26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Dua Perwira TNI Tewas

Terjadi Saat Latihan SAR

SITUBONDO – Latihan SAR (search and rescue) TNI AL di perairan Pasir Putih, Situbondo kemarin, berubah menjadi operasi penyelamatan yang sebenarnya. Sebab, dua perwira menengah yang sedianya berperan sebagai korban tenggelamnya kapal selam KRI Cakra meregang nyawa karena dekompresi.

Informasi yang dikumpulkan Jawa Pos (grup Sumut Pos), kejadian itu bermula saat TNI AL melakukan latihan SAR selama dua hari di Pasir Putih. Skenarionya, kapal selam dengan nomor lambung 401 itu karam bersama enam personelnya. Lantas, ada tim yang melakukan penyelamatan dengan menjemput personel melalui conning.

Dalam skenario itu, conning atau tower kapal selam menjadi satu-satunya pintu bagi prajurit untuk keluar. Sebenarnya, dalam latihan dua hari yang rencananya berakhir kemarin itu sudah dipersiapkan dengan matang. Buktinya, sangat banyak armada milik pasukan dengan semboyan Jalesveva Jayamahe itu yang diterjunkan.

Koarmatim melibatkan satu kapal selam, tiga kapal, dua tim dari Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), satu Ponton Lumba-Lumba, satu tim Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska), serta dua Tim Kesehatan dari Lakesla dan RSAL Dr Ramelan Surabaya. Begitu juga dengan unsur udara seperti Pesawat Cassa dan 1 Heli BO-105. ’’Kami tidak menyangka musibah tersebut terjadi,’’ ujar seorang sumber Jawa Pos di lokasi.

Dalam latihan kemarin, pada kesempatan pertama, dua prajurit keluar dari conning dan berhasil sampai di permukaan laut dengan selamat. Proses latihan penyelamatan pada tahap ini bisa dikatakan sangat cepat. Dua orang yang berperan sebagai korban pertama berhasil mencapai permukaan sekitar 15 menit setelah tim penolong turun. Namun, entah kenapa pada sesi kedua untuk korban ketiga dan keempat tidak seperti itu. Waktu 15 menit pertama berlalu tanpa ada tanda-tanda penyelamatan berhasil dilakukan.

Tim yang mencoba tenang lantas tidak bisa menyembunyikan lagi kepanikannya saat melihat dua prajurit itu muncul ke permukaan dengan kondisi mengenaskan. Darah segar keluar dari hidung dan telinga, sedangkan di mulut kedua perwira menengah itu terlihat berbusa.

Saat muncul ke permukaan, keduanya masih mengenakan seragam seperti pelampung berwarna merah. Udara yang berada di seragam itu membuat kedua korban otomatis mencapai permukaan laut.  Melihat itu, semuanya langsung teriak. ”Emergency, emergency. Kena dekompresi,’’ ujar salah seorang anggota SAR.

Tim lantas mengevakuasi korban yang belakangan diketahui sebagai Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Armatim Kolonel Laut (P) Jeffry Stanly Sanggel dan Kepala Kamar Mesin (KKM) Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo tersebut. Berbagai upaya dilakukan dengan keras untuk menyelamatkan keduanya.

Radar Banyuwangi (grup Sumut Pos) melaporkan, setelah diangkat dari air, anggota TNI AL langsung membawa Kolonel Jeffry dan Mayor Eko Idang ke Kapal Ponton Lumba-Lumba yang sudah siap di lokasi. Kondisi keduanya saat itu sudah lemas. Bahkan, salah seorang di antaranya sudah mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Sedangkan seorang lagi juga muntah-muntah.

Wartawan peliput saat itu berada di kapal Ponton Lumba-Lumba. Namun, setelah tubuh Kolonel Jeffy dan Mayor Eko dibawa ke kapal tersebut, para wartawan dibawa menuju pantai dengan kapal cambat Kopaska.
Setelah berusaha ditolong, kondisi keduanya tidak kunjung membaik. Dalam kondisi kritis, tim lantas memutuskan membawa keduanya ke RSAL dr Ramelan Surabaya. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Keduanya meninggal. ’’Atas nama Pangarmatim, kami mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Kami memohon maaf terhadap keluarga dan semoga diberikan ketabahan,’’ kata Kadispen Armatim Letkol Laut (KH) Yayan Sugiana.

Kejadian tersebut tentu saja membuat latihan SAR harus berakhir lebih cepat. Kapal selam buatan Jerman Barat tahun 1977 yang diparkir di kedalaman 21 meter itu lantas dibawa naik ke permukaan. Latihan pun berakhir dengan duka mendalam bagi keluarga TNI AL.

Lebih lanjut Yayan menjelaskan, musibah tersebut tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dia juga sangat menghormati dua koleganya itu.

Kepala Pusat Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Untung Surapati memastikan kalau kondisi kapal sebenarnya baik. (dim/riq/pri/jpnn/nw)

Terjadi Saat Latihan SAR

SITUBONDO – Latihan SAR (search and rescue) TNI AL di perairan Pasir Putih, Situbondo kemarin, berubah menjadi operasi penyelamatan yang sebenarnya. Sebab, dua perwira menengah yang sedianya berperan sebagai korban tenggelamnya kapal selam KRI Cakra meregang nyawa karena dekompresi.

