26.6 C
Medan
Saturday, June 1, 2024

Boediono Disetrap 10 Jam

JAKARTA- Pemandangan berbeda terjadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta di Jalan HR Rasuna Said, sejak Jumat (9/5) pagi. Pasalnya, Wakil Presiden Boediono dipanggil untuk bersaksi di kursi pesakitan terkait kasus bailout Bank Century untuk terdakwa Deputi IV Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya.

MERINGANKAN: Wakil Presiden RI Boediono menjadi saksi meringankan untuk Budi Mulya dalam sidang kasus Bank Century di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/5).
MERINGANKAN: Wakil Presiden RI Boediono menjadi saksi meringankan untuk Budi Mulya dalam sidang kasus Bank Century di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/5).

Tanpa kita sadari, pemandangan orang nomor dua di negeri ini duduk sebagai saksi dalam sebuah kasus adalah kali pertama terjadi.

Sebelumnya, tidak pernah ada cerita wakil presiden aktif dihadirkan di meja hijau kendati hanya sebagai saksi.

Sekitar 10 jam Boediono memberi kesaksian di Pengadilan Tipikor. Boediono pun menutup kesaksiannya malah dengan menjelaskan ulang kebijakan yang sudah diambil dalam penyelamatan Bank Century.

Saat Boediono hadir di pengadilan sekitar pukul 08.00 WIB pagi, suasana di dalam ruangan pun menjadi ramai. Pasalnya, sejumlah personel Paspampres turut mengawal Boediono. Hal ini berlaku sesuat protap, mengingat Boediono saat ini masih menjabat sebagai wakil presiden.

Karena pertama kali pula mendapat tamu orang penting, ruangan di Pengadilan Tipikor pun dipercantik sejak Kamis (8/5). Hampir semua sudut dibersihkan, mesin pendingin (AC) ditingkatkan, bahkan hingga bagian pintu pun dipercantik untuk menyambutnya.

Di akhir sidang, selama setengah jam lebih Boediono berdiri di depan majelis hakim. Pasalnya, jaksa tengah menggelar sejumlah alat bukti yang jumlahnya sangat banyak itu.

Setelah itu, majelis hakim pun mempersilakan Boediono meninggalkan ruang sidang. Kesempatan ini pun digunakan Boediono untuk menyampaikan pernyataan yang tampaknya memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kertas dua lembar dia pegang. Boediono pun berdiri memegang mic sambil membacakan isi kertas tersebut.

“Terima kasih saya ucapkan kepada majelis hakim yang terhormat saya diizinkan untuk menyampaikan kata akhir,” ujar Boediono membuka penyataannya.

Kedatangan dia ke pengadilan sekaligus membuktikan jika seluruh warga negara sama di depan hukum. Boediono juga berkepentingan untuk menjelaskan persoalan Century.

Boediono kembali menegaskan ancaman krisis yang siap menerkam Indonesia pada tahun 2008. Sebagai ahli ekonom, dia tahu betul ancaman krisis itu nyata.

Dalam persidangan terungkap, Boediono memiliki peran penting dalam pemberian dana talangan ke Bank Century. Hal itu terungkap rekaman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diputar di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Rekaman yang memperdengarkan pembicaraan saat RDG tanggal 5, 13, 14, 16 dan 21 November 2008 itu menjelaskan rencana penyelamatan Bank Century menggunakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

“Saya kira kita dibuat saja ceritanya landasannya Perppu (Peraturan Pengganti Undang-Undang). Nanti saya kira pak Fuad kita bisa andalkan beliau. Dibuat yang lengkap. Jangan tidak nyambung,” jelas Boediono dalam rekaman RDG yang diputar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5).

Boediono juga meminta rincian perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang ketentuan pemberian FPJP, yang intinya agar Bank Century mendapat bantuan. “Saya pikir kalau 4 persen (Capital Adequacy Ratio) dalam keadaan ini terlalu berat untuk bank apapun nanti. Sekarang bisa diklopkan (disesuaikan) tidak syarat-syarat ini yang mungkin masuk akal. Ini satu-satunya kalau tidak ke LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) lebih ini lagi dampak sistemiknya,” paparnya.

