31.7 C
Medan
Monday, May 13, 2024

KPK ‘Tampar’ Jokowi & PDIP

Foto: Ricardo/JPNN Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).
Foto: Ricardo/JPNN
Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPK betul-betul mempermalukan dan memberi tamparan keras kepada Presiden Jokowi dan PDIP yang ngotot mengusung Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Sekitar dua jam sebelum Komisi III DPR mendatangi rumahnya, Selasa (13/1) petang, KPK menetapkan Komjen Budi sebagai tersangka rekening gendut. Penetapan tersangka itu juga dilakukan hampir bersamaan dengan pertemuan Jokowi dengan Kompolnas di Istana Negara.

PDIP langsung bereaksi keras dengan adanya penetapan status tersangka bagi Komjen Budi Gunawan, calon Kapolri yang ditunjuk Presiden Jokowi. “Tentu kami kaget. Ini beritanya baru, kami akan segera rapat soal ini,” kata Ketua DPP Bidang Hukum PDIP, Trimedya Panjaitan, Selasa (13/1).

Menurut Trimedya, penetapan status Komjen Budi merupakan tamparan keras. Semua elemen PDIP di komisi hukum DPR, katanya, berencana akan berkoordinasi untuk menentukan langkah apa yang seharusnya diambil oleh mereka terkait penetapan status tersangka bagi sang jenderal.

“Bakal ada rapat di DPP. Sementara kami (di DPR) akan ada rapat juga di Komisi III,” kata Trimedya.

Senada, Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella menilai penetapan Komjen Budi sebagai tersangka merupakan penghinaan terhadap pemerintah dan DPR. Pasalnya, KPK membuat keputusan tersebut ditengah-tengah proses seleksi calon Kapolri.

“Yang menunjuk Budi kan presiden, itu sama saja menampar muka presiden. Yang kedua DPR, ini sedang menjalankan proses politik harusnya dihargai dong,” kata Rio di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/1).

Menurutnya, kasus ini menunjukan bahwa KPK melakukan tebang pilih dalam menjalankan tugasnya. Kasus yang tidak melibatkan orang penting cenderung dikesampingkan penanganannya. Namun, saat orang yang bersangkutan berpotensi duduki jabatan penting, KPK langsung bergerak.

Indikasi ini, lanjutnya, sudah terlihat ketika KPK tidak memproses calon menteri pilihan Presiden Jokowi yang mendapat raport merah.

“Rapor merah ini kan menjadi bukti KPK menyandera orang. Setelah tidak jadi menteri kasusnya langsung tidak prioritas. Pertanyaan saya kalau Budi tak dicalonkan sebagai Kapolri, apakah hari ini akan jadi tersangka? Saya rasa belum tentu,” paparnya.

Dalam keterangan di depan wartawan, Selasa (13/1) petang, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, kasus yang menjerat Komjen Budi terjadi ketika dia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier di Mabes Polri dan jabatan lainnya.

Atas perbuatan tersebut, Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Presiden Jokowi rupanya tidak mengindahkan rekomendasi KPK Sebelumnya. Sebab, kata Samad, Budi merupakan salah satu calon menteri yang mendapat tanda merah.

“Kami sudah serahkan hasil catatan itu. Tapi tidak elok jika saat itu kami ungkap ke publik,” ujar Samad.

Status tersangka itu, menurut Samad, telah ditetapkan pada Senin (12/1). Namun KPK baru mengumumkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka pada Selasa (13/1). Kenapa? “KPK berusaha membuka komunikasi bertemu Presiden, tapi belum dikasih waktu,” kata Samad.

Menurut Samad, KPK telah mencoba mengontak Presiden Jokowi untuk menyampaikan hasil gelar perkara kasus Komjen Budi pada Senin (12/1). Menurut dia, kontak yang dilakukan setelah ekspose hingga Selasa (13/1) siang bertujuan menyampaikan status baru Komjen Budi.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengeluarkan laporan hasil analisis (LHA) yang dikirim ke kepolisian pada Juni 2010. LHA itu diserahkan menanggapi surat dari Bareskrim mengenai hasil penyelidikan transaksi mencurigakan atas nama Inspektur Jenderal BG (Budi Gunawan, Red) kala itu.

“Tapi saat itu KPK tidak mendapat surat laporan dari PPATK,” kata Bambang.

Bambang mengatakan, KPK mendapat informasi terkait Budi berdasarkan pengaduan masyarakat. Pada Juni-Agustus, KPK lantas melakukan kajian terhadap laporan tersebut.

Hasil kajian itu diperiksa kembali pada 2012. Ekspose pertama di tingkat pimpinan dilakukan pada Juli 2013 setelah Budi menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

“Penyelidikan lantas digelar pada pertengahan tahun lalu. Hasil penyelidikan itu yang menjadi dasar ekspose kasus saat ini,” ujar Bambang.

