24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Komisi III DPR ‘Serang’ KPK

Anggaran Lebih Besar dari Polri dan Kejagung

JAKARTA-Ramai polemik KPK-Polri beberapa waktu terakhir berimbas dalam pembahasan anggaran di Senayan. Sejumlah sorotan tajam menyangkut anggaran untuk KPK muncul dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama pimpinan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) di gedung parlemen kemarin (11/10).

Sejumlah anggota komisi hukum itu menyorot perbedaan besaran anggaran pembiayaan pemberantasan korupsi pada tiga lembaga penegak hukum yang ada. Berdasar rencana kerja dan anggaran kementerian dan lembaga (RKAKL), anggaran untuk Polri dan Kejagung dianggap terlalu sedikit jika dibandingkan dengan anggaran untuk KPK. “Sampai sekarang, saya tidak tahu berapa gaji para penyidik KPK. Tapi, saya yakin pasti lebih besar,” kata anggota Komisi III DPR dari Partai Hanura Syarifuddin Sudding dalam rapat.

Dia lantas membandingkan anggaran KPK dengan kejaksaan terkait penanganan perkara korupsi. Untuk KPK, penyelidikan selama 12 bulan telah dianggarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sekitar Rp8,1 miliar. Bagi kejaksaan, untuk volume penanganan yang sedikit lebih besar, dianggarkan hanya sekitar Rp4 miliar. “Tidak benar kalau seperti ini. Seharusnya ketiga-tiganya diperkuat. Saya usulkan, komisi III segera mengirimkan surat ke Kemenkeu terkait hal ini,” tegasnya.

Anggota komisi III dari PKB Baharudin Nasori juga menegaskan, tidak boleh ada perbedaan perlakuan di antara tiga lembaga penegak hukum yang ada menyangkut upaya pemberantasan korupsi. “Perlakuan harus sama. Kalau sudah sama, nanti baru bisa dievaluasi secara fair kinerja tiga lembaga ini,” kata Baharudin.

Dia pun lantas menyinggung polemik rebutan penyidik antara KPK dan Polri beberapa waktu terakhir. “Kalau gaji penyidik sudah sama, bisa jadi tidak akan ribut karena bertugas di mana saja penghargaannya sama,” ujarnya.
Masih pada persoalan yang sama, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika juga termasuk yang meminta adanya reposisi anggaran tiga lembaga penegak hukum. Khususnya menyangkut fokus pada upaya pemberantasan korupsi. “Sebaiknya disamakan saja (KPK, Kejagung, dan Polri). Hanya dengan begini, kita bisa apple-to-apple melihat kinerja masing-masing lembaga memberantas korupsi,” kata politikus Partai Demokrat itu.

Dia mengusulkan, standar anggaran pada tiga institusi tersebut nanti menggunakan ukuran lembaga yang paling besar anggarannya. Yaitu, sebut dia, KPK. “Membandingkan satu pihak disebut tidak sehat dengan lembaga lain yang mendapat fasilitas dan kewenangan yang luar biasa (KPK, Red) kurang lah tepat. Semua disamakan saja dengan KPK, nanti tinggal kita lihat,” tegasnya.

Dalam rapat tersebut, pihak KPK diwakili salah satu pimpinanannya, Zulkarnaen. Kejagung diwakili Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin) Agung Iskamto, sedangkan dan Polri diwakili Asisten Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena) Kapolri Irjen Pol Sulistyo Ishak.

Koordinasi KPK Polri Tuntas Pekan Depan

Sementara itu, koordinasi antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan terkait penanganan kasus simulator diharapkan bisa tuntas pekan depan. Sejumlah masalah krusial harus diselesaikan ketiga penegak hukum tersebut agar pengambilalihan berkas oleh KPK bisa sesuai dengan peraturan perundangan.

Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan sejumlah hal yang dibicarakan adalah status tahanan tersangka. “Ada yang sudah ditahan pihak Polri. Penahanan tidak bsa dikurangi. Tetap harus dihitung. Ini poin yang didiskusikan,” kata Johan di kantornya kemarin.

Ada lima tersangka yang kini disidik di Bareskrim. Mereka adalah bekas Wakil Kepala Korlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang. Juga, Ketua Panitia Pengadaan Simulator Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Bendahara Korlantas Komisaris Pol Legimo.

Bareskrim Mabes Polri bakal menyerahkan tersangka Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang ke KPK. Masalahnya, Didik dan Budi sudah ditahan sejak 3 Agustus. Didik ditahan di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat. Sedangkan Budi ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

Untuk Sukotjo, tidak ada masalah karena ia memang sedang menjalani hukuman penjara di LP Kebon Waru, Bandung, terkait kasus penggelapan dan penipuan. Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seorang tersangka hanya bisa ditahan di tingkat penyidikan maksimal selama 60 hari.