Dalam rekaman yang diputar tersebut, Boediono meminta Dewan Pengawasan Bank 1 untuk kompak terkait keputusan pemberian FPJP ke Bank Century.

“Mulai dari laporan pengawas dan itu sebagai titik tolak. Kemudian dari pada termasuk dokumen yang kita bahas dengan Menkeu (Menteri Keuangan), dampak-dampak masuk dalam dokumen yang lengkap malam-malam itu. Dari pengawas kita harus nyambung ini. Jangan terpotong-potong karena akhirnya kita ambil kesimpulan untuk ambil FPJP,” urai Boediono.

Bahkan, Boediono mengatakan dalam RDG telah bertemu dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar untuk berkoordinasi masalah hukum.

Kasus Bank Century memang bermuara pada kesalahan BI yang ketika pemberian FPJP dan meminta penetapan bank gagal berdampak sistemik dipimpin oleh Boediono. Beberapa saksi yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan sesuai dakwaan jaksa, yaitu Bank Century memang bermasalah dan sesungguhnya tidak layak mendapatkan FPJP atau diselamatkan.

Saksi, Zainal Abidin misalnya. Mantan Direktur Pengawasan Bank 1 BI mengaku bahwa berdasarkan on site supervision tahun 2005, 2006, 2007 sampai 2008, Bank Century sudah bermasalah dan tidak layak diselamatkan. Bahkan, pengawasan merekomendasikan untuk ditutup.

Tetapi, menurutnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan hal yang berbeda, yaitu terus membahas upaya penyelamatan terhadap Bank Century.

Fakta persidangan kala itu mengungkapkan adanya upaya Dewan Gubernur (DG) BI untuk memaksakan pemberian bantuan kepada Bank Century, dengan mengubah peraturan.

Saksi lain, Hakim Alamsyah selaku mantan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI dalam kesaksiannya mengakui adanya permintaan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP yang mengatur untuk memperoleh FPJP bank harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 8 persen dan aset kredit yang dijadikan agunan lancar selama 12 bulan.

Tetapi, permintaan tersebut kerap ditolaknya. Walaupun akhirnya, secara tiba-tiba, pada tanggal 14 Nopember 2008, DG memutuskan perubahan PBI. Sehingga, ketentuan mengenai CAR menjadi hanya positif dan tidak ada syarat agunan lancar selama 12 bulan.

Sedangkan, Boediono selaku Gubernur BI ketika itu disebut menyetujui pemberian FPJP ke Bank Century yang jumlahnya mencapai Rp689 miliar. Terkait permohonan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Boediono dalam dakwaan disebut mendesak KSSK menetapkan Century ditetapkan bank gagal berdampak sistemik sehingga harus diambil alih oleh LPS dan diselamatkan.

Boediono juga meminta agar memasukan kajian psikologis pasar untuk diserahkan ke KSSK. Sehingga, Bank Century ditetapkan berdampak sistemik.

Anggota tim pengawas Bank Century, Hendrawan Supratikno, menilai kesaksian mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/5), bisa membawa nama Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini utamanya terkait dengan situasi perekonomian saat itu yang menjadi dasar penetapan bank berdampak sistemik dan pembengkakan dana bail out Bank Century menjadi Rp 6,7 triliun.

“SBY bilang jangan over react pas tanggal 8 Oktober menghadapi krisis saat itu. Tapi ternyata ada pengucuran dana bail out. Ini sebabnya, penting Pak SBY menjelaskan karena, kalau hanya berkutat pada Boediono, JK (Jusuf Kalla), dan Sri Mulyani, akan lempar-lemparan, tidak ada yang menengahi soal krisis tidaknya kondisi saat itu,” ujar Hendrawan saat dihubungi, kemarin siang. (bbs/val)

JAKARTA- Pemandangan berbeda terjadi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta di Jalan HR Rasuna Said, sejak Jumat (9/5) pagi. Pasalnya, Wakil Presiden Boediono dipanggil untuk bersaksi di kursi pesakitan terkait kasus bailout Bank Century untuk terdakwa Deputi IV Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya.

