28.9 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Gatot dan Sutiyoso Umbar Janji

LAILY/PRESIDENTIAL PALACE /AFP PHOTO SALAM KOMANDO: Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan) usai dilantik Presiden Joko Widodo kemarin.
LAILY/PRESIDENTIAL PALACE /AFP PHOTO
SALAM KOMANDO: Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan) usai dilantik Presiden Joko Widodo kemarin.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) resmi punya pimpinan baru,
Jenderal Gatot Nurmantyo dan Letjen (Purn) Sutiyoso dilantik secara beriringan oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Gatot resmi mengisi posisi Jenderal Moeldoko yang akan memasuki masa pensiun pada Agustus 2015 nanti. Sedangkan, Sutiyoso menggantikan Marciano Norman. Meski baru dilantik, keduanya masing-masing sudah punya ancang-ancang tentang apa saja yang prioritas perlu dilakukan ketika menjabat nantinya. “
“Tidak ada alternatif lain, kedepan harus mengembangkan dan menguatkan TNI AL dan AU,” tutur Gatot, usai prosesi pelantikan. Dia menegaskan, upaya yang sudah dimulai di era kepemimpinan Moeldoko tersebut penting dilakukan untuk menopang visi presiden tentang Indonesia yang merupakan poros maritim dunia.”
Menurut dia, langkah itu dicapai salah satunya dengan menambah jumlah alutsista untuk kedua matra tersebut. Mulai dari kapal, kapal selam, pesawat, hingga radar. “Seluruh wilayah Nusantara ini harus bisa terpantau, bisa diamankan, dan apabila terjadi hal-hal yang emergency bisa cepat kita bereaksi,” paparnya.”
Selain upaya di dalam negeri, tambah Gatot, dirinya juga akan mengintensifkan diplomasi militer. Terutama, dengan negara-negara ASEAN. Selain untuk mewujudkan situasi regional yang kondusif, sinergi itu juga penting untuk menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN bisa menjadi contoh koordinasi kawasan antar angkatan bersenjata yang baik.”
“Saya akan sarankan latihan gabungan antarnegara ASEAN, sehingga prajurit terendah hingga teratas bisa berinteraksi bersama,” bebernya, menggambarkan prioritas kerjanya kedepan.”
Sementara itu, Sutiyoso membeberkan tentang niatnya untuk menjadikan BIN kedepan menjadi lebih terbuka. Terutama, terkait informasi dan masukan dari publik. “Agar BIN menjadi lebih tangguh dan profesional, BIN butuh masukan yang banyak, termasuk dari masyarakat,” kata Sutiyoso.

Selain penguatan di internal dengan menambah jumlah dan kapasitas personel, menurut dia, BIN nantinya akan mulai banyak melibatkan masyarakat untuk turut menjaga keamanan negara. Khususnya, dalam hal deteksi dini potensi ancaman. “Ini perlu dilakukan, karena rata-rata satu anggota (intelijen) menghandle tiga kabupaten, itu tidak masuk akal, apalagi di luar Jawa,” bebernya.

Selain para menteri, pelantikan keduanya juga dihadiri sejumlah perwakilan pimpinan lembaga negara. Moeldoko dan Marciano termasuk yang turut hadir dalam acara tersebut.

Memalukan Istana
Lucunya, ada kesalahan teknis yang terjadi pada undangan pelantikan tersebut. Anggota Komisi I DPR Rachel Maryam Sayidina pun mengatakan, kesalahan penulisan Badan Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional yang dilakukan Sekretariat Negara (Setneg), merupakan kasus yang sangat memprihatinkan.

Menurut politikus Gerindra ini, kasus ini berkaitan dengan citra lembaga negara sekelas setneg. “Karena berkaitan dengan citra kelembagaan negara. Kejadian ini menurut saya merupakan kejadian yang cukup memalukan, khususnya untuk pihak istana,” kata Maryam melalui pesan singkat, Rabu (8/7).

Dengan adanya kasus ini, semua pihak akan bertanya-tanya bagaimana sebenarnya manajemen administrasi di setneg, apakah dijalankan oleh orang-orang yang mumpuni atau tidak. Karena itu dia mendorong supaya kejadian ini dievaluasi.

“Tentunya harus ada evaluasi yang sungguh-sungguh. Kejadian ini tidak dapat dianggap sebagai hal yang sepele. Ini berkaitan dengan kewibawaan Istana,” tegasnya.

