26.7 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Pandemi Mulai Terkendali, Sudah Boleh Buka Masker

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk melonggarkan penggunaan masker di kalangan masyarakat saat beraktivitas di luar ruangan atau area terbuka. Namun Jokowi menegaskan, pelonggaran itu tak berlaku untuk kegiatan di ruang tertutup dan transportasi publik.

JOKOWI menerangkan keputusan pelonggaran itu diambil pemerintah setelah memerhatikan kondisi penanganan pandemi Covid di Indonesia yang semakin terkendali. “Pemerintah memutuskan melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang maka boleh untuk tidak gunakan masker,” kata Jokowi seperti disiarkan langsung via saluran Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (17/5) petang.

Selain itu, bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia atau memiliki komorbid, pemerintah menyarankan tetap menggunakan masker dalam beraktivitas. “Juga masyarakat yang mengalami gejala batuk pilek maka tetap harus gunakan masker ketika melakukan aktivitas,” katanya.

Selain memperbolehkan tanpa masker di luar ruangan, Presiden Jokowi juga menyatakan, tidak perlu ada kewajiban tes usap PCR ataupun antigen bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan juga luar negeri (LN) yang sudah mendapatkan dosis vaksin Covid -19 secara lengkap. “Bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapat dosis vaksinasi lengkap, sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen,” kata Jokowi.

Sementara, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, kebijakan lepas masker akan mulai berlaku hari ini, Rabu (18/5). Namun hal ini tak serta merta membuat pandemi berakhir di Indonesia.

Menurutnya, ini adalah masa transisi dari pandemi ke endemi. Lagipula keputusan mengakhiri pandemi bukan di tangan pemerintah. Melainkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). “Pemerintah akan melakukan pelonggaran tidak menggunakan masker untuk aktivitas di ruangan terbuka yang tidak padat orang. Namun populasi rentan dan orang yang sedang dalam keadaan tidak fit, tetap disarankan memakai masker, untuk mencegah peluang tertular dan menularkan,” ujarnya dalam keterangan pers lanjutan, tadi malam.

“Faktanya walau pemerintah sudah mengizinkan peningkatan aktivitas masyarakat, namun kita perlu tetap melanjutkan upaya vaksinasi dan budaya hidup bersih dan sehat lainnya, seperti potokol kesehatan. Karena sejatinya pandemi, belum resmi dinyatakan berakhir oleh WHO,” jelasnya.

Wiku mengatakan lagi, pelonggaran diharapkan bisa membawa perbaikan ke ekonomi nasional yang selama ini terdampak pandemi selama dua tahun belakangan. Meski begitu, masyarakat tetap diminta waspada, siaga dan adaptif dengan berbagai perubahan ke depan.

Diketahui, selama dua tahun terakhir pandemi Covid-19, penggunaan masker adalah salah satu protokol kesehatan wajib pencegahan penularan virus corona di Indonesia. Mewajibkan masker itu dilaksanakan pemerintah pusat sejak awal April 2020 silam. Mewajibkan masker diputuskan pemerintah berdasarkan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kekinian, pemerintah disebutkan mulai mempersiapkan skenario penanganan Covid-19 di RI dari pandemi menjadi endemi. Salah satunya adalah mengizinkan pelaksanaan mudik lebaran 2022 setelah dua tahun sebelumnya dibatasi.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 per Selasa, 17 Mei 2022, kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia bertambah 247. Sehingga akumulasi positif Covid-19 saat ini sebanyak 6.051.205 kasus. Jumlah tersebut adalah hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 136.377 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Kemudian, dilaporkan juga kasus yang sembuh dari Covid-19 kemarin, tercatat 1.029 orang. Sehingga total sebanyak 5.890.826 orang sembuh. Sedangkan jumlah yang meninggal bertambah 17 orang. Sehingga total meninggal menjadi 156.481 orang.

Sebelumnya, total akumulasi kasus positif Covid-19 di Indonesia pada Senin, 16 Mei 2022 sebanyak 6.050.958 kasus. Kemudian, kasus yang sembuh total sebanyak 5.889.797 orang sembuh. Sedangkan total meninggal menjadi 88.145 orang.

Untuk vaksinasi, Pemerintah telah menyuntikkan vaksin dosis pertama Covid-19 di Indonesia sejumlah 199.625.406 dosis, dosis kedua sebanyak 165.273.179 dosis, dan vaksinasi ke-3 mencapai 42.709.756 dosis.