MERINGANKAN: Wakil Presiden RI Boediono menjadi saksi meringankan untuk Budi Mulya dalam sidang kasus Bank Century di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/5).
MERINGANKAN: Wakil Presiden RI Boediono menjadi saksi meringankan untuk Budi Mulya dalam sidang kasus Bank Century di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (9/5).

Tanpa kita sadari, pemandangan orang nomor dua di negeri ini duduk sebagai saksi dalam sebuah kasus adalah kali pertama terjadi.

Sebelumnya, tidak pernah ada cerita wakil presiden aktif dihadirkan di meja hijau kendati hanya sebagai saksi.

Sekitar 10 jam Boediono memberi kesaksian di Pengadilan Tipikor. Boediono pun menutup kesaksiannya malah dengan menjelaskan ulang kebijakan yang sudah diambil dalam penyelamatan Bank Century.

Saat Boediono hadir di pengadilan sekitar pukul 08.00 WIB pagi, suasana di dalam ruangan pun menjadi ramai. Pasalnya, sejumlah personel Paspampres turut mengawal Boediono. Hal ini berlaku sesuat protap, mengingat Boediono saat ini masih menjabat sebagai wakil presiden.

Karena pertama kali pula mendapat tamu orang penting, ruangan di Pengadilan Tipikor pun dipercantik sejak Kamis (8/5). Hampir semua sudut dibersihkan, mesin pendingin (AC) ditingkatkan, bahkan hingga bagian pintu pun dipercantik untuk menyambutnya.

Di akhir sidang, selama setengah jam lebih Boediono berdiri di depan majelis hakim. Pasalnya, jaksa tengah menggelar sejumlah alat bukti yang jumlahnya sangat banyak itu.

Setelah itu, majelis hakim pun mempersilakan Boediono meninggalkan ruang sidang. Kesempatan ini pun digunakan Boediono untuk menyampaikan pernyataan yang tampaknya memang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kertas dua lembar dia pegang. Boediono pun berdiri memegang mic sambil membacakan isi kertas tersebut.

“Terima kasih saya ucapkan kepada majelis hakim yang terhormat saya diizinkan untuk menyampaikan kata akhir,” ujar Boediono membuka penyataannya.

Kedatangan dia ke pengadilan sekaligus membuktikan jika seluruh warga negara sama di depan hukum. Boediono juga berkepentingan untuk menjelaskan persoalan Century.

Boediono kembali menegaskan ancaman krisis yang siap menerkam Indonesia pada tahun 2008. Sebagai ahli ekonom, dia tahu betul ancaman krisis itu nyata.

Dalam persidangan terungkap, Boediono memiliki peran penting dalam pemberian dana talangan ke Bank Century. Hal itu terungkap rekaman Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang diputar di Pengadilan Tipikor, Jakarta.

Rekaman yang memperdengarkan pembicaraan saat RDG tanggal 5, 13, 14, 16 dan 21 November 2008 itu menjelaskan rencana penyelamatan Bank Century menggunakan Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP).

“Saya kira kita dibuat saja ceritanya landasannya Perppu (Peraturan Pengganti Undang-Undang). Nanti saya kira pak Fuad kita bisa andalkan beliau. Dibuat yang lengkap. Jangan tidak nyambung,” jelas Boediono dalam rekaman RDG yang diputar dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/5).

Boediono juga meminta rincian perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang ketentuan pemberian FPJP, yang intinya agar Bank Century mendapat bantuan. “Saya pikir kalau 4 persen (Capital Adequacy Ratio) dalam keadaan ini terlalu berat untuk bank apapun nanti. Sekarang bisa diklopkan (disesuaikan) tidak syarat-syarat ini yang mungkin masuk akal. Ini satu-satunya kalau tidak ke LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) lebih ini lagi dampak sistemiknya,” paparnya.

