25 C
Medan
Saturday, November 23, 2024
spot_img

Omzet Miliaran, Masuk Jaringan Internasional

Lagi, BNN Bekuk Bandar Narkoba di Nusakambangan

JAKARTA- Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengungkap bisnis penjualan narkotika di balik jeruji Lapas Narkotika Nusakambangan. Kali ini yang dicokok adalah Syafrudin alias Isap alias Kapten pada Jumat malam (10/6). Tim BNN yang dipimpin Direktur Narkotika Alami BNN Brigjen Pol Benny Mamoto tiba di Cilacap pada Jumat (10/6) sekitar pukul 10.00.

Sebelumnya ada tim yang tiba di Cilacap dan berhasil menangkap istri Kapten, Dewi, pada Kamis (9/6) saat akan menyeberangi dermaga. Ketika itu dia hendak menjenguk suaminya di Nusakambangan.
Diketahui, Kapten merupakan rekan sekamar Hartoni, narapidana yang ditangkap BNN pada Maret lalu dengan kasus yang sama, yakni bandar narkotika yang mengendalikan penjualan dari penjara. Kasus Hartoni beberapa waktu lalu juga menyeret nama Kepala Lapas Narkotika A  Marwan.

Penangkapan Kapten tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan BNN setelah menangkap Hartoni. Menurut Benny, banyak bukti yang memberatkan Kapten. “Jadi, dia (Kapten) ditangkap karena kasus narkoba di beberapa anggota jaringan yang sudah ditangkap BNN sebelumnya. Termasuk kasus Hartoni. Dalam kasus ini, Hartoni mengaku barang yang didapat berasal dari Kapten,” beber polisi dari Sulawesi Utara tersebut kemarin (11/6).

Selain ditangkap karena kasus narkoba, Kapten terjerat kasus pencucian uang (money laundering). “Dia juga bandar narkoba berkelas internasional. Ada beberapa bukti yang menyebut dia sering membeli mata uang dolar untuk membayar narkoba,” paparnya.

Dalam kasus ini, Kapten mengendalikan bisnisnya melalui si istri, Dewi, dan keponakannya, Syaiful, yang juga sudah ditangkap BNN. “Untuk pendistribusian, Kapten menggunakan jaringannya di luar penjara,” ungkapnya.
Kesaksian istri dan keponakan Kapten, lanjut Benny, jelas menyebutkan, meski berada di penjara, Kapten masih bisa menjual dan membeli narkoba. “Omzetnya bisa miliaran. Bahkan Kapten ini adalah saingan Hartoni di dalam lapas. Kapten dalam kasus ini mengendalikan semua jenis narkoba, sesuai dengan permintaan pasar,” ujarnya.
Dewi ditangkap bersama barang bukti enam ponsel dan lebih dari 20 SIM card berbagai operator. Ponsel dan SIM card itu diduga digunakan suaminya untuk menjalankan perdagangan narkoba melalui lapas.

Selain Dewi, Syaiful yang sudah dibekuk BNN disebut sebagai kaki tangan Kapten. Dia bertugas menghubungi Kapten untuk masalah penarikan dan transfer uang. Melalui dua kaki tangan Kapten tersebut, ditemukan pula print-out rekening bank. Ada pula rekening yang sudah ditutup untuk menghilangkan jejak.

“Syaiful berumur 29 tahun, tapi perawakannya seperti berusia 35 tahun. Dewi berusia 31 tahun dan memiliki tiga anak. Dua dari suami pertama dan satu dari hasil pernikahannya dengan Kapten,” jelas Benny.
Tim Kejar BNN mendatangi Lapas Narkotika Nusakambangan pukul 17.00. Tim diterima Kalapas yang baru, Lilik. Negosiasi penjemputan Kapten memakan waktu sekitar dua jam. Menurut dia, proses itu terkendala karena Kalapas masih harus menghubungi atasannya untuk mengonfirmasi penangkapan tersebut. “Tapi, kami sudah memiliki surat penangkapan. Jadi, mereka tak bisa berbuat banyak,” tegasnya.(gel/jpnn)

Lagi, BNN Bekuk Bandar Narkoba di Nusakambangan

JAKARTA- Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengungkap bisnis penjualan narkotika di balik jeruji Lapas Narkotika Nusakambangan. Kali ini yang dicokok adalah Syafrudin alias Isap alias Kapten pada Jumat malam (10/6). Tim BNN yang dipimpin Direktur Narkotika Alami BNN Brigjen Pol Benny Mamoto tiba di Cilacap pada Jumat (10/6) sekitar pukul 10.00.

