JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) siap memberantas besar-besaran situs berkonten negatif. Untuk mendukung target tersebut, Kominfo akan menggunakan metode baru dalam menangani konten negatif yang beredar di dunia maya. Yakni dengan mesin sensor internet yang disebut sebagai Perangkat Pengendalian ProAktif.
Melalui keterangan resmi, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aprika) Kementerian Kominfo Semual A Pangerapan menjelaskan bahwa sistem Perangkat Pengendali Proaktif memiliki cara kerja sistem dengan cara crawling konten. ”Yaitu menjelajah, membaca, dan mengambil atau menarik konten negatif yang sesuai dengan kriteria pencarian,” tutur pria yang akrab disapa Semmy itu.
Hasil crawling lalu disimpan dalam storage yang kemudian untuk analisis lebih mendalam dengan metoda analitik tertentu. Hasilnya output berupa domain, sub domain, dan URL. Output ini kemudian diverifikasi dan divalidasi sampai dilakukan pengambilan keputusan yang kemudian dikirim ke sistem Trust+positif.
Plt Kabiro Humas Kementerian Kominfo Noor Iza mengatakan, proses verifikasi dan validasi harus dilakukan dengan seksama. Menurutnya, bisa saja konten-konten lain sebetulnya tidak memiliki konten negatif malah ikut terjaring mesin sensor tersebut hanya karena mengandung kata-kata yang identik dengan konten negatif.
”Itu kan long list. Nanti diseleksi lagi dengan kriteria lebih dalam. Setelah ketemu, kita sortir lagi, apakah itu merupakan konten OTT (over-the-top) atau konten website,” katanya kepada Jawa Pos kemarin (15/10).
Jika konten negatif tersebut merupakan konten OTT, Kementerian Kominfo akan langsungsung berkomunikasi dengan OTT terkait untuk meminta konten tersebut di-take down dalam 2×24 jam. Dia mencontohkan konten negatif yang ditemukan di Telegram. Pekan lalu, ada aduan masuk ke Kementerian Kominfo mengenai stiker digital berbau pornografi yang terdapat di Telegram.
”Itu sudah langsung kami komunikasikan dengan pihak Telegram. Mereka langsung merespons dengan takedown konten tersebut,” terang Noor Iza.
Terkait dengan konten negatif pada layanan OTT itu, Rudiantara mengatakan bahwa Indonesia memiliki tingkat literasi yang berbeda dengan negara maju lainnya. Karena itu, akan sangat penting jika masing-masing OTT harus melakukan self-filtering untuk menjaga dari konten negatif.
”Hal tersebut harus menjadi bagian dari tanggung jawab penyedia konten dan OTT dalam melakukan bisnis dan memberikan pelayanan kepada masyarakat. Apabila tidak menjalankan bagaimana pelayanan masyarakat dapat terjadi,” tegas Rudiantara.
Noor Iza mengatakan, penggunaan mesin sensor internet itu akan membuat penyisiran konten negatif. Dia mengatakan, selama ini, proses pengendalian konten negatif dilakukan dengan tiga cara. Yakni aduan melalui email dan nomor WhatsApp Kementerian Kominfo, laporan dari instansi atau lembaga terkait, dan menelusuri secara manual situs-situs yang mengandung konten negatif oleh tim Trust+Positif.