Berdasarkan hasil pemeriksaan LHKPN, kata Bambang, KPK telah memiliki dokumen yang menjadi dasar hasil kekayaan Budi dan ditegasi dengan hasil penyelidikan. Dia mengaku telah berusaha membuka komunikasi dan bertemu dengan Presiden Jokowi. “Tapi kami belum mendapat waktu untuk itu,” katanya.

Kemarin petang, calon Kapolri Komjen Budi Gunawan berkaca-kaca saat menjelaskan unek-uneknya di hadapan para anggota Komisi III DPR saat berkunjung ke kediamannya di Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan. Ia menengarai ada kepentingan politik di balik penetapan tersangka dirinya oleh KPK.

“Karena situasinya memang mendadak, kami melihat ada manuver atau kepentingan lain,” kata dia dengan mata berkaca-kaca.

Budi tak menyangka bakal ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyesalkan, bila ada kejanggalan terhadap rekeningnya, mengapa hal ini tidak diproses sejak dulu. “Kalau pun itu sebuah pelanggaran yang harus diproses, kenapa tidak dari dulu, kenapa baru sekarang,” ujarnya.

Sebagai informasi, pekan silam, Presiden Jokowi mengajukan Komjen Budi sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. Penunjukan ini dikecam beberapa pihak. Pasalnya, Komjen Budi diduga memiliki rekening gendut dengan nilai miliaran rupiah. Penunjukan Budi sebagai calon tunggal Kapolri ini juga tidak melibatkan KPK dan PPATK.

Komjen Budi diduga memiliki rekening gendut. Bersama anaknya, dia disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp29 miliar dan Rp25 miliar.

Komjen Budi terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara ke KPK pada 26 Juli 2013 dengan nilai Rp22,6 miliar. Dalam laporan terbaru, harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan tercatat bernilai Rp21,5 miliar. Padahal, dalam laporan sebelumnya, hanya sekitar Rp2,7 miliar. Adapun harta bergerak milik Budi Gunawan bernilai sekitar Rp475 juta, terdiri atas dua unit mobil Mitsubishi Pajero dan Nissan Juke. (bbs/val)

Foto: Ricardo/JPNN Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).
Foto: Ricardo/JPNN
Calon Tunggal Kapolri Budi Gunawan menggelar konferensi pers usai pertemuan secara tertutup di Kediaman Budi Gunawan, Jakarta, Selasa (13/1).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPK betul-betul mempermalukan dan memberi tamparan keras kepada Presiden Jokowi dan PDIP yang ngotot mengusung Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal Kapolri. Sekitar dua jam sebelum Komisi III DPR mendatangi rumahnya, Selasa (13/1) petang, KPK menetapkan Komjen Budi sebagai tersangka rekening gendut. Penetapan tersangka itu juga dilakukan hampir bersamaan dengan pertemuan Jokowi dengan Kompolnas di Istana Negara.

PDIP langsung bereaksi keras dengan adanya penetapan status tersangka bagi Komjen Budi Gunawan, calon Kapolri yang ditunjuk Presiden Jokowi. “Tentu kami kaget. Ini beritanya baru, kami akan segera rapat soal ini,” kata Ketua DPP Bidang Hukum PDIP, Trimedya Panjaitan, Selasa (13/1).

Menurut Trimedya, penetapan status Komjen Budi merupakan tamparan keras. Semua elemen PDIP di komisi hukum DPR, katanya, berencana akan berkoordinasi untuk menentukan langkah apa yang seharusnya diambil oleh mereka terkait penetapan status tersangka bagi sang jenderal.

“Bakal ada rapat di DPP. Sementara kami (di DPR) akan ada rapat juga di Komisi III,” kata Trimedya.

Senada, Sekjen Partai NasDem Patrice Rio Capella menilai penetapan Komjen Budi sebagai tersangka merupakan penghinaan terhadap pemerintah dan DPR. Pasalnya, KPK membuat keputusan tersebut ditengah-tengah proses seleksi calon Kapolri.

“Yang menunjuk Budi kan presiden, itu sama saja menampar muka presiden. Yang kedua DPR, ini sedang menjalankan proses politik harusnya dihargai dong,” kata Rio di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (13/1).

Menurutnya, kasus ini menunjukan bahwa KPK melakukan tebang pilih dalam menjalankan tugasnya. Kasus yang tidak melibatkan orang penting cenderung dikesampingkan penanganannya. Namun, saat orang yang bersangkutan berpotensi duduki jabatan penting, KPK langsung bergerak.

Indikasi ini, lanjutnya, sudah terlihat ketika KPK tidak memproses calon menteri pilihan Presiden Jokowi yang mendapat raport merah.

