Tewasnya Brigadir Wahyudi meninggalkan duka mendalam bagi Polri terutama bagi kedua orangtuanya. Saat ditemui di rumahnya, Jalan Masjid No.160 A,Lingkungan Tempel Dusun 1, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Selasa (9/2) siang.
Kedua orangtua korban Anjas Mani (62) dan istrinya Zuriyah (57) tak kuasa membendung air matanya. Pasutri ini sangat syok dan terpukul dengan kematian korban. Apalagi Brigadir Wahyudi berstatus anak tunggal.
Awalnya Anjas tak percaya saat mendapat kabar putranya telah gugur dalam pada pukul 09.00 WIB. “Awalnya ada orang Poldasu menelepon untuk mengabari. Tapi aku tak percaya,” kenangnya dengan berderai air mata. Anjas baru yakin putra tercintanya telah tiada setelah istrinya Zuriyah kembali dihubungi pihak Poldasu. Pagi itu, Zuriyah yang tengah di atas angkot untuk mencari nafkah sebagai penjual burung goreng ke Medan. “Waktu itu handphone istriku dihubungi pihak Poldasu. Katanya anak kami gugur dalam tugas. Tapi karena tak percaya, istriku tetap melanjutkan perjalanannya ke Kota Medan. Ternyata benar, putra kami telah pergi mendahului kami,” seru Anjas diamini istrinya.
Lanjut Anjas, semasa hidupnya Brigadir Wahyudi adalah sosok anak yang pendiam dan baik. Dia tak pernah punya musuh baik di kampung maupun semasa dia duduk di sekolah. “Cita-citanya memang jadi anggota Brimob. Alahamdulillah memang rezeki dia lulus Brimob waktu itu,tapi Allah sudah menentukan hidupnya berakhir seperti itu,’’ lirih Anjas sembari menyeka air matanya yang mengalir deras. Pasutri itu juga mengaku tak pernah ada firasat buruk atas kepergian anak tunggalnya untuk selamanya.
’’Tidak ada merasakan firasat apapun selama satu minggu ini. Bermimpi tentang Wahyu (panggilan Brigadir Wahyudi-red) pun tak pernah,’” akunya. Anjas dan istrinya beserta anak angkat mereka yang perempuan terakhir kali bertemu Brigadir Wahyudi sekitar 6 tahun lalu. ‘”Tahun 2010 lalu kami terakhir malihat Wahyu, itupun saat kami melangsungkan pernikahannya dengan istrinya Isma (28) di sini. Selepas itu sampai kami mempunyai 2 orang cucu laki-laki, kami tak pernah bertemu lagi. Selama ini kami hanya saling menanyakan kabar melalui handphone saja,’’ aku Zuriah.
Bagi warga sekitar, Brigadir Wahyudi juga dikenal sebagai anak yang pendiam dan tidak pernah menyakiti hati orang lain dan selalu membantu orangtuanya. “Dia baik orangnya. Sebelum jadi anggota Brimob, dia sering bantu orangtuanya,” kenang Ari, teman semasa kecil korban. Selain itu, sosok almarhum yang di kampungnya akrab dipanggil Putra itu juga dikenal sebagai pria pemurah dan suka menolong teman saat kesusahan. “Kami memanggil almarhum sehari-harinya Putra di sini. Kami juga nggak nyangka sependek itu umur kawan itu,’’ tandas Ari dengan mata berkaca-kaca.
Brigadir Wahyudi lulus Pusat Pendidikan Brimob (Pusdik Brimob) Watukosek Tahun 2005. Dia meninggalkan seorang istri dan dua anak yang masih balita. Saat ini keluarganya masih berada di Sulawesi Tengah. Rencananya Rabu (10/2) pagi, jenazah Brigadir Wahyudi akan diterbangkan ke rumah orangtuanya. Rencananya jenazah korban akan dikebumikan di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Desa Jambur Pulau, Kecamatan Perbaungan, atau sekitar 1 km dari rumah duka. (cr4/deo)