Menurut Yati, itu penting untuk mencegah berkembangnya politik praktis di tubuh TNI – Polri. Juga salah satu yang harus dilakukan guna memastikan netralitas, profesionalisme kedua institusi tersebut. Sehingga profesionalitas sektor pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum yang menjadi tanggung jawab TNI – Polri tidak tergerus oleh kepentingan politik. Sebab, sambung dia, sangat berbahaya bila itu diabaikan.
Senada dengan Yati, Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf menyampaikan bahwa perlu ada aturan yang lebih tegas berkaitan dengan hal itu. Menurut dia, aturan pilkada untuk prajurit TNI atau anggota Polri harus merujuk atau disesuaikan pada undang-undang (UU) yang mengatur TNI – Polri. Yakni UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Dalam UU tersebut jelas diatur bahwa prajurit TNI dan anggota Polri tidak boleh terlibat dalam politik praktis.
Dengan begitu, potensi pelanggaran ketika prajurit TNI atau anggota Polri ikut bertarung dalam pilkada bisa ditekan. ”Peran negara yang lebih penting ke depan adalah bagaimana merevisi UU pilkada terkait dengan aturan main yang harus lebih baik,” ujarnya. Tujuannya tidak lain agar TNI – Polri netral dalam pilkada atau agenda politik lainnya bukan sekedar ucapan. Melainkan benar-benar terlaksana dengan baik.
Ketika ditanya Jawa Pos (grup Sumut Pos) soal netralitas TNI AD dalam pilkada serentak tahun ini, Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brgijen TNI Alfret Denny Tuejeh mengakui bahwa ada dua perwira tinggi (pati) matra darat yang turut serta dalam agenda politik tersebut. Yakni Letjen TNI Edy Rahmayadi dan Brigjen TNI Edi Nasution. Namun demikian, instruksi dari panglima TNI serta Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) sudah jelas.
Denny menyampaikan bahwa prajurit TNI AD tidak boleh terlibat atau melibatkan diri. ”Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat sudah sering memberikan instruksi masalah netralitas,” imbuhnya. Dia tidak membatah bahwa secara internal instansinya memang mewaspadai persoalan tersebut. ”Karena tidak menutup kemungkinan ada hubungan emosional yang pernah terjalin antara prajurit dengan para kontestan pilkada yang berlatar belakang prajurit (mantan prajurit),” tambahnya.
Namun demikian, Denny menuturkan, saat ini prajurit TNI AD sudah semakin dewasa menyikapi persoalan politik. ”Kami sudah bisa memilah mana urusan pribadi atau politik dan mana urusan dan ketentuan dinas yang diatur oleh undang – undang,” tegasnya. Kalau pun masih ada prajurit TNI AD yang nekat melanggar ketentuan tersebut, dia memastikan bahwa instansinya bakal menindak tegas prajurit tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. (syn/jpg)