31.8 C
Medan
Saturday, May 18, 2024

SBY ‘Jewer’ Kapolri

Pidato Presiden Pro KPK

JAKARTA-Harapan masyarakat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil sikap terhadap kasus perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terpenuhi. Dalam pernyataan resminya tadi malam, SBY “memborong habis” sejumlah persoalan yang menjadi penyebab ketegangan dua institusi tersebut.

PIDATO: Presiden Susilo Yudhoyono (tengah) saat berpidato soal KPK versus Polri  Istana Merdeka, Jakarta Pusat, tadi malam, Senin  (8/10).//ABROR RIZKI / RUMGAPRES
PIDATO: Presiden Susilo Yudhoyono (tengah) saat berpidato soal KPK versus Polri di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, tadi malam, Senin (8/10).//ABROR RIZKI / RUMGAPRES

SBY juga memberikan arahan yang cukup klir. Terutama tentang tiga masalah yang saat ini menjadi biang pertikaian KPK dengan Polri.

Yakni, penyidikan korupsi simulator SIM Mabes Polri; upaya Polri menangkap Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK dari Polri; serta penugasan personel Polri sebagai penyidik KPK.
Terhadap tiga hal tersebut, SBY seakan menjewer Kapolri Timur Pradopo di hadapan publik. Sebab, dari tiga hal tersebut, jelas-jelas SBY lebih memihak ke KPK (lihat grafis). Dia menegaskan, keputusannya kali ini untuk menengahi perselisihan antara KPK dan Polri merupakan yang kedua. Sebelumnya, muncul polemik “cicak versus buaya” pada 2009.

“Semuanya ini menunjukkan saya tidak pernah melakukan pembiaran atau enggan melakukan mediasi. Tapi, tentu tidak baik dan harus dihindari presiden terlalu sering campur tangan untuk urusan penegakan hukum,” katanya di Istana Negara tadi malam (8/10).

KPK Langsung Tancap Gas

Beberapa saat setelah SBY berpidato, di gedung KPK Wakil Ketua Bambang Widjojanto (BW) bersama Jubir Johan Budi menggelar konferensi pers. Dia memastikan bahwa setelah ini KPK bakal langsung tancap gas dalam menyelesaikan kasus korupsi simulator SIM. “Kami akan berkoordinasi dengan Kapolri, Mensesneg, dan tidak menutup kemungkinan Kejagung,” ujarnya.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka dan telah sekali memeriksanya. Tersangka lain yang ditetapkan belakangan adalah Waka Korlantas Brigjen Didik Purnomo serta dua pimpinan perusahaan rekanan, yakni Bambang Sukotjo dan Budi Santoso. Tiga nama terakhir itu juga dijadikan tersangka oleh Polri. BW mengharapkan dalam waktu dekat tiga tersangka tersebut bisa diperiksa KPK juga.

BW menjelaskan, sikap Presiden SBY itu sejalan dengan rencana KPK yang sejak awal menangani Djoko Susilo dan rekan-rekannya. Sedangkan panitia lelang yang kebanyakan berpangkat AKBP ke bawah akan ditangani kepolisian. BW juga langsung menyampaikan penghargaannya kepada Kapolri yang bisa lapang dada menyepakati dan setuju dengan apa yang dikemukakan presiden pada siang harinya.

Dia mengharapkan KPK dan Polri terus bisa bersinergi. Apalagi, bukan satu dua kali KPK dibantu Polri dalam menangkap para koruptor. “Operasi tangkap tangan bupati Buol itu karena ada support dari Kapolri. Ada cukup banyak hal yang selama ini memang selalu mendapat support,” urainya.

Mantan advokat itu juga memastikan bahwa yang disampaikan presiden benar-benar sesuai dengan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada siang harinya. Pertemuan itu diikuti pimpinan KPK dan Kapolri serta dimediasi Mensesneg Sudi Silalahi.

Dalam pertemuan tersebut dibahas revisi UU KPK, revisi UU KUHAP, sumber daya manusia di KPK, kasus Korlantas, hingga masalah yang dialami Novel. BW juga menyebutkan bahwa yang dikemukakan presiden tentang sumber daya sudah sangat jelas.

“Seperti soal Novel, sudah jelas sekali bahwa Novel dapat dengan bebas menjalankan tugasnya sebagai penyidik kembali,” terangnya.

