26.7 C
Medan
Friday, May 24, 2024

Ada Pihak Lain Ngotot BG jadi Kapolri

Foto: Sutomo Samsu/Sumut Pos Pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeiry Sumampow.
Foto: Sutomo Samsu/Sumut Pos
Pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeiry Sumampow.

SUMUTPOS.CO – Keputusan Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Pol Budi Gunawan cukup mengagetkan banyak kalangan.

Pertama karena BG telah memenangkan gugatan praperadilan yang menghapus statusnya sebagai tersangka. Semula ada anggapan, Jokowi akan langsung melantik GB menjadi kapolri begitu keputusan praperadilan memenangkan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

Kedua, menganulir penunjukkan BG sebagai kapolri, sama saja Jokowi melawan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Apa kiranya yang menjadi pertimbangan Jokowi mengambil keputusan cukup berani itu? Bagaimana hubungan Jokowi dengan Megawati ke depan?

Berikut wawancara wartawan Sumut Pos Soetomo Samsu dengan pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI) Jeiry Sumampow di Jakarta, kemarin (19/2).

 

Bagaimana Anda memahami keputusan Jokowi yang membatakan BG menjadi kapolri?

Saya kira ini keputusan yang sudah cukup baik. Karena meskipun BG memenangkan gugatan praperadilan, tapi Jokowi mampu membaca keinginan publik dengan sangat baik. Publik tahu reputasi BG tidak terlalu baik. Jokowi juga tahu bahwa publik tidak percaya dengan keputusan praperadilan itu. Keputusan peradilan itu memang kontroversial.

 

Menurut Anda, kontroversialnya di mana?

Begini, dulu ketika Bibit-Candra (pimpinan KPK yang diduga dikriminalisasi) dijadikan tersangka, pihak Mabes Polri saat itu mengatakan status tersangka tidak bisa dipraperadilankan. Tapi dalam kasus BG, malah mengajukan gugatan praperadilan dan keputusannya incrach. Itu publik tahu. Jadi tidak terlalu sulit bagi Jokowi untuk mengambil keputusan itu (membatalkan BG sebagai kapolri, Red) karena publik tidak menginginkan BG menjadi kapolri. Jika tetap melantik BG sebagai kapolri, itu sungguh sangat berisiko.

 

Berarti Jokowi berani melawan keinginan Megawati yang disebut-sebut penyokong BG sebagai calon kapolri?

Saya kira proses Jokowi mengambil keputusan itu sudah melalui koordinasi dengan para petinggi PDIP dan dengan Megawati. Termasuk juga dengan para pimpinan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH), saat pertemuan di Solo itu. Saya justru melihat kemungkinan ada pihak lain, selain Megawati, yang memang ngotot agar BG tetap dilantik.

 

Pihak lain siapa itu?

Pihak lain ini belum terdeteksi, tapi saya kira dia punya kepentingan agar BG bisa menjadi kapolri. Kalau Megawati dan PDIP sendiri, saya yakin mereka sudah berhitung secara cermat, bahwa jika terus memaksakan agar BG dilantik menjadi kapolri, maka citra Megawati dan PDIP akan semakin buruk di mata publik. Mereka tak mau itu terjadi. Kalau BG dilantik, Jokowi akan dicaci-maki, Megawati dan PDIP juga akan dicaci-maki oleh publik.

 

Apa kemungkinan sudah ada konsesi sehingga Megawati bisa menerima?

Saya tak berani mengatakan ada konsesi atau tidak. Tapi yang jelas, keputusan itu sudah pasti juga telah dikomunikasikan dengan BG. Toh BG tidak dipecat dari kepolisian dan tetap pada jabatannya ( Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian). Apakah ada konsesi dengan Megawati? Saya kira tidak. Bisa jadi anggapan publik tentang Megawati (dianggap ngotot agar BG jadi kapolri) selama ini keliru.

 

Tapi beberapa kader PDIP, seperti Trimedya Pandjaitan dan Dwi Ria Latifa misalnya, begitu kecewa BG batal menjadi kapolri?

Itu biasa. Biasa politisi membentuk opini. Masalahnya, apakah opini itu mewakili suara partai atau tidak. Saya kira tidak. Itu hanya cara mereka untuk tampil menarik. Barangkali juga mereka sedang menyasar persoalan lain, dan masalah BG ini hanya menjadi sasaran antara.

 

Apakah mereka ini yang Anda maksud sebagai ‘pihak lain’ yang ngotot BG menjadi kapolri?

