25 C
Medan
Friday, March 7, 2025

Korupsi E-KTP: Lima Politisi Sumut Masuk Daftar, Satu Meninggal

Kemudian tentang aliran dana, sosok M Nazaruddin yang paling sering ‘bernyanyi’. Chairuman pun pernah membantah pernyataan Nazaruddin bila Komisi II DPR menerima aliran dana e-KTP.

“Ah kata dia (Nazaruddin). Ya buktikan saja sama dia. Itu kata dia, saya kenal juga nggak,” kata Chairuman.

Pun ada pula saksi yang tidak hadir meski dipanggil KPK. Salah satunya yaitu Yasonna Laoly yang memang tengah sibuk menjalankan tugas sebagai Menteri Hukum dan HAM ketika dipanggil KPK.

“Sebagai orang hukum, saya harus patuh pada hukum. Tapi waktu itu saya ke Hong Kong. Ada urusan yang penting, tugas negara, ke Departemen Kehakiman Hong Kong. Kalau dijadwalkan (pemanggilan) lagi, no problem,” kata Yasonna.

Yang pasti, KPK akan membuka seterang-terangnya tentang siapa saja yang terlibat dan menerima aliran uang di kasus itu. Sejauh ini, KPK menyebut ada pengembalian uang senilai Rp250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Namun Febri tidak merinci perusahaan dan orang-orang itu. Di antara 14 orang tersebut, ada pula anggota DPR, tetapi Febri lagi-lagi enggan membeberkannya.

“Kasus indikasi korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik, sampai dengan saat ini ada pengembalian uang ke KPK Rp250 miliar. Pengembalian uang dari sejumlah korporasi, tepatnya dari 5 korporasi dan 1 konsorsium. Dari korporasi dan konsorsium nilainya Rp 220 miliar. Kemudian ada pengembalian dari 14 orang ini yang informasinya cukup kooperatif. Uang yang dikembalikan dari 14 orang tersebut total nilainya Rp30 miliar,” kata Febri.

Terlepas dari itu, Febri menegaskan surat dakwaan nanti akan menguraikan banyak hal, termasuk indikasi aliran uang dalam kasus tersebut. Pengembalian uang yang dilakukan banyak pihak itu ditegaskan tidak akan menghapus unsur tindak pidana.

“Jadi, ketika disampaikan ada nama besar, nanti sama-sama kita lihat di dakwaan, siapa nama besar tersebut, apa perannya, dan apakah ada indikasi aliran dana terhadap nama-nama tersebut. Karena dalam kasus e-KTP ini, kita melihat ada indikasi persoalan sejak proses perencanaan. Dan ada indikasi aliran dana pada sejumlah pihak. Jadi ini bukan hanya proses pengadaan saja, tetapi sebagian penyimpangan dalam proses pengadaan ini salah satunya adalah terkait dengan kolusi yang ada dan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak,” ucap Febri.

KPK menegaskan selaku penegak hukum tentu KPK bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, KPK juga wajib menyampaikan perkembangan kinerja KPK sesuai dengan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

“Kami tentu sebagai penegak hukum akan bekerja sesuai dengan proses hukum yang ada. Nanti di dakwaan akan dibacakan tanggal 9 Maret. Setelah itu kita akan ajukan bukti-bukti. KPK akan mempelajari informasi dan fakta-fakta persidangan, jika ditemukan bukti permulaan yang cukup, perkara ini kita kembangkan, dan semua sesuai dengan aturan hukum yang ada,” ucap  Febri Diansyah.

“Selain itu kami juga punya kewajiban menurut Undang-undang untuk menyampaikan perkembangan kinerja KPK. Karena itulah perkembangan misalnya proses penyidikan atau pun tuntutan atau informasi-informasi lain terkait dengan substansi sepanjang itu tidak terlalu detail akan kami sampaikan kepada publik,” imbuhnya. (net/bbs)

Kemudian tentang aliran dana, sosok M Nazaruddin yang paling sering ‘bernyanyi’. Chairuman pun pernah membantah pernyataan Nazaruddin bila Komisi II DPR menerima aliran dana e-KTP.