Kembalinya Novel tentu saja menjadi amunisi tersendiri bagi KPK untuk mengungkap kasus simulator SIM. Sebab, Novel Baswedan saat ini berstatus ketua satgas penyidik untuk kasus tersebut.
Keputusan presiden itu tentu saja disambut gembira berbagai pihak yang memberikan dukungan kepada KPK. Anggota Wantimpres Albert Hasibuan misalnya. Saat datang ke KPK kemarin pagi, dia sudah memiliki sikap untuk mendukung KPK sepenuhnya. Bagi dia, instansi pimpinan Abraham Samad tersebut sudah berhasil melaksanakan tugas dengan baik.

“Saya harap KPK tidak diganggu oleh usaha-usaha tidak baik seperti intervensi, revisi masalah penuntutan, penyadapan, hingga SP3. Saya harap, setelah ini semua itu dihentikan,” katanya di gedung KPK. Dia yakin bahwa pemerintah mendukung sepenuhnya penguatan lembaga antirasuah tersebut. Sebab, banyak sisi positif yang dimiliki lembaga itu.

Misalnya dalam hal bertambahnya anggaran belanja negara, Albert mengatakan bahwa KPK memiliki peran yang cukup penting. Apa lagi kalau bukan kontribusi
KPK dalam mengembalikan uang hasil korupsi. “Selain itu, KPK sudah menjadi simbol civil society, perlawanan terhadap korupsi,” terang dia.

Jadi, kalaupun kesimpulan pidato presiden tadi malam condong ke KPK, Albert memastikan bahwa Wantimpres tidak akan pernah menyesal. Dia menegaskan bakal mempertanggungjawabkan 100 persen masukan yang diberikan kepada presiden atas dukungannya kepada KPK.

Jaga Wibawa Polri

Terpisah, dukungan terhadap KPK masih saja mengalir. Selain para demonstran yang terus berorasi di depan gedung KPK, para akademisi juga berdatangan. Beberapa di antara mereka yang datang ke markas instansi antikorupsi itu adalah alumni Universitas Islam Indonesia (UII) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Alumni UII yang diwakili ketuanya, Mahfud M.D., bersama komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri dan Suparman Marzuki serta Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menegaskan pentingnya peran presiden. Meski demikian, mereka tidak bisa memberikan intervensi apa pun kepada kepala negara.

Dia menjelaskan, kalau presiden yang menyelesaikan ribut-ribut antara KPK dan Polri, segalanya bakal dimudahkan. Dengan begitu, “pertikaian” di antara dua lembaga negara itu tidak akan berlangsung lama. Apalagi, papar dia, posisi Polri dalam memberantas korupsi juga tidak kalah penting oleh KPK.

Karena itulah, Mahfud yang juga ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengharapkan masyarakat ikut membangun wibawa Polri. Sama dengan saat masyarakat memberikan dukungan sepenuhnya kepada KPK. “Jangan sampai malah menjadi gerakan yang mengadu domba keduanya,” imbuhnya.

Jika konfrontasi antara KPK dan Polri tidak dihentikan, papar Mahfud, yang bertepuk tangan dan bergembira adalah para koruptor. Sebab, dalam upaya pemberantasan korupsi ada tiga hal yang harus bersatu. Yakni, berkompetisi, bersinergi untuk saling menguatkan, dan berkonfrontasi.

Nah, Mahfud melihat bahwa konfrontasi yang ada sudah tidak lagi sehat lantaran dua lembaga hukum itu bertikai. Meski demikian, dia menyebut kedatangan alumni UII ke KPK tidak bertujuan menawarkan solusi apa pun. Dia yakin bahwa solusi itu bisa muncul dari KPK, Polri, dan Menko Polhukam.

Begitu juga dengan alumni ITB. Mereka menyatakan memberikan dukungan kepada KPK karena merasa bahwa aparat hukum lain gagal memberantas korupsi. Itu bisa dilihat dari besarnya animo masyarakat yang memberikan kepercayaan penuh kepada KPK. Beda dengan instansi lain yang sudah tidak mendapatkan kepercayaan publik.

Betti Alisjahbana, wakil alumni ITB, menyebut tekanan kepada Novel sebagai teror dalam menyelesaikan kasus korupsi simulator SIM. Apalagi jika melihat posisi Novel sebagai ketua satgas penyidik kasus itu. “Agar kembali mendapatkan kepercayaan publik, ada baiknya kasus ini memang diserahkan ke KPK saja,” tegasnya.