Dalam rekaman yang diputar tersebut, Boediono meminta Dewan Pengawasan Bank 1 untuk kompak terkait keputusan pemberian FPJP ke Bank Century.

“Mulai dari laporan pengawas dan itu sebagai titik tolak. Kemudian dari pada termasuk dokumen yang kita bahas dengan Menkeu (Menteri Keuangan), dampak-dampak masuk dalam dokumen yang lengkap malam-malam itu. Dari pengawas kita harus nyambung ini. Jangan terpotong-potong karena akhirnya kita ambil kesimpulan untuk ambil FPJP,” urai Boediono.

Bahkan, Boediono mengatakan dalam RDG telah bertemu dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar untuk berkoordinasi masalah hukum.

Kasus Bank Century memang bermuara pada kesalahan BI yang ketika pemberian FPJP dan meminta penetapan bank gagal berdampak sistemik dipimpin oleh Boediono. Beberapa saksi yang dihadirkan dalam persidangan mengatakan sesuai dakwaan jaksa, yaitu Bank Century memang bermasalah dan sesungguhnya tidak layak mendapatkan FPJP atau diselamatkan.

Saksi, Zainal Abidin misalnya. Mantan Direktur Pengawasan Bank 1 BI mengaku bahwa berdasarkan on site supervision tahun 2005, 2006, 2007 sampai 2008, Bank Century sudah bermasalah dan tidak layak diselamatkan. Bahkan, pengawasan merekomendasikan untuk ditutup.

Tetapi, menurutnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI memutuskan hal yang berbeda, yaitu terus membahas upaya penyelamatan terhadap Bank Century.

Fakta persidangan kala itu mengungkapkan adanya upaya Dewan Gubernur (DG) BI untuk memaksakan pemberian bantuan kepada Bank Century, dengan mengubah peraturan.

Saksi lain, Hakim Alamsyah selaku mantan Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan Perbankan (DPNP) BI dalam kesaksiannya mengakui adanya permintaan perubahan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.10/26/PBI/2008 tentang FPJP yang mengatur untuk memperoleh FPJP bank harus memiliki Capital Adequacy Ratio (CAR) sebesar 8 persen dan aset kredit yang dijadikan agunan lancar selama 12 bulan.

Tetapi, permintaan tersebut kerap ditolaknya. Walaupun akhirnya, secara tiba-tiba, pada tanggal 14 Nopember 2008, DG memutuskan perubahan PBI. Sehingga, ketentuan mengenai CAR menjadi hanya positif dan tidak ada syarat agunan lancar selama 12 bulan.

Sedangkan, Boediono selaku Gubernur BI ketika itu disebut menyetujui pemberian FPJP ke Bank Century yang jumlahnya mencapai Rp689 miliar. Terkait permohonan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, Boediono dalam dakwaan disebut mendesak KSSK menetapkan Century ditetapkan bank gagal berdampak sistemik sehingga harus diambil alih oleh LPS dan diselamatkan.

Boediono juga meminta agar memasukan kajian psikologis pasar untuk diserahkan ke KSSK. Sehingga, Bank Century ditetapkan berdampak sistemik.

Anggota tim pengawas Bank Century, Hendrawan Supratikno, menilai kesaksian mantan Gubernur Bank Indonesia Boediono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (9/5), bisa membawa nama Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini utamanya terkait dengan situasi perekonomian saat itu yang menjadi dasar penetapan bank berdampak sistemik dan pembengkakan dana bail out Bank Century menjadi Rp 6,7 triliun.

“SBY bilang jangan over react pas tanggal 8 Oktober menghadapi krisis saat itu. Tapi ternyata ada pengucuran dana bail out. Ini sebabnya, penting Pak SBY menjelaskan karena, kalau hanya berkutat pada Boediono, JK (Jusuf Kalla), dan Sri Mulyani, akan lempar-lemparan, tidak ada yang menengahi soal krisis tidaknya kondisi saat itu,” ujar Hendrawan saat dihubungi, kemarin siang. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/