataan Bank Sentral AS (The Fed) dan negosiasi yang tidak begitu menggembirakan soal utang Yunani,” ujarnya di Jakarta kemarin (5/6).

Hal tersebut, lanjut dia, diperparah dengan kondisi akhir Mei lalu, kala kebutuhan valuta asing (valas) melonjak untuk pembayaran utang luar negeri. Sedangkan kondisi global saat ini masih terkait dengan isu-isu tentang kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga.

”Kalau dilihat, faktor-faktor fundamental ekonomi AS terus membaik. Yang kami pantau terus juga ada kecenderungan upah tenaga kerja AS sudah naik. Kenaikan kali ini lebih cepat daripada tahun lalu,” katanya.

Halim mengungkapkan, biasanya, saat upah sudah naik, inflasi di AS cenderung naik. Apabila inflasi naik, besar kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga.

Rencana kenaikan suku bunga The Fed itulah yang membuat mata uang global, termasuk rupiah, terus melemah. Posisi terendah rupiah terhadap dolar AS pernah tembus Rp 16.650 saat krisis moneter Juni 1998. Setelah itu, rupiah juga terpuruk ke Rp 12.650 kala krisis subprime mortgage di AS pada akhir 2008.

Di sisi lain, cadangan devisa (cadev) BI terus terkuras gara-gara menahan penurunan rupiah lebih dalam. Posisi cadev akhir Mei 2015 tercatat USD 110,8 miliar atau turun USD 100 juta bila dibandingkan dengan akhir April lalu yang sebesar USD 110,9 miliar.

”Salah satu penyebab penurunan tersebut yakni upaya BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah,” imbuh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Tirta mengatakan, perkembangan posisi cadev dipengaruhi kenaikan kebutuhan devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Meski demikian, penerimaan devisa dari penerbitan sukuk global pemerintah mampu menahan penurunan cadev lebih lanjut.

Dengan perkembangan tersebut, posisi cadev per akhir Mei masih cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

”BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” tambahnya.(dee/c11/oki)

Dolar-Ilustrasi
Dolar-Ilustrasi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Merujuk data Bloomberg, kurs rupiah kemarin bertengger di posisi Rp 13.291 per USD. Angka tersebut turun tipis bila dibandingkan dengan penutupan hari sebelumnya, yakni Rp 13.281 per USD.

Sedangkan dari Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI), kurs rupiah berakhir di level Rp 13.288 bila dibandingkan dengan sehari sebelumnya yang sebesar Rp 13.243 per USD.

Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah menilai, kurs rupiah yang sudah setara dengan kurs saat krisis moneter (krismon) 1998 itu mayoritas disebabkan sentimen eksternal.

”Kami selalu pantau nilai tukar rupiah dari hari ke hari, dari waktu ke waktu. Memang beberapa hari belakangan sentimen agak memburuk karena pengaruh dari pernyataan Bank Sentral AS (The Fed) dan negosiasi yang tidak begitu menggembirakan soal utang Yunani,” ujarnya di Jakarta kemarin (5/6).

Hal tersebut, lanjut dia, diperparah dengan kondisi akhir Mei lalu, kala kebutuhan valuta asing (valas) melonjak untuk pembayaran utang luar negeri. Sedangkan kondisi global saat ini masih terkait dengan isu-isu tentang kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga.

”Kalau dilihat, faktor-faktor fundamental ekonomi AS terus membaik. Yang kami pantau terus juga ada kecenderungan upah tenaga kerja AS sudah naik. Kenaikan kali ini lebih cepat daripada tahun lalu,” katanya.

Halim mengungkapkan, biasanya, saat upah sudah naik, inflasi di AS cenderung naik. Apabila inflasi naik, besar kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga.

Rencana kenaikan suku bunga The Fed itulah yang membuat mata uang global, termasuk rupiah, terus melemah. Posisi terendah rupiah terhadap dolar AS pernah tembus Rp 16.650 saat krisis moneter Juni 1998. Setelah itu, rupiah juga terpuruk ke Rp 12.650 kala krisis subprime mortgage di AS pada akhir 2008.

Di sisi lain, cadangan devisa (cadev) BI terus terkuras gara-gara menahan penurunan rupiah lebih dalam. Posisi cadev akhir Mei 2015 tercatat USD 110,8 miliar atau turun USD 100 juta bila dibandingkan dengan akhir April lalu yang sebesar USD 110,9 miliar.

”Salah satu penyebab penurunan tersebut yakni upaya BI melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah,” imbuh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara.

Tirta mengatakan, perkembangan posisi cadev dipengaruhi kenaikan kebutuhan devisa, antara lain untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. Meski demikian, penerimaan devisa dari penerbitan sukuk global pemerintah mampu menahan penurunan cadev lebih lanjut.

Dengan perkembangan tersebut, posisi cadev per akhir Mei masih cukup untuk membiayai 7,1 bulan impor atau 6,8 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka itu berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.

”BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” tambahnya.(dee/c11/oki)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/