Perpanjangan kembali masa penahanan baru bisa dilakukan jika sudah masuk ke penuntutan. Berkaitan dengan berkas yang sudah diserahkan di Kejaksaan Agung, lanjut Johan, meskipun berkasnya belum lengkap, sudah ditindaklanjuti dengan perpanjangan penahanan dengan izin pengadilan. “Ini teknis antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung,” katanya.

Pembicaraan juga mendiskusikan penanganan berkas tersangka Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Bendahara Korlantas Komisaris Pol Legimo yang tidak ditangani KPK. “Di KPK, yang dikeluarkan Sprindik (surat perintah penyidikan) itu hanya empat tersangka,” kata Johan.

Terpisah, Jubir Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko mengatakan kalau pengalihan kasus tersebut tidak perlu lagi arahan instansinya. Sebab, arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyon untuk kasus tersebut sudah sangat jelas. Jadi, instansi penegak hukum yang sedang rebut-ribut itu bisa langsung mengaplikasikan arahan presiden.

Wakil Jaksa Agung Darmono di Seminar Nasional Komisi Kejaksaan di Hotel Atlet Century, Senayan, menyebut ada dua opsi pelimpahan berkas perkara simulator SIM tersebut. Nah, opsi tersebut saat ini disebutnya masih dikordinasikan antara Polri, KPK, dan Kejagung.

Apa saja langkah itu? Darmono menyebut opsi pertama adalah langsung menyerahkan berkas perkara tiga tersangka kepada KPK. Ketiga tersangka itu adalah Wakakorlantas Brigjen Didik Purnomo, Dirut PT CMMA Budi Susanto dan Dirut PT ITI Sukotjo S Bambang.Karena langsung diserahkan, berarti institusi pimpinan Abraham Samad yang akan melengkapi berkas tersebut. Seperti diberitakan, saat ini berkas tersebut belum dinyatakan P21 oleh Kejagung dan dikembalikan ke Polri. Namun, hingga kini kabarnya berkas tersebut belum dikembalikan ke Kejagung.

“Opsi kedua, berkas perkara dilengkapi oleh Polri terlebih dahulu lantas diserahkan pada KPK,” jelasnya. Untuk opsi kedua, juga ada pilihan apakah pihak kepolidian yang menyerahkan langsung ke KPK beserta alat bukti atau memberi jawaban dulu terhadap upaya-upaya penyempurnaan berkas perkara. (dyn/c4/agm/sof/dim/jpnn)

Anggaran Lebih Besar dari Polri dan Kejagung

JAKARTA-Ramai polemik KPK-Polri beberapa waktu terakhir berimbas dalam pembahasan anggaran di Senayan. Sejumlah sorotan tajam menyangkut anggaran untuk KPK muncul dalam rapat kerja Komisi III DPR bersama pimpinan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung (Kejagung) di gedung parlemen kemarin (11/10).

Sejumlah anggota komisi hukum itu menyorot perbedaan besaran anggaran pembiayaan pemberantasan korupsi pada tiga lembaga penegak hukum yang ada. Berdasar rencana kerja dan anggaran kementerian dan lembaga (RKAKL), anggaran untuk Polri dan Kejagung dianggap terlalu sedikit jika dibandingkan dengan anggaran untuk KPK. “Sampai sekarang, saya tidak tahu berapa gaji para penyidik KPK. Tapi, saya yakin pasti lebih besar,” kata anggota Komisi III DPR dari Partai Hanura Syarifuddin Sudding dalam rapat.

Dia lantas membandingkan anggaran KPK dengan kejaksaan terkait penanganan perkara korupsi. Untuk KPK, penyelidikan selama 12 bulan telah dianggarkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sekitar Rp8,1 miliar. Bagi kejaksaan, untuk volume penanganan yang sedikit lebih besar, dianggarkan hanya sekitar Rp4 miliar. “Tidak benar kalau seperti ini. Seharusnya ketiga-tiganya diperkuat. Saya usulkan, komisi III segera mengirimkan surat ke Kemenkeu terkait hal ini,” tegasnya.

Anggota komisi III dari PKB Baharudin Nasori juga menegaskan, tidak boleh ada perbedaan perlakuan di antara tiga lembaga penegak hukum yang ada menyangkut upaya pemberantasan korupsi. “Perlakuan harus sama. Kalau sudah sama, nanti baru bisa dievaluasi secara fair kinerja tiga lembaga ini,” kata Baharudin.

Dia pun lantas menyinggung polemik rebutan penyidik antara KPK dan Polri beberapa waktu terakhir. “Kalau gaji penyidik sudah sama, bisa jadi tidak akan ribut karena bertugas di mana saja penghargaannya sama,” ujarnya.
Masih pada persoalan yang sama, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika juga termasuk yang meminta adanya reposisi anggaran tiga lembaga penegak hukum. Khususnya menyangkut fokus pada upaya pemberantasan korupsi. “Sebaiknya disamakan saja (KPK, Kejagung, dan Polri). Hanya dengan begini, kita bisa apple-to-apple melihat kinerja masing-masing lembaga memberantas korupsi,” kata politikus Partai Demokrat itu.

