25.6 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Survei Dipersoalkan

JAKARTA- Sejumlah tokoh lama yang disurvei kembali dipersoalkan. Survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) misalnya, yang diteliti selalu saja tokoh-tokoh tua dari nama-nama lama.  Jika imputnya adalah tokoh-tokoh lama, maka otomatis outpunya pun nama-nama lama pula. Padahal banyak tokoh-tokoh muda yang berpotensi muncul sebagai capres 2014.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan sudah saatnya berbagai lembaga survei itu menutup pintu bagi nama-nama capres tua dalam survei mereka.

Dijelaskannya, apabila lembaga survei masih saja memasukkan nama-nama tokoh lama sebagai capres dan cawapres maka hasilnya pun nama-nama lama pula. ”Lembaga-lembaga survei yang memunculkan tokoh-tokoh tua dalam bursa capres adalah hasil dari desain survei,” tegasnya.

Menurut Salang, semua pihak seharusnya mendorong berbagai lembaga survei itu untuk membuat terobosan baru dengan memasukkan tokoh-tokoh muda yang potensial sehingga mendorong tingkat akseptibilitas tokoh muda untuk memimpin Indonesia ke depan.

Dia berharap lembaga survei itu  berani mendobrak dengan memasukkan nama-nama baru. ”Kalau saja lembaga survei berani tak mencantumkan pemain lama, tentu ada harapan tokoh muda muncul untuk memimpin,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan nama-nama capres dan cawapres hasil survei itu hanya daur ulang nama-nama lama saja.  ”Hasil survei demikian menunjukkan kalau pentas politik nasional masih mendasarkan diri pada cara-cara lama dan pada nama-nama lama. Ini tidak akan membawa perubahan terhadap Indonesia,” jelas Ray, di Jakarta, Rabu (6/6).

Menurutnya, dengan beban bangsa yang semakin berat maka yang dibutuhkan bangsa ini tokoh baru yang lebih muda dan fresh, bukan yang daur ulang. ”Karena pemimpin muda memiliki banyak kelebihan dan lebih cocok untuk bangsa Indonesia. Apalagi kondisi bangsa ini yang sedang  menghadapi berbagai masalah. Makanya tak mungkin kepemimpinan diberikan pada yang lama dan tua,” urai Ray Rangkuti.

Dikatakan, sudah saatnya ada gerakan nasional untuk lebih memunculkan tokoh muda dan baru ke pentas nasional demi menggantikan tokoh tua yang didaur ulang itu. Tokoh-tokoh itu bisa datang dari berbagai kalangan seperti dari profesional maupun tokoh-tokoh di daerah yang kepemimpinannya menonjol.

”Tak mungkinlah kita terus-terusan menyandarkan diri pada yang tua-tua ini. Kita butuh tokoh muda dan baru yang professional. Bisa tokoh muda dari daerah atau Jakarta,” tegas pria yang rajin berkopiah ini.

Ray mengimbau  tokoh-tokoh tua untuk tahu diri dan secara sadar mengundurkan diri dari bursa capres 2014. ”Menurut saya, tokoh-tokoh tua itu sebaiknya mendisiplinkan diri menolak dicalonkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Sugeng Surjadi Syndicate (SSS) merilis hasil survei terbarunya yang menempatkan Prabowo Subianto menjadi capres terfavorit teratas (25,8 persen), Megawati di urutan kedua (22,4 persen), Jusuf Kalla di urutan ketiga (14,9 persen), selanjutnya berturut-turut Aburizal Bakrie (10,6 persen), Surya Paloh (5,2 persen), dan Wiranto (4,5 persen). (ind/jpnn)

JAKARTA- Sejumlah tokoh lama yang disurvei kembali dipersoalkan. Survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) misalnya, yang diteliti selalu saja tokoh-tokoh tua dari nama-nama lama.  Jika imputnya adalah tokoh-tokoh lama, maka otomatis outpunya pun nama-nama lama pula. Padahal banyak tokoh-tokoh muda yang berpotensi muncul sebagai capres 2014.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang mengatakan sudah saatnya berbagai lembaga survei itu menutup pintu bagi nama-nama capres tua dalam survei mereka.

Dijelaskannya, apabila lembaga survei masih saja memasukkan nama-nama tokoh lama sebagai capres dan cawapres maka hasilnya pun nama-nama lama pula. ”Lembaga-lembaga survei yang memunculkan tokoh-tokoh tua dalam bursa capres adalah hasil dari desain survei,” tegasnya.

Menurut Salang, semua pihak seharusnya mendorong berbagai lembaga survei itu untuk membuat terobosan baru dengan memasukkan tokoh-tokoh muda yang potensial sehingga mendorong tingkat akseptibilitas tokoh muda untuk memimpin Indonesia ke depan.

Dia berharap lembaga survei itu  berani mendobrak dengan memasukkan nama-nama baru. ”Kalau saja lembaga survei berani tak mencantumkan pemain lama, tentu ada harapan tokoh muda muncul untuk memimpin,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan nama-nama capres dan cawapres hasil survei itu hanya daur ulang nama-nama lama saja.  ”Hasil survei demikian menunjukkan kalau pentas politik nasional masih mendasarkan diri pada cara-cara lama dan pada nama-nama lama. Ini tidak akan membawa perubahan terhadap Indonesia,” jelas Ray, di Jakarta, Rabu (6/6).

Menurutnya, dengan beban bangsa yang semakin berat maka yang dibutuhkan bangsa ini tokoh baru yang lebih muda dan fresh, bukan yang daur ulang. ”Karena pemimpin muda memiliki banyak kelebihan dan lebih cocok untuk bangsa Indonesia. Apalagi kondisi bangsa ini yang sedang  menghadapi berbagai masalah. Makanya tak mungkin kepemimpinan diberikan pada yang lama dan tua,” urai Ray Rangkuti.

Dikatakan, sudah saatnya ada gerakan nasional untuk lebih memunculkan tokoh muda dan baru ke pentas nasional demi menggantikan tokoh tua yang didaur ulang itu. Tokoh-tokoh itu bisa datang dari berbagai kalangan seperti dari profesional maupun tokoh-tokoh di daerah yang kepemimpinannya menonjol.

”Tak mungkinlah kita terus-terusan menyandarkan diri pada yang tua-tua ini. Kita butuh tokoh muda dan baru yang professional. Bisa tokoh muda dari daerah atau Jakarta,” tegas pria yang rajin berkopiah ini.

Ray mengimbau  tokoh-tokoh tua untuk tahu diri dan secara sadar mengundurkan diri dari bursa capres 2014. ”Menurut saya, tokoh-tokoh tua itu sebaiknya mendisiplinkan diri menolak dicalonkan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Sugeng Surjadi Syndicate (SSS) merilis hasil survei terbarunya yang menempatkan Prabowo Subianto menjadi capres terfavorit teratas (25,8 persen), Megawati di urutan kedua (22,4 persen), Jusuf Kalla di urutan ketiga (14,9 persen), selanjutnya berturut-turut Aburizal Bakrie (10,6 persen), Surya Paloh (5,2 persen), dan Wiranto (4,5 persen). (ind/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/