Dia juga menilai bahwa polemik tentang Novel berakar dari tarik-menarik kasus yang menyeret nama Irjen Djoko Susilo tersebut. Karena itulah, cukup beralasan kalau Ikatan Alumni ITB menyebut polemik yang terjadi sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK.

Tidak hanya memberikan dukungan, mereka juga datang dengan sebuah kerja sama. Disebutkan, setelah ini alumni ITB akan membuka keran informasi dan link seluas-luasnya kepada KPK. Betti yakin bahwa jaringan luas alumni bisa memberikan tambahan kekuatan untuk memberantas korupsi.

“Kami juga siap memberikan public pressure kalau ada pihak yang menghalangi upaya pemberantasan korupsi,” tegasnya. (dim/c11/nw/jpnn)

Sikap Presiden soal Konflik KPK vs Polri

  1. Kasus korupsi simulator SIM
    Semua ditangani KPK agar tak trepecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.
  2. Kerjasama KPK dan Polsi
    Kedua lembaga bisa memperbaharui MoU, kemudian dipatuhi dan dijalankan, serta terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam pemberantasan korupsi.
  3. Masalah penugsasan penyidik polri di KPK
    Masa penugsasan empat tahun. bukan maksimal empat tahun. Setelah itu bisa diperpanjang lagi empat tahun. Untuk mengatur akan dibuat PP baru. Bagi penyidik
    yang ini menjadi pegawai KPK dimungkinkan dengan mengikuti mekanisme yang berlaku.
  4. Tentang revisi UU KPK
    Kurang tepat dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang mencurahkan energi untuk pemberantasan korupsi.
  5. Kasus Kompol Novel Baswedan
    Sby menilai sangat tidak tepat untuk memprosesnya saat ini, karena Novel sedang menyidik kasus korupsi di tubuh polri. Selain itu, SBY juga menilai pendekatan dan cara yang digunakan sangat tidak tepat.

Pidato Presiden Pro KPK

JAKARTA-Harapan masyarakat agar Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengambil sikap terhadap kasus perseteruan antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri terpenuhi. Dalam pernyataan resminya tadi malam, SBY “memborong habis” sejumlah persoalan yang menjadi penyebab ketegangan dua institusi tersebut.

PIDATO: Presiden Susilo Yudhoyono (tengah) saat berpidato soal KPK versus Polri  Istana Merdeka, Jakarta Pusat, tadi malam, Senin  (8/10).//ABROR RIZKI / RUMGAPRES
PIDATO: Presiden Susilo Yudhoyono (tengah) saat berpidato soal KPK versus Polri di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, tadi malam, Senin (8/10).//ABROR RIZKI / RUMGAPRES

SBY juga memberikan arahan yang cukup klir. Terutama tentang tiga masalah yang saat ini menjadi biang pertikaian KPK dengan Polri.

Yakni, penyidikan korupsi simulator SIM Mabes Polri; upaya Polri menangkap Kompol Novel Baswedan, penyidik KPK dari Polri; serta penugasan personel Polri sebagai penyidik KPK.
Terhadap tiga hal tersebut, SBY seakan menjewer Kapolri Timur Pradopo di hadapan publik. Sebab, dari tiga hal tersebut, jelas-jelas SBY lebih memihak ke KPK (lihat grafis). Dia menegaskan, keputusannya kali ini untuk menengahi perselisihan antara KPK dan Polri merupakan yang kedua. Sebelumnya, muncul polemik “cicak versus buaya” pada 2009.

“Semuanya ini menunjukkan saya tidak pernah melakukan pembiaran atau enggan melakukan mediasi. Tapi, tentu tidak baik dan harus dihindari presiden terlalu sering campur tangan untuk urusan penegakan hukum,” katanya di Istana Negara tadi malam (8/10).

KPK Langsung Tancap Gas

Beberapa saat setelah SBY berpidato, di gedung KPK Wakil Ketua Bambang Widjojanto (BW) bersama Jubir Johan Budi menggelar konferensi pers. Dia memastikan bahwa setelah ini KPK bakal langsung tancap gas dalam menyelesaikan kasus korupsi simulator SIM. “Kami akan berkoordinasi dengan Kapolri, Mensesneg, dan tidak menutup kemungkinan Kejagung,” ujarnya.

Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan mantan Kepala Korlantas Mabes Polri Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka dan telah sekali memeriksanya. Tersangka lain yang ditetapkan belakangan adalah Waka Korlantas Brigjen Didik Purnomo serta dua pimpinan perusahaan rekanan, yakni Bambang Sukotjo dan Budi Santoso. Tiga nama terakhir itu juga dijadikan tersangka oleh Polri. BW mengharapkan dalam waktu dekat tiga tersangka tersebut bisa diperiksa KPK juga.

BW menjelaskan, sikap Presiden SBY itu sejalan dengan rencana KPK yang sejak awal menangani Djoko Susilo dan rekan-rekannya. Sedangkan panitia lelang yang kebanyakan berpangkat AKBP ke bawah akan ditangani kepolisian. BW juga langsung menyampaikan penghargaannya kepada Kapolri yang bisa lapang dada menyepakati dan setuju dengan apa yang dikemukakan presiden pada siang harinya.

Dia mengharapkan KPK dan Polri terus bisa bersinergi. Apalagi, bukan satu dua kali KPK dibantu Polri dalam menangkap para koruptor. “Operasi tangkap tangan bupati Buol itu karena ada support dari Kapolri. Ada cukup banyak hal yang selama ini memang selalu mendapat support,” urainya.

Mantan advokat itu juga memastikan bahwa yang disampaikan presiden benar-benar sesuai dengan hasil pertemuan yang dilaksanakan pada siang harinya. Pertemuan itu diikuti pimpinan KPK dan Kapolri serta dimediasi Mensesneg Sudi Silalahi.

Dalam pertemuan tersebut dibahas revisi UU KPK, revisi UU KUHAP, sumber daya manusia di KPK, kasus Korlantas, hingga masalah yang dialami Novel. BW juga menyebutkan bahwa yang dikemukakan presiden tentang sumber daya sudah sangat jelas.

“Seperti soal Novel, sudah jelas sekali bahwa Novel dapat dengan bebas menjalankan tugasnya sebagai penyidik kembali,” terangnya.

Kembalinya Novel tentu saja menjadi amunisi tersendiri bagi KPK untuk mengungkap kasus simulator SIM. Sebab, Novel Baswedan saat ini berstatus ketua satgas penyidik untuk kasus tersebut.
Keputusan presiden itu tentu saja disambut gembira berbagai pihak yang memberikan dukungan kepada KPK. Anggota Wantimpres Albert Hasibuan misalnya. Saat datang ke KPK kemarin pagi, dia sudah memiliki sikap untuk mendukung KPK sepenuhnya. Bagi dia, instansi pimpinan Abraham Samad tersebut sudah berhasil melaksanakan tugas dengan baik.

“Saya harap KPK tidak diganggu oleh usaha-usaha tidak baik seperti intervensi, revisi masalah penuntutan, penyadapan, hingga SP3. Saya harap, setelah ini semua itu dihentikan,” katanya di gedung KPK. Dia yakin bahwa pemerintah mendukung sepenuhnya penguatan lembaga antirasuah tersebut. Sebab, banyak sisi positif yang dimiliki lembaga itu.

Misalnya dalam hal bertambahnya anggaran belanja negara, Albert mengatakan bahwa KPK memiliki peran yang cukup penting. Apa lagi kalau bukan kontribusi
KPK dalam mengembalikan uang hasil korupsi. “Selain itu, KPK sudah menjadi simbol civil society, perlawanan terhadap korupsi,” terang dia.

Jadi, kalaupun kesimpulan pidato presiden tadi malam condong ke KPK, Albert memastikan bahwa Wantimpres tidak akan pernah menyesal. Dia menegaskan bakal mempertanggungjawabkan 100 persen masukan yang diberikan kepada presiden atas dukungannya kepada KPK.

Jaga Wibawa Polri

Terpisah, dukungan terhadap KPK masih saja mengalir. Selain para demonstran yang terus berorasi di depan gedung KPK, para akademisi juga berdatangan. Beberapa di antara mereka yang datang ke markas instansi antikorupsi itu adalah alumni Universitas Islam Indonesia (UII) dan Institut Teknologi Bandung (ITB).

Alumni UII yang diwakili ketuanya, Mahfud M.D., bersama komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri dan Suparman Marzuki serta Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai menegaskan pentingnya peran presiden. Meski demikian, mereka tidak bisa memberikan intervensi apa pun kepada kepala negara.