99,2% Masyarakat Miliki Antibodi

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan bersama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali melakukan penelitian antibodi tubuh terhadap virus atau sero servei pada Maret 2022 lalu.

Hasil sero survei menyatakan, 99,2 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19, baik antibodi berasal dari vaksinasi maupun infeksi.

Angka tersebut naik dari hasil sero survei pada Desember tahun lalu, yakni sekitar 88,6 persen. “Bisa disampaikan bahwa kadar antibodi masyarakat Indonesia naik menjadi 99,2 persen,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers pada 18 April lalu, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Budi kembali menyampaikan, dibanding pada Desember 2021, kadar antibodi masyarakat Indonesia per Maret lalu pun cukup tinggi, yakni 7.000-8.000 titer antibodi. Artinya, jika terserang virus corona, daya tahan tubuh bisa dengan cepat mengatasi dan risiko terkena gejala Covid-19 pun menjadi berkurang. “Di Bulan Maret ini ordenya sudah di angka ribuan, sekitar 7.000-8.000. Ini menunjukkan, bukan hanya banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi tapi kadar antibodinya tinggi,” imbuh Budi.

Jangan Buru-Buru

Lantas, apakah masyarakat Indonesia sudah bisa melepas masker? Epidemiolog meminta masyarakat tetap waspada dalam menafsirkan kebijakan tersebut. Pasalnya tak semua ruangan terbuka itu baik, dan bukan berarti ruangan tertutup juga tak baik. Ada beberapa indikator yang memengaruhi salah satunya status vaksinasi dan booster.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman meminta masyarakat jangan terlalu bereuforia menanggapi keputusan itu. Masker dan vaksinasi adalah duet terbaik dalam mengatasi pandemi Covid-19. Sehingga menurutnya, bukan soal masker, tetapi yang utama adalah status vaksinasi seseorang. ’’Kita harus sangat hati-hati ya menarasikan ini, jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan merugikan diri sendiri,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Selasa (17/5).

Dia menambahkan, penggunaan masker adalah perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit udara seperti halnya Covid-19. Apalagi ditambah akselerasi vaksinasi. Ini jadi kombinasi signifikan yang terkontribusi dalam menurunkan potensi penularan. ’’Kombinasi ditambah dengan adanya prokes termasuk perbaikan kualitas udara dan ventilasi, ini jadi upaya kita mengarah keluar dari pandemi,” ucap dia.

Ia mengakui, cakupan 2 dosis di Indonesia sudah tercukupi. Akan tetapi untuk vaksin dosis ketiga atau booster, Indonesia masih jauh dari target. Berdasarkan data dari Our World in Data, vaksin 1 dosis mencapai 73 persen. Vaksin 2 dosis mencapai 60 persen. Dan vaksin 3 dosis atau booster baru 13 persen. Apalagi di tengah munculnya Omicron plus, kata Dicky, membuat seseorang tak cukup jika hanya divaksinasi 2 dosis.

’’Kita harus ingat nih untuk konteks Omicron plus yakni BA.2, dan turunannya, nah adanya cakupan vaksinasi 2 dosis tak cukup. Harus 3 dosis barulah efektif. Dosis cakupan booster harus di atas 70 persen. Indonesia kan belum. Terutama kita lihat di Indonesia kita lihat cakupan vaksinasi booster sudah di atas 50 persen belum,” jelasnya.

Maka ia meminta agar para menteri, pejabat daerah, hingga tim teknis mampu menerjemahkan arahan pelonggaran yang disampaikan Presiden Joko Widodo agar lebih hati-hati dan bijaksana. Ia sepakat bahwa pelonggaran dapat dilakukan bertahap. Dicky menargetkan akhir 2022 adalah waktu yang pas bagi cakupan vaksinasi secara global.

’’Tentang masker ini harus bijak tak terburu-buru. Saya sepakat dengan pak presiden, bertahap ya. Prediksi saya akhir tahun ini kita akan berada dalam situasi yang jauh lebih baik dan aman jika cakupan vaksinasi global 70 persen terpenuhi. Tapi kalau masih banyak negara yang melakukan pengabaian atas vaksinasi, tetap saja risikonya besar,” kata Dicky. (jpc/kps/bbs/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk melonggarkan penggunaan masker di kalangan masyarakat saat beraktivitas di luar ruangan atau area terbuka. Namun Jokowi menegaskan, pelonggaran itu tak berlaku untuk kegiatan di ruang tertutup dan transportasi publik.

