Dalam pesan itu, Luhut Panjaitan digeser. Jabatan Menko Polhukam akan dia tinggalkan, pindah menjadi Menteri Utama yang membawahi para menko. So, ini bakal menjadi lembaga baru.
Pengganti Luhut? Muncul sosok Johny Lumintang, pria asal Minahasa, lulusan AKABRI 1970 yang terakhir menjabat Sekjen Dephan.
Rini Soemarno juga disebut akan digoyang, dari Menteri BUMN ke jabatan barunya sebagai Menteri Perhubungan. Untuk posisi Menteri BUMN masih digodok Jokowi dan kemungkinan besar akan diisi perwakilan dari parpol.
Sementara Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dicopot, dan posisinya akan diisi oleh Marwan Jafar, politikus PKB yang kini menjabat Menteri Desa Tertinggal dan Transmigrasi.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursydan Baldan juga dicopot. Posisinya akan diisi Teten Masduki. Sementara Menteri PAN-RB Yuddy Chrisnandi akan diganti kader Partai Amanat Nasional (PAN).
Jaksa Agung M. Prasetyo juga akan dicopot dan posisinya akan diisi Todung Mulya Lubis. Kabarnya, Todung sudah dipanggil Jokowi ke Istana Negara dua hari lalu.
Rumor terakhir, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Basuki dicopot, diganti dari profesional, salah satunya dirjen di PU.
Saat ditanya terkait namanya masuk dalam bursa menteri yang akan reshuffle, Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengaku tak tahu. Ia berdalih masalah reshuffle kabinet merupakan urusan Presiden Jokowi yang memiliki hak prerogatif. “Kamunya presiden ya?” canda Luhut saat ditanya awak media di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan. “Enggak tahu saya, saya enggak tahu, itu hak prerogatif presiden, saya tidak tahu,” tambahnya.
Tim Komunikasi Presiden Ari Dwipayana menegaskan, Undang-undang Kementerian tak menyebut adanya jabatan menteri utama. “Di Undang-undang Kementerian tidak ada istilah menteri utama. Jadi presiden harus menjalankan Undang-undang,” katanya pada wartawan.
Ari menyampaikan, banyaknya rumor soal perombakan kabinet itu, Presiden Jokowi meminta menteri tetap fokus bekerja sesuai tugasnya masing-masing. “Para menteri tidak harus terganggu oleh isu atau wacana reshuffle,” ucap Ari.
Di sisi lain, dia membenarkan bahwa evaluasi terhadap kinerja Kabinet tengah dan terus dilakukan Presiden. Ada tolak ukur kinerja yang harus dipenuhi semua menteri. Ari menyebut, sejak membentuk Kabinet Kerja, Presiden dan menteri-menterinya memiliki semacam pakta integritas dan kesepakatan kerja tentang apa yang harus dilakukan menteri. Hal itu lah yang menjadi dasar bagi Jokowi untuk melakukan evaluasi.
Terpisah, Dosen ilmu hukum Universitas Al Azhar, Rahmat Bagja menilai, langkah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Yuddy Chrisnandi mengevaluasi kinerja kementerian dan lembaga negara dan dipublikasikan, sebagai pemicu gaduh baru di internal kabinet.
“Pada akhirnya ini semakin mempersulit komunikasi kabinet ini,” kata Rahmat Bagja, di Gedung DPR RI, Senayan Jakarta, Kamis (71).
Padahal lanjut dia, substansi dari keberadaan kementerian dan lembaga negara adalah untuk pelayanan publik. “Kalau itu domainnya, tugaskan saja Ombudsman seperti yang dilakukan oleh Pemerintahan Belanda. Dengan begitu, Kemenpan RB sendiri, juga harus dievaluasi,” ujarnya.
Tapi karena yang mengevaluasi adalah kementerian, lanjutnya, maka yang terjadi adalah saling serang di antara pembantu Presiden Jokowi. Dikatakan, saling serang antarmenteri juga terjadi di era Presiden SBY. Hanya saja kata Rahmat, eskalasinya tidak sevulgar saat ini.
“Tapi di era Presiden Jokowi, sudah terang-terangan banget aksi saling serang di antara pembantu Presiden. Ibaratnya, ini sudah jeruk makan jeruk,” tegas dia.
Padahal lanjutnya, dimana pun negara di dunia, institusi yang paling berhak memberikan penilaian terhadap kinerja para menteri adalah presiden. Presiden Jokowi tak bisa lepas tangan dari soal ini.
“Karena itu, jadi aneh saja kalau presiden, wakil presiden serta Menko Polhukam bilang para menteri jangan bikin gaduh. Di sisi lain, boro-boro menertibkan, Menpan RB disengaja atau tidak malah bikin gaduh di awal tahun 2016,” pungkas Rahmat Bagja.
(dyn/owi/gun/fat/dna/end/chi/jpg/ril)