“Ah kata dia (Nazaruddin). Ya buktikan saja sama dia. Itu kata dia, saya kenal juga nggak,” kata Chairuman.

Pun ada pula saksi yang tidak hadir meski dipanggil KPK. Salah satunya yaitu Yasonna Laoly yang memang tengah sibuk menjalankan tugas sebagai Menteri Hukum dan HAM ketika dipanggil KPK.

“Sebagai orang hukum, saya harus patuh pada hukum. Tapi waktu itu saya ke Hong Kong. Ada urusan yang penting, tugas negara, ke Departemen Kehakiman Hong Kong. Kalau dijadwalkan (pemanggilan) lagi, no problem,” kata Yasonna.

Yang pasti, KPK akan membuka seterang-terangnya tentang siapa saja yang terlibat dan menerima aliran uang di kasus itu. Sejauh ini, KPK menyebut ada pengembalian uang senilai Rp250 miliar dari berbagai pihak, yaitu 5 korporasi, 1 konsorsium, dan 14 orang. Namun Febri tidak merinci perusahaan dan orang-orang itu. Di antara 14 orang tersebut, ada pula anggota DPR, tetapi Febri lagi-lagi enggan membeberkannya.

“Kasus indikasi korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik, sampai dengan saat ini ada pengembalian uang ke KPK Rp250 miliar. Pengembalian uang dari sejumlah korporasi, tepatnya dari 5 korporasi dan 1 konsorsium. Dari korporasi dan konsorsium nilainya Rp 220 miliar. Kemudian ada pengembalian dari 14 orang ini yang informasinya cukup kooperatif. Uang yang dikembalikan dari 14 orang tersebut total nilainya Rp30 miliar,” kata Febri.

Terlepas dari itu, Febri menegaskan surat dakwaan nanti akan menguraikan banyak hal, termasuk indikasi aliran uang dalam kasus tersebut. Pengembalian uang yang dilakukan banyak pihak itu ditegaskan tidak akan menghapus unsur tindak pidana.

“Jadi, ketika disampaikan ada nama besar, nanti sama-sama kita lihat di dakwaan, siapa nama besar tersebut, apa perannya, dan apakah ada indikasi aliran dana terhadap nama-nama tersebut. Karena dalam kasus e-KTP ini, kita melihat ada indikasi persoalan sejak proses perencanaan. Dan ada indikasi aliran dana pada sejumlah pihak. Jadi ini bukan hanya proses pengadaan saja, tetapi sebagian penyimpangan dalam proses pengadaan ini salah satunya adalah terkait dengan kolusi yang ada dan indikasi aliran dana pada sejumlah pihak,” ucap Febri.

KPK menegaskan selaku penegak hukum tentu KPK bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku. Selain itu, KPK juga wajib menyampaikan perkembangan kinerja KPK sesuai dengan Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

“Kami tentu sebagai penegak hukum akan bekerja sesuai dengan proses hukum yang ada. Nanti di dakwaan akan dibacakan tanggal 9 Maret. Setelah itu kita akan ajukan bukti-bukti. KPK akan mempelajari informasi dan fakta-fakta persidangan, jika ditemukan bukti permulaan yang cukup, perkara ini kita kembangkan, dan semua sesuai dengan aturan hukum yang ada,” ucap  Febri Diansyah.

“Selain itu kami juga punya kewajiban menurut Undang-undang untuk menyampaikan perkembangan kinerja KPK. Karena itulah perkembangan misalnya proses penyidikan atau pun tuntutan atau informasi-informasi lain terkait dengan substansi sepanjang itu tidak terlalu detail akan kami sampaikan kepada publik,” imbuhnya. (net/bbs)

spot_img

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

spot_imgspot_imgspot_img

Artikel Terbaru