JOKOWI menerangkan keputusan pelonggaran itu diambil pemerintah setelah memerhatikan kondisi penanganan pandemi Covid di Indonesia yang semakin terkendali. “Pemerintah memutuskan melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang maka boleh untuk tidak gunakan masker,” kata Jokowi seperti disiarkan langsung via saluran Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (17/5) petang.

Selain itu, bagi masyarakat yang masuk kategori rentan, lansia atau memiliki komorbid, pemerintah menyarankan tetap menggunakan masker dalam beraktivitas. “Juga masyarakat yang mengalami gejala batuk pilek maka tetap harus gunakan masker ketika melakukan aktivitas,” katanya.

Selain memperbolehkan tanpa masker di luar ruangan, Presiden Jokowi juga menyatakan, tidak perlu ada kewajiban tes usap PCR ataupun antigen bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan juga luar negeri (LN) yang sudah mendapatkan dosis vaksin Covid -19 secara lengkap. “Bagi pelaku perjalanan dalam negeri dan luar negeri yang sudah mendapat dosis vaksinasi lengkap, sudah tidak perlu lagi untuk melakukan tes swab PCR maupun antigen,” kata Jokowi.

Sementara, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebutkan, kebijakan lepas masker akan mulai berlaku hari ini, Rabu (18/5). Namun hal ini tak serta merta membuat pandemi berakhir di Indonesia.

Menurutnya, ini adalah masa transisi dari pandemi ke endemi. Lagipula keputusan mengakhiri pandemi bukan di tangan pemerintah. Melainkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). “Pemerintah akan melakukan pelonggaran tidak menggunakan masker untuk aktivitas di ruangan terbuka yang tidak padat orang. Namun populasi rentan dan orang yang sedang dalam keadaan tidak fit, tetap disarankan memakai masker, untuk mencegah peluang tertular dan menularkan,” ujarnya dalam keterangan pers lanjutan, tadi malam.

“Faktanya walau pemerintah sudah mengizinkan peningkatan aktivitas masyarakat, namun kita perlu tetap melanjutkan upaya vaksinasi dan budaya hidup bersih dan sehat lainnya, seperti potokol kesehatan. Karena sejatinya pandemi, belum resmi dinyatakan berakhir oleh WHO,” jelasnya.

Wiku mengatakan lagi, pelonggaran diharapkan bisa membawa perbaikan ke ekonomi nasional yang selama ini terdampak pandemi selama dua tahun belakangan. Meski begitu, masyarakat tetap diminta waspada, siaga dan adaptif dengan berbagai perubahan ke depan.

Diketahui, selama dua tahun terakhir pandemi Covid-19, penggunaan masker adalah salah satu protokol kesehatan wajib pencegahan penularan virus corona di Indonesia. Mewajibkan masker itu dilaksanakan pemerintah pusat sejak awal April 2020 silam. Mewajibkan masker diputuskan pemerintah berdasarkan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Kekinian, pemerintah disebutkan mulai mempersiapkan skenario penanganan Covid-19 di RI dari pandemi menjadi endemi. Salah satunya adalah mengizinkan pelaksanaan mudik lebaran 2022 setelah dua tahun sebelumnya dibatasi.

Berdasarkan data Satgas Covid-19 per Selasa, 17 Mei 2022, kasus konfirmasi positif Covid-19 di Indonesia bertambah 247. Sehingga akumulasi positif Covid-19 saat ini sebanyak 6.051.205 kasus. Jumlah tersebut adalah hasil tracing melalui pemeriksaan sebanyak 136.377 spesimen yang dilakukan dengan metode real time polymerase chain reaction (PCR) dan tes cepat molekuler (TCM).

Kemudian, dilaporkan juga kasus yang sembuh dari Covid-19 kemarin, tercatat 1.029 orang. Sehingga total sebanyak 5.890.826 orang sembuh. Sedangkan jumlah yang meninggal bertambah 17 orang. Sehingga total meninggal menjadi 156.481 orang.

Sebelumnya, total akumulasi kasus positif Covid-19 di Indonesia pada Senin, 16 Mei 2022 sebanyak 6.050.958 kasus. Kemudian, kasus yang sembuh total sebanyak 5.889.797 orang sembuh. Sedangkan total meninggal menjadi 88.145 orang.

Untuk vaksinasi, Pemerintah telah menyuntikkan vaksin dosis pertama Covid-19 di Indonesia sejumlah 199.625.406 dosis, dosis kedua sebanyak 165.273.179 dosis, dan vaksinasi ke-3 mencapai 42.709.756 dosis.

99,2% Masyarakat Miliki Antibodi

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan bersama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia (UI) kembali melakukan penelitian antibodi tubuh terhadap virus atau sero servei pada Maret 2022 lalu.

