26.7 C
Medan
Tuesday, June 4, 2024

Gedung MK Dijaga 4 Lapis

Foto: Edo Dwi/Banten Pos/JPNN  Sejumlah anggota Kepolisian Daerah Banten tengah berjaga di gerbang tol Serang Timur, Selasa (19/8). Penjaggan tersebut dilakukan untuk mengatisi keamanan dan pengerahan masa dari daerah, Jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2014.
Foto: Edo Dwi/Banten Pos/JPNN
Sejumlah anggota Kepolisian Daerah Banten tengah berjaga di gerbang tol Serang Timur, Selasa (19/8). Penjaggan tersebut dilakukan untuk mengatisi keamanan dan pengerahan masa dari daerah, Jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2014.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aparat keamanan tidak main-main mengamankan Mahkamah Konstitusi (MK) jelang pembacaan putusan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) Kamis (21/8) besok. pengamanan dilakukan hingga empat lapis di sekeliling gedung MK. Mereka yang berani melakukan kerusuhan akan ditembak di tempat.

Peringatan itu disampaikan Kapolri Jenderal Sutarman di Rupatama Mabes Polri, Selasa (19/8). Polisi akan menggunakan senjata dengan peluru karet jika ada aksi anarkis di gedung MK saat pembacaan putusan sengketa Pilpres 2014.

Sutarman menjelaskan penggunaan senjata oleh anak buahnya tentu tidak langsung dilakukan. Kata dia, ada tahap dan prosedur yang harus ditempuh dalam rangka menenangkan aksi kekerasan.

“Kita akan gunakan (step 6) apabila melakukan tindakan-tindakan anarkis. Tetapi, saya berharap tidak ada anrkis itu dan saya berharap juga tidak sampai ke anarkis,” katanya.

Untuk pengamanan, Sutarman mengaku akan mempertebal sehingga susah ditembus. Jika sebelumnya hanya sistem tiga ring di gedung lembaga yang dipimpin Hamdan Zoelva itu, maka kali ini menjadi empat ring.

“Maka mulai tanggal 19 (Agustus) ini kita mempertebal yang kemarin itu (dari) tiga ring. Ring 1 di dalam MK, ring 2 di halaman, ring 3 di jalan (depan MK), dan kita tambah lagi ring keempatnya,” kata Sutarman di Rupatama Mabes Polri, Selasa (19/8).

Dia menegaskan, personel sudah disiapkan untuk menempati ring empat tersebut. “Kita siapkan personel kita di sana,” katanya.

Polri juga sudah menyatakan Siaga 1, mulai 19 Agustus 2014 pukul 00.00 WIB. Menurut Sutarman, Siaga 1 itu adalah di institusi kepolisian bukan di masyarakat. Artinya, ia menjelaskan, 2/3 personel Polri dalam keadaan siap untuk mengatasi apapun yang terjadi.

“Ini adalah untuk memantau keputusan MK. Jadi, kita siagakan anggota kita. Sebetulnya begitu Siaga 1, masyarakat menjadi lebih tenang,” ungkapnya.

Menurutnya, Polri terus melakukan pemantauan kepada massa yang melakukan demonstrasi. Ia mengatakan bahwa berunjuk rasa memang diatur dalam Undang-undang, tapi tak boleh anarkis.

Terkait prediksi putusan MK, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago memprediksi ada tiga kemungkinan Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sengketa Pilpres pada hari ini.

Pertama, menerima gugatan termohon (Prabowo-Hatta). Namun, putusan ini tetap berisiko tinggi terhadap kestabilan politik, terutama menyangkut pendukung Jokowi yang mempertanyakan keputusan tersebut. Kedua, menolak semua gugatan Prabowo-Hatta. Putusan MK tersebut tetap akan membuat suasana politik menjadi gaduh, memanas dan mengancam stabilitas politik. Ketiga, memenuhi sebagian gugatan Prabowo-Hatta. Dengan konsekuensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Provinsi atau semua TPS di Papua atau sebagian TPS di Indonesia.

“Saya berkeyakinan amar putusan MK tanggal 21 Agustus, mengambil opsi ketiga,” ujar Pangi Syarwi Chaniago, Selasa (19/8).