Sebelumnya ada tim yang tiba di Cilacap dan berhasil menangkap istri Kapten, Dewi, pada Kamis (9/6) saat akan menyeberangi dermaga. Ketika itu dia hendak menjenguk suaminya di Nusakambangan.
Diketahui, Kapten merupakan rekan sekamar Hartoni, narapidana yang ditangkap BNN pada Maret lalu dengan kasus yang sama, yakni bandar narkotika yang mengendalikan penjualan dari penjara. Kasus Hartoni beberapa waktu lalu juga menyeret nama Kepala Lapas Narkotika A  Marwan.

Penangkapan Kapten tersebut merupakan hasil pengembangan penyidikan BNN setelah menangkap Hartoni. Menurut Benny, banyak bukti yang memberatkan Kapten. “Jadi, dia (Kapten) ditangkap karena kasus narkoba di beberapa anggota jaringan yang sudah ditangkap BNN sebelumnya. Termasuk kasus Hartoni. Dalam kasus ini, Hartoni mengaku barang yang didapat berasal dari Kapten,” beber polisi dari Sulawesi Utara tersebut kemarin (11/6).

Selain ditangkap karena kasus narkoba, Kapten terjerat kasus pencucian uang (money laundering). “Dia juga bandar narkoba berkelas internasional. Ada beberapa bukti yang menyebut dia sering membeli mata uang dolar untuk membayar narkoba,” paparnya.

Dalam kasus ini, Kapten mengendalikan bisnisnya melalui si istri, Dewi, dan keponakannya, Syaiful, yang juga sudah ditangkap BNN. “Untuk pendistribusian, Kapten menggunakan jaringannya di luar penjara,” ungkapnya.
Kesaksian istri dan keponakan Kapten, lanjut Benny, jelas menyebutkan, meski berada di penjara, Kapten masih bisa menjual dan membeli narkoba. “Omzetnya bisa miliaran. Bahkan Kapten ini adalah saingan Hartoni di dalam lapas. Kapten dalam kasus ini mengendalikan semua jenis narkoba, sesuai dengan permintaan pasar,” ujarnya.
Dewi ditangkap bersama barang bukti enam ponsel dan lebih dari 20 SIM card berbagai operator. Ponsel dan SIM card itu diduga digunakan suaminya untuk menjalankan perdagangan narkoba melalui lapas.

Selain Dewi, Syaiful yang sudah dibekuk BNN disebut sebagai kaki tangan Kapten. Dia bertugas menghubungi Kapten untuk masalah penarikan dan transfer uang. Melalui dua kaki tangan Kapten tersebut, ditemukan pula print-out rekening bank. Ada pula rekening yang sudah ditutup untuk menghilangkan jejak.

“Syaiful berumur 29 tahun, tapi perawakannya seperti berusia 35 tahun. Dewi berusia 31 tahun dan memiliki tiga anak. Dua dari suami pertama dan satu dari hasil pernikahannya dengan Kapten,” jelas Benny.
Tim Kejar BNN mendatangi Lapas Narkotika Nusakambangan pukul 17.00. Tim diterima Kalapas yang baru, Lilik. Negosiasi penjemputan Kapten memakan waktu sekitar dua jam. Menurut dia, proses itu terkendala karena Kalapas masih harus menghubungi atasannya untuk mengonfirmasi penangkapan tersebut. “Tapi, kami sudah memiliki surat penangkapan. Jadi, mereka tak bisa berbuat banyak,” tegasnya.(gel/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/