Kesalahan penulisan nama BIN terjadi dalam undangan pelantikan Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Istana Negara. Peristiwa ini dianggap fatal karena sebelumnya setneg juga melakukan kesalahan ketika menulis teks pidato Presiden Joko Widodo soal tempat kelahiran proklamator Soekarno.(dyn/fat/jpnn)

LAILY/PRESIDENTIAL PALACE /AFP PHOTO SALAM KOMANDO: Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan) usai dilantik Presiden Joko Widodo kemarin.
LAILY/PRESIDENTIAL PALACE /AFP PHOTO
SALAM KOMANDO: Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo (kanan) usai dilantik Presiden Joko Widodo kemarin.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) resmi punya pimpinan baru,
Jenderal Gatot Nurmantyo dan Letjen (Purn) Sutiyoso dilantik secara beriringan oleh Presiden Joko Widodo, di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.

Gatot resmi mengisi posisi Jenderal Moeldoko yang akan memasuki masa pensiun pada Agustus 2015 nanti. Sedangkan, Sutiyoso menggantikan Marciano Norman. Meski baru dilantik, keduanya masing-masing sudah punya ancang-ancang tentang apa saja yang prioritas perlu dilakukan ketika menjabat nantinya. “
“Tidak ada alternatif lain, kedepan harus mengembangkan dan menguatkan TNI AL dan AU,” tutur Gatot, usai prosesi pelantikan. Dia menegaskan, upaya yang sudah dimulai di era kepemimpinan Moeldoko tersebut penting dilakukan untuk menopang visi presiden tentang Indonesia yang merupakan poros maritim dunia.”
Menurut dia, langkah itu dicapai salah satunya dengan menambah jumlah alutsista untuk kedua matra tersebut. Mulai dari kapal, kapal selam, pesawat, hingga radar. “Seluruh wilayah Nusantara ini harus bisa terpantau, bisa diamankan, dan apabila terjadi hal-hal yang emergency bisa cepat kita bereaksi,” paparnya.”
Selain upaya di dalam negeri, tambah Gatot, dirinya juga akan mengintensifkan diplomasi militer. Terutama, dengan negara-negara ASEAN. Selain untuk mewujudkan situasi regional yang kondusif, sinergi itu juga penting untuk menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN bisa menjadi contoh koordinasi kawasan antar angkatan bersenjata yang baik.”
“Saya akan sarankan latihan gabungan antarnegara ASEAN, sehingga prajurit terendah hingga teratas bisa berinteraksi bersama,” bebernya, menggambarkan prioritas kerjanya kedepan.”
Sementara itu, Sutiyoso membeberkan tentang niatnya untuk menjadikan BIN kedepan menjadi lebih terbuka. Terutama, terkait informasi dan masukan dari publik. “Agar BIN menjadi lebih tangguh dan profesional, BIN butuh masukan yang banyak, termasuk dari masyarakat,” kata Sutiyoso.

Selain penguatan di internal dengan menambah jumlah dan kapasitas personel, menurut dia, BIN nantinya akan mulai banyak melibatkan masyarakat untuk turut menjaga keamanan negara. Khususnya, dalam hal deteksi dini potensi ancaman. “Ini perlu dilakukan, karena rata-rata satu anggota (intelijen) menghandle tiga kabupaten, itu tidak masuk akal, apalagi di luar Jawa,” bebernya.

Selain para menteri, pelantikan keduanya juga dihadiri sejumlah perwakilan pimpinan lembaga negara. Moeldoko dan Marciano termasuk yang turut hadir dalam acara tersebut.

Memalukan Istana
Lucunya, ada kesalahan teknis yang terjadi pada undangan pelantikan tersebut. Anggota Komisi I DPR Rachel Maryam Sayidina pun mengatakan, kesalahan penulisan Badan Intelijen Negara menjadi Badan Intelijen Nasional yang dilakukan Sekretariat Negara (Setneg), merupakan kasus yang sangat memprihatinkan.

Menurut politikus Gerindra ini, kasus ini berkaitan dengan citra lembaga negara sekelas setneg. “Karena berkaitan dengan citra kelembagaan negara. Kejadian ini menurut saya merupakan kejadian yang cukup memalukan, khususnya untuk pihak istana,” kata Maryam melalui pesan singkat, Rabu (8/7).

Dengan adanya kasus ini, semua pihak akan bertanya-tanya bagaimana sebenarnya manajemen administrasi di setneg, apakah dijalankan oleh orang-orang yang mumpuni atau tidak. Karena itu dia mendorong supaya kejadian ini dievaluasi.

“Tentunya harus ada evaluasi yang sungguh-sungguh. Kejadian ini tidak dapat dianggap sebagai hal yang sepele. Ini berkaitan dengan kewibawaan Istana,” tegasnya.

Kesalahan penulisan nama BIN terjadi dalam undangan pelantikan Kepala BIN Sutiyoso dan Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Istana Negara. Peristiwa ini dianggap fatal karena sebelumnya setneg juga melakukan kesalahan ketika menulis teks pidato Presiden Joko Widodo soal tempat kelahiran proklamator Soekarno.(dyn/fat/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/