“Rapor merah ini kan menjadi bukti KPK menyandera orang. Setelah tidak jadi menteri kasusnya langsung tidak prioritas. Pertanyaan saya kalau Budi tak dicalonkan sebagai Kapolri, apakah hari ini akan jadi tersangka? Saya rasa belum tentu,” paparnya.

Dalam keterangan di depan wartawan, Selasa (13/1) petang, Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, kasus yang menjerat Komjen Budi terjadi ketika dia menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier di Mabes Polri dan jabatan lainnya.

Atas perbuatan tersebut, Budi disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2 Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan junto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Presiden Jokowi rupanya tidak mengindahkan rekomendasi KPK Sebelumnya. Sebab, kata Samad, Budi merupakan salah satu calon menteri yang mendapat tanda merah.

“Kami sudah serahkan hasil catatan itu. Tapi tidak elok jika saat itu kami ungkap ke publik,” ujar Samad.

Status tersangka itu, menurut Samad, telah ditetapkan pada Senin (12/1). Namun KPK baru mengumumkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka pada Selasa (13/1). Kenapa? “KPK berusaha membuka komunikasi bertemu Presiden, tapi belum dikasih waktu,” kata Samad.

Menurut Samad, KPK telah mencoba mengontak Presiden Jokowi untuk menyampaikan hasil gelar perkara kasus Komjen Budi pada Senin (12/1). Menurut dia, kontak yang dilakukan setelah ekspose hingga Selasa (13/1) siang bertujuan menyampaikan status baru Komjen Budi.

Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengeluarkan laporan hasil analisis (LHA) yang dikirim ke kepolisian pada Juni 2010. LHA itu diserahkan menanggapi surat dari Bareskrim mengenai hasil penyelidikan transaksi mencurigakan atas nama Inspektur Jenderal BG (Budi Gunawan, Red) kala itu.

“Tapi saat itu KPK tidak mendapat surat laporan dari PPATK,” kata Bambang.

Bambang mengatakan, KPK mendapat informasi terkait Budi berdasarkan pengaduan masyarakat. Pada Juni-Agustus, KPK lantas melakukan kajian terhadap laporan tersebut.

Hasil kajian itu diperiksa kembali pada 2012. Ekspose pertama di tingkat pimpinan dilakukan pada Juli 2013 setelah Budi menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN).

“Penyelidikan lantas digelar pada pertengahan tahun lalu. Hasil penyelidikan itu yang menjadi dasar ekspose kasus saat ini,” ujar Bambang.

Berdasarkan hasil pemeriksaan LHKPN, kata Bambang, KPK telah memiliki dokumen yang menjadi dasar hasil kekayaan Budi dan ditegasi dengan hasil penyelidikan. Dia mengaku telah berusaha membuka komunikasi dan bertemu dengan Presiden Jokowi. “Tapi kami belum mendapat waktu untuk itu,” katanya.

Kemarin petang, calon Kapolri Komjen Budi Gunawan berkaca-kaca saat menjelaskan unek-uneknya di hadapan para anggota Komisi III DPR saat berkunjung ke kediamannya di Duren Tiga Barat, Jakarta Selatan. Ia menengarai ada kepentingan politik di balik penetapan tersangka dirinya oleh KPK.

“Karena situasinya memang mendadak, kami melihat ada manuver atau kepentingan lain,” kata dia dengan mata berkaca-kaca.

Budi tak menyangka bakal ditetapkan sebagai tersangka. Ia menyesalkan, bila ada kejanggalan terhadap rekeningnya, mengapa hal ini tidak diproses sejak dulu. “Kalau pun itu sebuah pelanggaran yang harus diproses, kenapa tidak dari dulu, kenapa baru sekarang,” ujarnya.

Sebagai informasi, pekan silam, Presiden Jokowi mengajukan Komjen Budi sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR. Penunjukan ini dikecam beberapa pihak. Pasalnya, Komjen Budi diduga memiliki rekening gendut dengan nilai miliaran rupiah. Penunjukan Budi sebagai calon tunggal Kapolri ini juga tidak melibatkan KPK dan PPATK.

Komjen Budi diduga memiliki rekening gendut. Bersama anaknya, dia disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp29 miliar dan Rp25 miliar.

Komjen Budi terakhir kali menyerahkan laporan harta kekayaan penyelenggara negara ke KPK pada 26 Juli 2013 dengan nilai Rp22,6 miliar. Dalam laporan terbaru, harta tidak bergerak berupa tanah dan bangunan tercatat bernilai Rp21,5 miliar. Padahal, dalam laporan sebelumnya, hanya sekitar Rp2,7 miliar. Adapun harta bergerak milik Budi Gunawan bernilai sekitar Rp475 juta, terdiri atas dua unit mobil Mitsubishi Pajero dan Nissan Juke. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/