Dia menjelaskan, kalau presiden yang menyelesaikan ribut-ribut antara KPK dan Polri, segalanya bakal dimudahkan. Dengan begitu, “pertikaian” di antara dua lembaga negara itu tidak akan berlangsung lama. Apalagi, papar dia, posisi Polri dalam memberantas korupsi juga tidak kalah penting oleh KPK.

Karena itulah, Mahfud yang juga ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut mengharapkan masyarakat ikut membangun wibawa Polri. Sama dengan saat masyarakat memberikan dukungan sepenuhnya kepada KPK. “Jangan sampai malah menjadi gerakan yang mengadu domba keduanya,” imbuhnya.

Jika konfrontasi antara KPK dan Polri tidak dihentikan, papar Mahfud, yang bertepuk tangan dan bergembira adalah para koruptor. Sebab, dalam upaya pemberantasan korupsi ada tiga hal yang harus bersatu. Yakni, berkompetisi, bersinergi untuk saling menguatkan, dan berkonfrontasi.

Nah, Mahfud melihat bahwa konfrontasi yang ada sudah tidak lagi sehat lantaran dua lembaga hukum itu bertikai. Meski demikian, dia menyebut kedatangan alumni UII ke KPK tidak bertujuan menawarkan solusi apa pun. Dia yakin bahwa solusi itu bisa muncul dari KPK, Polri, dan Menko Polhukam.

Begitu juga dengan alumni ITB. Mereka menyatakan memberikan dukungan kepada KPK karena merasa bahwa aparat hukum lain gagal memberantas korupsi. Itu bisa dilihat dari besarnya animo masyarakat yang memberikan kepercayaan penuh kepada KPK. Beda dengan instansi lain yang sudah tidak mendapatkan kepercayaan publik.

Betti Alisjahbana, wakil alumni ITB, menyebut tekanan kepada Novel sebagai teror dalam menyelesaikan kasus korupsi simulator SIM. Apalagi jika melihat posisi Novel sebagai ketua satgas penyidik kasus itu. “Agar kembali mendapatkan kepercayaan publik, ada baiknya kasus ini memang diserahkan ke KPK saja,” tegasnya.

Dia juga menilai bahwa polemik tentang Novel berakar dari tarik-menarik kasus yang menyeret nama Irjen Djoko Susilo tersebut. Karena itulah, cukup beralasan kalau Ikatan Alumni ITB menyebut polemik yang terjadi sebagai bagian dari upaya pelemahan KPK.

Tidak hanya memberikan dukungan, mereka juga datang dengan sebuah kerja sama. Disebutkan, setelah ini alumni ITB akan membuka keran informasi dan link seluas-luasnya kepada KPK. Betti yakin bahwa jaringan luas alumni bisa memberikan tambahan kekuatan untuk memberantas korupsi.

“Kami juga siap memberikan public pressure kalau ada pihak yang menghalangi upaya pemberantasan korupsi,” tegasnya. (dim/c11/nw/jpnn)

Sikap Presiden soal Konflik KPK vs Polri

  1. Kasus korupsi simulator SIM
    Semua ditangani KPK agar tak trepecah. Polri menangani kasus-kasus lain yang tidak terkait langsung.
  2. Kerjasama KPK dan Polsi
    Kedua lembaga bisa memperbaharui MoU, kemudian dipatuhi dan dijalankan, serta terus meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam pemberantasan korupsi.
  3. Masalah penugsasan penyidik polri di KPK
    Masa penugsasan empat tahun. bukan maksimal empat tahun. Setelah itu bisa diperpanjang lagi empat tahun. Untuk mengatur akan dibuat PP baru. Bagi penyidik
    yang ini menjadi pegawai KPK dimungkinkan dengan mengikuti mekanisme yang berlaku.
  4. Tentang revisi UU KPK
    Kurang tepat dilakukan saat ini. Lebih baik sekarang mencurahkan energi untuk pemberantasan korupsi.
  5. Kasus Kompol Novel Baswedan
    Sby menilai sangat tidak tepat untuk memprosesnya saat ini, karena Novel sedang menyidik kasus korupsi di tubuh polri. Selain itu, SBY juga menilai pendekatan dan cara yang digunakan sangat tidak tepat.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/