26.7 C
Medan
Sunday, May 12, 2024

Bah… Ketua KPK Ikut Rombongan Presiden ke Korea Selatan

Presiden Jokowi menyalam tangan Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat baru duilantik. Agus ikut rombongan presiden ke Korsel, dan mendapat kritikan dari sjeumlah pihak.
Presiden Jokowi menyalam tangan Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat baru duilantik. Agus ikut rombongan presiden ke Korsel, dan mendapat kritikan dari sjeumlah pihak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan sejak Minggu (15/5) lalu, menyisakan polemik di masyarakat. Pasalnya, selain membawa beberapa menteri, Jokowi juga mengikutsertakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Raharjo dalam rombongan. Nah, keikutsertaan Ketua KPK dalam rombongan presiden itulah yang dikecam banyak pihak.

Apapun alasannya, keikutsertaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan tak bisa dibenarkan. Langkah Ketua KPK ini, menurut Rachmawati Soekarnoputri, sangat tidak etis.

Rachma menilai, tindakan Agus ini menjatuhkan wibawa dan posisi institusi KPK, yang seharusnya independen. “Kecuali Ketua KPK memang mendapat undangan, seperti undangan seminar soal pemberantasan korupsi,” kata Rachmawati yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Rabu (18/5).

Rachma mengingatkan, KPK bukanlah lembaga subordinat keperesiden. KPK dan Presiden memiliki otoritas sendiri-sendiri. Presiden hanya pembuat kebijakan, dan bukan operasional menangani penyidikan-pemeriksaan dan penangkapan layaknya hukum acara pidana.

Sementara KPK, lanjut Rachma, merupakan lembaga lex specialis yang punya kewenangan memeriksa siapapun, termasuk memeriksa Presiden. Karena itu, bila ternyata seorang presiden terlibat korupsi, dengan cara mau berada dalam romobongan presiden, apakah KPK ke depannya berani bertindak atau tidak.

“Rakyat sudah bosan dengar janji-janji pemberantasan korupsi rezim penguasa,” demikian Rachma.

Pengamat politik Ahmad Yazid menduga, ikutnya Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rombongan presiden ke Korea Selatan, terkait upaya penggadaian kasus korupsi.

“Ketua KPK itu harus independen. Ketua KPK ikut dalam rombongan, itu menandakan ada intervensi Istana ke KPK. Ini sudah menyalahi etika,” tegas Yazid.

Menurut Yazid, dalam kunjungan itu, patut diduga Jokowi melakukan lobi secara pribadi dengan Ketua KPK. “Mungkin saja kasus pembelian armada TransJakarta, bahkan termasuk kasus yang menimpa Ahok,” beber Yazid.

Yazid menegaskan, Jokowi sangat pintar mengambil hati seseorang, salah satunya dengan mengajak Ketua KPK ikut dalam rombongan kunjungan ke Korea Selatan. “Kalau sudah diajak ke Korea Selatan, tentunya Ketua KPK merasa sungkan dengan Jokowi. Ini cara menaklukan lawan politik,” jelas Yazid.

Terkait hal itu, Yazid mendesak Komisi III untuk memanggil Ketua KPK karena ikut serta dalam rombongan Presiden Jokowi. “Komisi III harus kritis dalam melihat kejadian ini. Baru pertama kalinya Ketua KPK ikut rombongan kenegaraan. Ini mengindikasikan KPK sudah tidak independen lagi,” papar Yazid.

Jika alasannya untuk mempelajari pemberantasan korupsi, kata Yazid, Ketua KPK tidak perlu ikut rombongan kenegaraan. “Bisa berangkat ke Korea Selatan, ataupun mempelajari dari internet, itu jauh lebih murah. Kalau ada kerja sama dengan Korsel dalam bidang pemberantasan korupsi, baru Ketua KPK ke Korsel dengan tanda tangan MOU tentunya tanpa rombongan Presiden,” papar Yazid.

Tak hanya itu, Yazid menyesalkan banyak media baik cetak dan online yang tidak memberitakan Ketua KPK yang ikut dalam rombongan Presiden Jokowi ke Korea Selatan. “Nampak sekali media sudah tidak kritis lagi,” pungkas Yazid.