Informasi yang dikumpulkan Jawa Pos (grup Sumut Pos), kejadian itu bermula saat TNI AL melakukan latihan SAR selama dua hari di Pasir Putih. Skenarionya, kapal selam dengan nomor lambung 401 itu karam bersama enam personelnya. Lantas, ada tim yang melakukan penyelamatan dengan menjemput personel melalui conning.

Dalam skenario itu, conning atau tower kapal selam menjadi satu-satunya pintu bagi prajurit untuk keluar. Sebenarnya, dalam latihan dua hari yang rencananya berakhir kemarin itu sudah dipersiapkan dengan matang. Buktinya, sangat banyak armada milik pasukan dengan semboyan Jalesveva Jayamahe itu yang diterjunkan.

Koarmatim melibatkan satu kapal selam, tiga kapal, dua tim dari Dinas Penyelamatan Bawah Air (Dislambair), satu Ponton Lumba-Lumba, satu tim Satuan Komando Pasukan Katak (Satkopaska), serta dua Tim Kesehatan dari Lakesla dan RSAL Dr Ramelan Surabaya. Begitu juga dengan unsur udara seperti Pesawat Cassa dan 1 Heli BO-105. ’’Kami tidak menyangka musibah tersebut terjadi,’’ ujar seorang sumber Jawa Pos di lokasi.

Dalam latihan kemarin, pada kesempatan pertama, dua prajurit keluar dari conning dan berhasil sampai di permukaan laut dengan selamat. Proses latihan penyelamatan pada tahap ini bisa dikatakan sangat cepat. Dua orang yang berperan sebagai korban pertama berhasil mencapai permukaan sekitar 15 menit setelah tim penolong turun. Namun, entah kenapa pada sesi kedua untuk korban ketiga dan keempat tidak seperti itu. Waktu 15 menit pertama berlalu tanpa ada tanda-tanda penyelamatan berhasil dilakukan.

Tim yang mencoba tenang lantas tidak bisa menyembunyikan lagi kepanikannya saat melihat dua prajurit itu muncul ke permukaan dengan kondisi mengenaskan. Darah segar keluar dari hidung dan telinga, sedangkan di mulut kedua perwira menengah itu terlihat berbusa.

Saat muncul ke permukaan, keduanya masih mengenakan seragam seperti pelampung berwarna merah. Udara yang berada di seragam itu membuat kedua korban otomatis mencapai permukaan laut.  Melihat itu, semuanya langsung teriak. ”Emergency, emergency. Kena dekompresi,’’ ujar salah seorang anggota SAR.

Tim lantas mengevakuasi korban yang belakangan diketahui sebagai Komandan Satuan Kapal Selam (Dansatsel) Armatim Kolonel Laut (P) Jeffry Stanly Sanggel dan Kepala Kamar Mesin (KKM) Mayor Laut (T) Eko Idang Prabowo tersebut. Berbagai upaya dilakukan dengan keras untuk menyelamatkan keduanya.

Radar Banyuwangi (grup Sumut Pos) melaporkan, setelah diangkat dari air, anggota TNI AL langsung membawa Kolonel Jeffry dan Mayor Eko Idang ke Kapal Ponton Lumba-Lumba yang sudah siap di lokasi. Kondisi keduanya saat itu sudah lemas. Bahkan, salah seorang di antaranya sudah mengeluarkan darah dari mulut dan hidung. Sedangkan seorang lagi juga muntah-muntah.

Wartawan peliput saat itu berada di kapal Ponton Lumba-Lumba. Namun, setelah tubuh Kolonel Jeffy dan Mayor Eko dibawa ke kapal tersebut, para wartawan dibawa menuju pantai dengan kapal cambat Kopaska.
Setelah berusaha ditolong, kondisi keduanya tidak kunjung membaik. Dalam kondisi kritis, tim lantas memutuskan membawa keduanya ke RSAL dr Ramelan Surabaya. Tapi, Tuhan berkehendak lain. Keduanya meninggal. ’’Atas nama Pangarmatim, kami mengucapkan belasungkawa sedalam-dalamnya. Kami memohon maaf terhadap keluarga dan semoga diberikan ketabahan,’’ kata Kadispen Armatim Letkol Laut (KH) Yayan Sugiana.

Kejadian tersebut tentu saja membuat latihan SAR harus berakhir lebih cepat. Kapal selam buatan Jerman Barat tahun 1977 yang diparkir di kedalaman 21 meter itu lantas dibawa naik ke permukaan. Latihan pun berakhir dengan duka mendalam bagi keluarga TNI AL.

Lebih lanjut Yayan menjelaskan, musibah tersebut tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Dia juga sangat menghormati dua koleganya itu.

Kepala Pusat Penerangan TNI AL, Laksamana Pertama Untung Surapati memastikan kalau kondisi kapal sebenarnya baik. (dim/riq/pri/jpnn/nw)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/