Saya tidak tahu. Saya juga tidak tahu apa hubungan orang-orang yang beropini ini dengan BG, sehingga ngotot agar BG bisa menjadi kapolri. (rbb)

 

Foto: Sutomo Samsu/Sumut Pos Pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeiry Sumampow.
Foto: Sutomo Samsu/Sumut Pos
Pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI), Jeiry Sumampow.

SUMUTPOS.CO – Keputusan Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Pol Budi Gunawan cukup mengagetkan banyak kalangan.

Pertama karena BG telah memenangkan gugatan praperadilan yang menghapus statusnya sebagai tersangka. Semula ada anggapan, Jokowi akan langsung melantik GB menjadi kapolri begitu keputusan praperadilan memenangkan mantan ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu.

Kedua, menganulir penunjukkan BG sebagai kapolri, sama saja Jokowi melawan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Apa kiranya yang menjadi pertimbangan Jokowi mengambil keputusan cukup berani itu? Bagaimana hubungan Jokowi dengan Megawati ke depan?

Berikut wawancara wartawan Sumut Pos Soetomo Samsu dengan pengamat politik yang juga pimpinan Komite untuk Pemilih Indonesia (TePI) Jeiry Sumampow di Jakarta, kemarin (19/2).

 

Bagaimana Anda memahami keputusan Jokowi yang membatakan BG menjadi kapolri?

Saya kira ini keputusan yang sudah cukup baik. Karena meskipun BG memenangkan gugatan praperadilan, tapi Jokowi mampu membaca keinginan publik dengan sangat baik. Publik tahu reputasi BG tidak terlalu baik. Jokowi juga tahu bahwa publik tidak percaya dengan keputusan praperadilan itu. Keputusan peradilan itu memang kontroversial.

 

Menurut Anda, kontroversialnya di mana?

Begini, dulu ketika Bibit-Candra (pimpinan KPK yang diduga dikriminalisasi) dijadikan tersangka, pihak Mabes Polri saat itu mengatakan status tersangka tidak bisa dipraperadilankan. Tapi dalam kasus BG, malah mengajukan gugatan praperadilan dan keputusannya incrach. Itu publik tahu. Jadi tidak terlalu sulit bagi Jokowi untuk mengambil keputusan itu (membatalkan BG sebagai kapolri, Red) karena publik tidak menginginkan BG menjadi kapolri. Jika tetap melantik BG sebagai kapolri, itu sungguh sangat berisiko.

 

Berarti Jokowi berani melawan keinginan Megawati yang disebut-sebut penyokong BG sebagai calon kapolri?

Saya kira proses Jokowi mengambil keputusan itu sudah melalui koordinasi dengan para petinggi PDIP dan dengan Megawati. Termasuk juga dengan para pimpinan partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH), saat pertemuan di Solo itu. Saya justru melihat kemungkinan ada pihak lain, selain Megawati, yang memang ngotot agar BG tetap dilantik.

 

Pihak lain siapa itu?

Pihak lain ini belum terdeteksi, tapi saya kira dia punya kepentingan agar BG bisa menjadi kapolri. Kalau Megawati dan PDIP sendiri, saya yakin mereka sudah berhitung secara cermat, bahwa jika terus memaksakan agar BG dilantik menjadi kapolri, maka citra Megawati dan PDIP akan semakin buruk di mata publik. Mereka tak mau itu terjadi. Kalau BG dilantik, Jokowi akan dicaci-maki, Megawati dan PDIP juga akan dicaci-maki oleh publik.

 

Apa kemungkinan sudah ada konsesi sehingga Megawati bisa menerima?

Saya tak berani mengatakan ada konsesi atau tidak. Tapi yang jelas, keputusan itu sudah pasti juga telah dikomunikasikan dengan BG. Toh BG tidak dipecat dari kepolisian dan tetap pada jabatannya ( Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian). Apakah ada konsesi dengan Megawati? Saya kira tidak. Bisa jadi anggapan publik tentang Megawati (dianggap ngotot agar BG jadi kapolri) selama ini keliru.

 

Tapi beberapa kader PDIP, seperti Trimedya Pandjaitan dan Dwi Ria Latifa misalnya, begitu kecewa BG batal menjadi kapolri?

Itu biasa. Biasa politisi membentuk opini. Masalahnya, apakah opini itu mewakili suara partai atau tidak. Saya kira tidak. Itu hanya cara mereka untuk tampil menarik. Barangkali juga mereka sedang menyasar persoalan lain, dan masalah BG ini hanya menjadi sasaran antara.

 

Apakah mereka ini yang Anda maksud sebagai ‘pihak lain’ yang ngotot BG menjadi kapolri?

Saya tidak tahu. Saya juga tidak tahu apa hubungan orang-orang yang beropini ini dengan BG, sehingga ngotot agar BG bisa menjadi kapolri. (rbb)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/