32.8 C
Medan
Friday, May 31, 2024

Diduga Akibat Pilot Paksakan Pendaratan

Merpati Tetap Terbangkan MA-60

JAKARTA-Kecelakaan Merpati di Kaimana, Papua Barat, membuat banyak pihak menyoroti kelayakan pesawat MA-60 buatan Cina. Namun, pihak Merpati bersikukuh tetap mengoperasikan pesawat jenis tersebut. Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), Sardjono Jhony Tjitrokusumo mengatakan, sebelum terbang, baik pesawat maupun kru sudah menjalani prosedur persiapan.

“Jadi, kami pastikan, saat berangkat dari Sorong, pesawat MA-60 maupun kru pesawat kami laik terbang,” ujarnya di Kementerian Perhubungan, kemarin (9/5).

Jhony mengakui, pesawat MA-60 memang belum mendapat sertifikat Federal Aviation Administration (FAA). Alasannya, sertifikat FAA hanya diperlukan bagi pesawat dari Amerika Serikat (AS). “Tapi, pesawat MA-60 tetap punya sertifikasi keselamatan standar Indonesia dan Cina,” katanya.

Menurut Jhony, sistem sertifikasi di luar FAA juga diterapkan oleh negara-negara yang menggunakan pesawat buatan non-AS. “Misalnya, di Filipina, Zimbabwe, maupun China. Pesawat MA-60 juga tidak menggunakan sertifikat FAA,” ucapnya.

Jhony mengatakan, pesawat MA-60 yang celaka di Papua adalah pesawat baru. Pesawat tersebut tiba di Indonesia pada 3 Desember 2010 dan mulai terbang pada 6 Desember 2010 untuk melayani rute Bali-Nusa Tenggara. “Kemudian, pada 16 Maret lalu, pesawat kami alihkan untuk melayani rute Papua,” terangnya.

Kelaikan pesawat untuk terbang, lanjut dia, juga ditunjukkan dari hasil catatan pemeriksaan sebelum terbang atau logbook yang tidak menunjukkan pernah ada gangguan teknis pada pesawat. “Kami sudah cek, logbook-nya clear (bersih dari catatan kerusakan, Red). Jadi, kondisi pesawat memang bagus,” jelasnya.

Jhony berharap kabar negatif seputar pesawat Merpati tidak terus diembuskan. Sebab, hal itu akan mengganggu proses restrukturisasi Merpati di tengah persaingan bisnis penerbangan yang ketat. “Kami ini BUMN yang struggle (berjuang untuk sehat, Red). Kami juga kesulitan keuangan. Tapi, kami jamin, hal itu tidak akan membuat kami mengorbankan aspek keselamatan,” ujarnya.

Pengamat penerbangan, Sri Subekti, memperkirakan kecelakaan pesawat Merpati itu disebabkan pilot memaksakan pendaratan di Bandara Kaimana. Padahal, saat itu hujan deras sehingga tidak mungkin menggunakan pendaratan visual. “Sudah sangat jelas, prosedur yang harus dilakukan penerbang adalah tidak memaksakan kehendak untuk tetap mendarat,” cetusnya.

Masalah utama di bandara-bandara kecil di Papua adalah minimnya alat bantu navigasi. Di Bandara Kaimana diketahui hanya ada ADF (automatic direction finder). “Alat bantu jenis ini hanya berguna untuk menuntun pesawat ke landasan pada saat cuaca bagus,” tambahnya.(wir/owi/c2/nw/jpnn)

Merpati Tetap Terbangkan MA-60

JAKARTA-Kecelakaan Merpati di Kaimana, Papua Barat, membuat banyak pihak menyoroti kelayakan pesawat MA-60 buatan Cina. Namun, pihak Merpati bersikukuh tetap mengoperasikan pesawat jenis tersebut. Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), Sardjono Jhony Tjitrokusumo mengatakan, sebelum terbang, baik pesawat maupun kru sudah menjalani prosedur persiapan.

“Jadi, kami pastikan, saat berangkat dari Sorong, pesawat MA-60 maupun kru pesawat kami laik terbang,” ujarnya di Kementerian Perhubungan, kemarin (9/5).

Jhony mengakui, pesawat MA-60 memang belum mendapat sertifikat Federal Aviation Administration (FAA). Alasannya, sertifikat FAA hanya diperlukan bagi pesawat dari Amerika Serikat (AS). “Tapi, pesawat MA-60 tetap punya sertifikasi keselamatan standar Indonesia dan Cina,” katanya.

Menurut Jhony, sistem sertifikasi di luar FAA juga diterapkan oleh negara-negara yang menggunakan pesawat buatan non-AS. “Misalnya, di Filipina, Zimbabwe, maupun China. Pesawat MA-60 juga tidak menggunakan sertifikat FAA,” ucapnya.

Jhony mengatakan, pesawat MA-60 yang celaka di Papua adalah pesawat baru. Pesawat tersebut tiba di Indonesia pada 3 Desember 2010 dan mulai terbang pada 6 Desember 2010 untuk melayani rute Bali-Nusa Tenggara. “Kemudian, pada 16 Maret lalu, pesawat kami alihkan untuk melayani rute Papua,” terangnya.

Kelaikan pesawat untuk terbang, lanjut dia, juga ditunjukkan dari hasil catatan pemeriksaan sebelum terbang atau logbook yang tidak menunjukkan pernah ada gangguan teknis pada pesawat. “Kami sudah cek, logbook-nya clear (bersih dari catatan kerusakan, Red). Jadi, kondisi pesawat memang bagus,” jelasnya.

Jhony berharap kabar negatif seputar pesawat Merpati tidak terus diembuskan. Sebab, hal itu akan mengganggu proses restrukturisasi Merpati di tengah persaingan bisnis penerbangan yang ketat. “Kami ini BUMN yang struggle (berjuang untuk sehat, Red). Kami juga kesulitan keuangan. Tapi, kami jamin, hal itu tidak akan membuat kami mengorbankan aspek keselamatan,” ujarnya.

Pengamat penerbangan, Sri Subekti, memperkirakan kecelakaan pesawat Merpati itu disebabkan pilot memaksakan pendaratan di Bandara Kaimana. Padahal, saat itu hujan deras sehingga tidak mungkin menggunakan pendaratan visual. “Sudah sangat jelas, prosedur yang harus dilakukan penerbang adalah tidak memaksakan kehendak untuk tetap mendarat,” cetusnya.

Masalah utama di bandara-bandara kecil di Papua adalah minimnya alat bantu navigasi. Di Bandara Kaimana diketahui hanya ada ADF (automatic direction finder). “Alat bantu jenis ini hanya berguna untuk menuntun pesawat ke landasan pada saat cuaca bagus,” tambahnya.(wir/owi/c2/nw/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/