Presiden Jokowi menyalam tangan Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat baru duilantik. Agus ikut rombongan presiden ke Korsel, dan mendapat kritikan dari sjeumlah pihak.
Presiden Jokowi menyalam tangan Ketua KPK, Agus Rahardjo, saat baru duilantik. Agus ikut rombongan presiden ke Korsel, dan mendapat kritikan dari sjeumlah pihak.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kunjungan kenegaraan Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan sejak Minggu (15/5) lalu, menyisakan polemik di masyarakat. Pasalnya, selain membawa beberapa menteri, Jokowi juga mengikutsertakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Raharjo dalam rombongan. Nah, keikutsertaan Ketua KPK dalam rombongan presiden itulah yang dikecam banyak pihak.

Apapun alasannya, keikutsertaan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo bersama Presiden Joko Widodo ke Korea Selatan tak bisa dibenarkan. Langkah Ketua KPK ini, menurut Rachmawati Soekarnoputri, sangat tidak etis.

Rachma menilai, tindakan Agus ini menjatuhkan wibawa dan posisi institusi KPK, yang seharusnya independen. “Kecuali Ketua KPK memang mendapat undangan, seperti undangan seminar soal pemberantasan korupsi,” kata Rachmawati yang juga Wakil Ketua Umum Bidang Ideologi Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerindra, Rabu (18/5).

Rachma mengingatkan, KPK bukanlah lembaga subordinat keperesiden. KPK dan Presiden memiliki otoritas sendiri-sendiri. Presiden hanya pembuat kebijakan, dan bukan operasional menangani penyidikan-pemeriksaan dan penangkapan layaknya hukum acara pidana.

Sementara KPK, lanjut Rachma, merupakan lembaga lex specialis yang punya kewenangan memeriksa siapapun, termasuk memeriksa Presiden. Karena itu, bila ternyata seorang presiden terlibat korupsi, dengan cara mau berada dalam romobongan presiden, apakah KPK ke depannya berani bertindak atau tidak.

“Rakyat sudah bosan dengar janji-janji pemberantasan korupsi rezim penguasa,” demikian Rachma.

Pengamat politik Ahmad Yazid menduga, ikutnya Ketua KPK Agus Rahardjo dalam rombongan presiden ke Korea Selatan, terkait upaya penggadaian kasus korupsi.

“Ketua KPK itu harus independen. Ketua KPK ikut dalam rombongan, itu menandakan ada intervensi Istana ke KPK. Ini sudah menyalahi etika,” tegas Yazid.

Menurut Yazid, dalam kunjungan itu, patut diduga Jokowi melakukan lobi secara pribadi dengan Ketua KPK. “Mungkin saja kasus pembelian armada TransJakarta, bahkan termasuk kasus yang menimpa Ahok,” beber Yazid.

Yazid menegaskan, Jokowi sangat pintar mengambil hati seseorang, salah satunya dengan mengajak Ketua KPK ikut dalam rombongan kunjungan ke Korea Selatan. “Kalau sudah diajak ke Korea Selatan, tentunya Ketua KPK merasa sungkan dengan Jokowi. Ini cara menaklukan lawan politik,” jelas Yazid.

Terkait hal itu, Yazid mendesak Komisi III untuk memanggil Ketua KPK karena ikut serta dalam rombongan Presiden Jokowi. “Komisi III harus kritis dalam melihat kejadian ini. Baru pertama kalinya Ketua KPK ikut rombongan kenegaraan. Ini mengindikasikan KPK sudah tidak independen lagi,” papar Yazid.

Jika alasannya untuk mempelajari pemberantasan korupsi, kata Yazid, Ketua KPK tidak perlu ikut rombongan kenegaraan. “Bisa berangkat ke Korea Selatan, ataupun mempelajari dari internet, itu jauh lebih murah. Kalau ada kerja sama dengan Korsel dalam bidang pemberantasan korupsi, baru Ketua KPK ke Korsel dengan tanda tangan MOU tentunya tanpa rombongan Presiden,” papar Yazid.

Tak hanya itu, Yazid menyesalkan banyak media baik cetak dan online yang tidak memberitakan Ketua KPK yang ikut dalam rombongan Presiden Jokowi ke Korea Selatan. “Nampak sekali media sudah tidak kritis lagi,” pungkas Yazid.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/