Hasil sero survei menyatakan, 99,2 persen masyarakat Indonesia sudah memiliki antibodi Covid-19, baik antibodi berasal dari vaksinasi maupun infeksi.

Angka tersebut naik dari hasil sero survei pada Desember tahun lalu, yakni sekitar 88,6 persen. “Bisa disampaikan bahwa kadar antibodi masyarakat Indonesia naik menjadi 99,2 persen,” ujar Menkes Budi Gunadi Sadikin dalam keterangan pers pada 18 April lalu, dikutip dari laman Sekretariat Kabinet.

Budi kembali menyampaikan, dibanding pada Desember 2021, kadar antibodi masyarakat Indonesia per Maret lalu pun cukup tinggi, yakni 7.000-8.000 titer antibodi. Artinya, jika terserang virus corona, daya tahan tubuh bisa dengan cepat mengatasi dan risiko terkena gejala Covid-19 pun menjadi berkurang. “Di Bulan Maret ini ordenya sudah di angka ribuan, sekitar 7.000-8.000. Ini menunjukkan, bukan hanya banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi tapi kadar antibodinya tinggi,” imbuh Budi.

Jangan Buru-Buru

Lantas, apakah masyarakat Indonesia sudah bisa melepas masker? Epidemiolog meminta masyarakat tetap waspada dalam menafsirkan kebijakan tersebut. Pasalnya tak semua ruangan terbuka itu baik, dan bukan berarti ruangan tertutup juga tak baik. Ada beberapa indikator yang memengaruhi salah satunya status vaksinasi dan booster.

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman meminta masyarakat jangan terlalu bereuforia menanggapi keputusan itu. Masker dan vaksinasi adalah duet terbaik dalam mengatasi pandemi Covid-19. Sehingga menurutnya, bukan soal masker, tetapi yang utama adalah status vaksinasi seseorang. ’’Kita harus sangat hati-hati ya menarasikan ini, jangan sampai membangun euforia atau percaya diri berlebihan yang akhirnya membuat kita abai dan merugikan diri sendiri,” jelas Dicky kepada JawaPos.com, Selasa (17/5).

Dia menambahkan, penggunaan masker adalah perilaku yang selain mudah, murah, juga efektif dalam mencegah penularan penyakit udara seperti halnya Covid-19. Apalagi ditambah akselerasi vaksinasi. Ini jadi kombinasi signifikan yang terkontribusi dalam menurunkan potensi penularan. ’’Kombinasi ditambah dengan adanya prokes termasuk perbaikan kualitas udara dan ventilasi, ini jadi upaya kita mengarah keluar dari pandemi,” ucap dia.

Ia mengakui, cakupan 2 dosis di Indonesia sudah tercukupi. Akan tetapi untuk vaksin dosis ketiga atau booster, Indonesia masih jauh dari target. Berdasarkan data dari Our World in Data, vaksin 1 dosis mencapai 73 persen. Vaksin 2 dosis mencapai 60 persen. Dan vaksin 3 dosis atau booster baru 13 persen. Apalagi di tengah munculnya Omicron plus, kata Dicky, membuat seseorang tak cukup jika hanya divaksinasi 2 dosis.

’’Kita harus ingat nih untuk konteks Omicron plus yakni BA.2, dan turunannya, nah adanya cakupan vaksinasi 2 dosis tak cukup. Harus 3 dosis barulah efektif. Dosis cakupan booster harus di atas 70 persen. Indonesia kan belum. Terutama kita lihat di Indonesia kita lihat cakupan vaksinasi booster sudah di atas 50 persen belum,” jelasnya.

Maka ia meminta agar para menteri, pejabat daerah, hingga tim teknis mampu menerjemahkan arahan pelonggaran yang disampaikan Presiden Joko Widodo agar lebih hati-hati dan bijaksana. Ia sepakat bahwa pelonggaran dapat dilakukan bertahap. Dicky menargetkan akhir 2022 adalah waktu yang pas bagi cakupan vaksinasi secara global.

’’Tentang masker ini harus bijak tak terburu-buru. Saya sepakat dengan pak presiden, bertahap ya. Prediksi saya akhir tahun ini kita akan berada dalam situasi yang jauh lebih baik dan aman jika cakupan vaksinasi global 70 persen terpenuhi. Tapi kalau masih banyak negara yang melakukan pengabaian atas vaksinasi, tetap saja risikonya besar,” kata Dicky. (jpc/kps/bbs/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/