27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

Kompolnas seperti Pedagang, BG Belum Laku Tawarkan Dagangan Baru

Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com
Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai manuver Kompolnas akhir-akhir ini semakin menunjukkan elite-elite di lembaga itu seakan tidak punya etika dan moralitas.

Seharusnya menurut Neta, secara etika dan moralitas Kompolnas bertanggungjawab mengawal pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri hingga tuntas, yakni hingga ada keputusan Presiden.

Soalnya, Kompolnas yang memberi rekomendasi sejumlah nama calon Kapolri kepada Presiden, termasuk BG. “Sehingga sangat naif, jika Kompolnas memunculkan nama baru calon Kapolri di tengah banyak pihak sedang menunggu keputusan Presiden, apakah BG dilantik atau tidak,” kata Neta, Rabu (11/2).

IPW mengecam sikap dan perilaku Kompolnas yang ibarat pedagang. Kasus BG belum selesai, Kompolnas sudah menawarkan “dagang baru”, yakni calon Kapolri baru pengganti BG kepada Presiden. Dari enam nama yang digadang-gadang, sebenarnya hanya dua nama yang hendak dijagokan Kompolnas kepada Presiden sebagai penganti BG.

“Untungnya, Selasa sore kemarin, dengan alasan tertentu Presiden tidak bersedia menerima Kompolnas yang hendak membawa “dagangan barunya”,” kata Neta.

Karenanya, IPW mengecam keras manuver Kompolnas yang tidak beretika dan bermoral ini. Manuver Kompolnas itu sama artinya hendak memfait-accompli Presiden, yang pada gilirannya membuat Presiden tidak fokus untuk
menyelesaikan masalah calon Kapolri maupun konflik KPK-Polri.

Bahkan manuver Kompolnas itu bisa membuat situasi di internal kepolisian kian tidak kondusif. Polri tidak solid karena masing-masing angkatan berseteru untuk menggolkan jagonya agar digadang-gadang Kompolnas. Akibat situasi ini konflik KPK-Polri pun bisa kian marak karena isu KPK vs Polri dimainkan untuk memojokkan pihak tertentu.

Seharusnya orientasi Kompolnas adalah membantu Presiden menyelesaikan masalah ini dan bukan menambah masalah bagi Presiden.

Artinya, lanjut dia, Kompolnas harus mendorong agar Presiden taat konstitusi, yakni melantik BG yang sudah dapat persetujuan DPR. Setelah itu baru Presiden menyelesaikan masalah hukum yang dituduhkan KPK kepada BG. Sehingga, putusan Presiden bisa diterima semua pihak, dan DPR tidak merasa dilecehkan Presiden.

“Sebab itu saya memberi apresiasi kepada Presiden yang menolak menerima kedatangan Kompolnas pada Selasa sore kemarin,” pungkasnya. (boy/jpnn)

Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com
Neta S Pane. Foto: dok/JPNN.com

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane menilai manuver Kompolnas akhir-akhir ini semakin menunjukkan elite-elite di lembaga itu seakan tidak punya etika dan moralitas.

Seharusnya menurut Neta, secara etika dan moralitas Kompolnas bertanggungjawab mengawal pencalonan Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri hingga tuntas, yakni hingga ada keputusan Presiden.

Soalnya, Kompolnas yang memberi rekomendasi sejumlah nama calon Kapolri kepada Presiden, termasuk BG. “Sehingga sangat naif, jika Kompolnas memunculkan nama baru calon Kapolri di tengah banyak pihak sedang menunggu keputusan Presiden, apakah BG dilantik atau tidak,” kata Neta, Rabu (11/2).

IPW mengecam sikap dan perilaku Kompolnas yang ibarat pedagang. Kasus BG belum selesai, Kompolnas sudah menawarkan “dagang baru”, yakni calon Kapolri baru pengganti BG kepada Presiden. Dari enam nama yang digadang-gadang, sebenarnya hanya dua nama yang hendak dijagokan Kompolnas kepada Presiden sebagai penganti BG.

“Untungnya, Selasa sore kemarin, dengan alasan tertentu Presiden tidak bersedia menerima Kompolnas yang hendak membawa “dagangan barunya”,” kata Neta.

Karenanya, IPW mengecam keras manuver Kompolnas yang tidak beretika dan bermoral ini. Manuver Kompolnas itu sama artinya hendak memfait-accompli Presiden, yang pada gilirannya membuat Presiden tidak fokus untuk
menyelesaikan masalah calon Kapolri maupun konflik KPK-Polri.

Bahkan manuver Kompolnas itu bisa membuat situasi di internal kepolisian kian tidak kondusif. Polri tidak solid karena masing-masing angkatan berseteru untuk menggolkan jagonya agar digadang-gadang Kompolnas. Akibat situasi ini konflik KPK-Polri pun bisa kian marak karena isu KPK vs Polri dimainkan untuk memojokkan pihak tertentu.

Seharusnya orientasi Kompolnas adalah membantu Presiden menyelesaikan masalah ini dan bukan menambah masalah bagi Presiden.

Artinya, lanjut dia, Kompolnas harus mendorong agar Presiden taat konstitusi, yakni melantik BG yang sudah dapat persetujuan DPR. Setelah itu baru Presiden menyelesaikan masalah hukum yang dituduhkan KPK kepada BG. Sehingga, putusan Presiden bisa diterima semua pihak, dan DPR tidak merasa dilecehkan Presiden.

“Sebab itu saya memberi apresiasi kepada Presiden yang menolak menerima kedatangan Kompolnas pada Selasa sore kemarin,” pungkasnya. (boy/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/