Dia mengusulkan, standar anggaran pada tiga institusi tersebut nanti menggunakan ukuran lembaga yang paling besar anggarannya. Yaitu, sebut dia, KPK. “Membandingkan satu pihak disebut tidak sehat dengan lembaga lain yang mendapat fasilitas dan kewenangan yang luar biasa (KPK, Red) kurang lah tepat. Semua disamakan saja dengan KPK, nanti tinggal kita lihat,” tegasnya.

Dalam rapat tersebut, pihak KPK diwakili salah satu pimpinanannya, Zulkarnaen. Kejagung diwakili Jaksa Agung Muda Pembinaan (JAM Bin) Agung Iskamto, sedangkan dan Polri diwakili Asisten Bidang Perencanaan Umum dan Pengembangan (Asrena) Kapolri Irjen Pol Sulistyo Ishak.

Koordinasi KPK Polri Tuntas Pekan Depan

Sementara itu, koordinasi antara KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan terkait penanganan kasus simulator diharapkan bisa tuntas pekan depan. Sejumlah masalah krusial harus diselesaikan ketiga penegak hukum tersebut agar pengambilalihan berkas oleh KPK bisa sesuai dengan peraturan perundangan.

Juru Bicara KPK Johan Budi S.P mengatakan sejumlah hal yang dibicarakan adalah status tahanan tersangka. “Ada yang sudah ditahan pihak Polri. Penahanan tidak bsa dikurangi. Tetap harus dihitung. Ini poin yang didiskusikan,” kata Johan di kantornya kemarin.

Ada lima tersangka yang kini disidik di Bareskrim. Mereka adalah bekas Wakil Kepala Korlantas Brigjen Pol Didik Purnomo, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi Budi Susanto, dan Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia Sukotjo S. Bambang. Juga, Ketua Panitia Pengadaan Simulator Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Bendahara Korlantas Komisaris Pol Legimo.

Bareskrim Mabes Polri bakal menyerahkan tersangka Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo S Bambang ke KPK. Masalahnya, Didik dan Budi sudah ditahan sejak 3 Agustus. Didik ditahan di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat. Sedangkan Budi ditahan di Rutan Bareskrim Mabes Polri.

Untuk Sukotjo, tidak ada masalah karena ia memang sedang menjalani hukuman penjara di LP Kebon Waru, Bandung, terkait kasus penggelapan dan penipuan. Sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), seorang tersangka hanya bisa ditahan di tingkat penyidikan maksimal selama 60 hari.

Perpanjangan kembali masa penahanan baru bisa dilakukan jika sudah masuk ke penuntutan. Berkaitan dengan berkas yang sudah diserahkan di Kejaksaan Agung, lanjut Johan, meskipun berkasnya belum lengkap, sudah ditindaklanjuti dengan perpanjangan penahanan dengan izin pengadilan. “Ini teknis antara KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung,” katanya.

Pembicaraan juga mendiskusikan penanganan berkas tersangka Ajun Komisaris Besar Polisi Teddy Rusmawan dan Bendahara Korlantas Komisaris Pol Legimo yang tidak ditangani KPK. “Di KPK, yang dikeluarkan Sprindik (surat perintah penyidikan) itu hanya empat tersangka,” kata Johan.

Terpisah, Jubir Mahkamah Agung (MA) Djoko Sarwoko mengatakan kalau pengalihan kasus tersebut tidak perlu lagi arahan instansinya. Sebab, arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyon untuk kasus tersebut sudah sangat jelas. Jadi, instansi penegak hukum yang sedang rebut-ribut itu bisa langsung mengaplikasikan arahan presiden.

Wakil Jaksa Agung Darmono di Seminar Nasional Komisi Kejaksaan di Hotel Atlet Century, Senayan, menyebut ada dua opsi pelimpahan berkas perkara simulator SIM tersebut. Nah, opsi tersebut saat ini disebutnya masih dikordinasikan antara Polri, KPK, dan Kejagung.

Apa saja langkah itu? Darmono menyebut opsi pertama adalah langsung menyerahkan berkas perkara tiga tersangka kepada KPK. Ketiga tersangka itu adalah Wakakorlantas Brigjen Didik Purnomo, Dirut PT CMMA Budi Susanto dan Dirut PT ITI Sukotjo S Bambang.Karena langsung diserahkan, berarti institusi pimpinan Abraham Samad yang akan melengkapi berkas tersebut. Seperti diberitakan, saat ini berkas tersebut belum dinyatakan P21 oleh Kejagung dan dikembalikan ke Polri. Namun, hingga kini kabarnya berkas tersebut belum dikembalikan ke Kejagung.

“Opsi kedua, berkas perkara dilengkapi oleh Polri terlebih dahulu lantas diserahkan pada KPK,” jelasnya. Untuk opsi kedua, juga ada pilihan apakah pihak kepolidian yang menyerahkan langsung ke KPK beserta alat bukti atau memberi jawaban dulu terhadap upaya-upaya penyempurnaan berkas perkara. (dyn/c4/agm/sof/dim/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/