Ia menuturkan itu dilakukan sebagai keputusan kompromi atau jalan tengah, untuk mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. “Ketika MK tidak mengambil jalan tengah tentu akan membuat suasana gaduh, mengancam kesatuan bangsa yang berujung konflik horizontal artinya putusan MK berisiko besar membuat rakyat terbelah,” katanya.

Pangi mengatakan publik merindukan keputusan yang memenuhi rasa keadilan dan keputusan yang mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Menurutnya, MK jangan terjebak pada angka angka semata.

“Ini ujian besar bagi hakim MK atas pertaruhan independensi, objektifitas, faktual hukum dan realitas sehingga amar putusan atau vonis MK betul betul memenuhi rasa keadilan,” katanya.

Sementara, KPU dalam kesimpulan setebal 1.285 halaman yang diserahkan kepada majelis hakim MK pada Kamis (19/8) mencatat tiga poin besar sebagai konklusi akhir.

“Pertama, proses rekapitulasi yang dilakukan KPU sudah benar, karena tidak ada keberatan yang diajukan oleh saksi pemohon maupun saksi nomor dua terkait dengan proses rekapitulasi. Baik tingkat TPS, kabupaten atau pun provinsi,” ujar Kuasa hukum KPU Ali Nurdin.

Kedua, kata dia, proses pemilu yang KPU laksanakan sudah berlangsung jujur, adil dan transparan.

“Tidak betul proses pemilu ini cacat hukum, karena semua sudah sesuai dengan peraturannya, mulai dengan penghitungan DPT (daftar pemilih tetap), penyusunan DPKTb (daftar pemilih khusus tambahan) maupun dalam pelaksanaannya,” tutur Ali.

Hal tersebut, lanjut dia, dikuatkan dengan surat dari Bawaslu Nomor 09 tanggal 22 Juli, bahwa Bawaslu memberikan apresiasi kepada KPU karena telah melaksanakan pemilu secara tranparan jujur dan adil. Sementara yang ketiga, kata dia, tidak ada satupun pelanggaran yang terstruktur sistematis dan masif .

“Kalaupun ada kasus yang melibatkan KPPS misalnya, itu sifatnya lokal dan sudah ditindaklanjuti oleh KPU setempat. Itu sudah diproses dan diberhentikan,”kata dia.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, mengaku tidak dalam kapasitas menilai bagaimana putusan MK atas sengketa Pilpres 2014. Ia hanya menegaskan Pemilu merupakan bagian dari penegakan kedaulatan rakyat dan sirkulasi kepemimpinan yang tepat serta pasti. Terkait persoalan yang muncul seperti DPKTb, ia menilai itu upaya mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya. “Menggunakan hak pilih bentuk dari kedaulatan rakyat,” ujarnya.

Untuk itu Ray berpendapat administrasi Pemilu tidak boleh menghambat warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Ia pun mengusulkan kedepan dalam menggunakan hak pilih, masyarakat harusnya bisa menggunakan E-KTP. Sehingga tidak memerlukan surat undangan untuk memilih dan dokumen administrasi lainnya.

Mengenai pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif, Ray berpendapat hal itu tidak hanya dipengaruhi oleh DPT. Tapi juga hal lain seperti intimidasi, politik uang dan manipulasi suara yang besar yang terjadi selama Pemilu. (boy/jpnn/bbs/val)

 

Foto: Edo Dwi/Banten Pos/JPNN  Sejumlah anggota Kepolisian Daerah Banten tengah berjaga di gerbang tol Serang Timur, Selasa (19/8). Penjaggan tersebut dilakukan untuk mengatisi keamanan dan pengerahan masa dari daerah, Jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2014.
Foto: Edo Dwi/Banten Pos/JPNN
Sejumlah anggota Kepolisian Daerah Banten tengah berjaga di gerbang tol Serang Timur, Selasa (19/8). Penjaggan tersebut dilakukan untuk mengatisi keamanan dan pengerahan masa dari daerah, Jelang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa Pilpres 2014.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Aparat keamanan tidak main-main mengamankan Mahkamah Konstitusi (MK) jelang pembacaan putusan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) Kamis (21/8) besok. pengamanan dilakukan hingga empat lapis di sekeliling gedung MK. Mereka yang berani melakukan kerusuhan akan ditembak di tempat.

Peringatan itu disampaikan Kapolri Jenderal Sutarman di Rupatama Mabes Polri, Selasa (19/8). Polisi akan menggunakan senjata dengan peluru karet jika ada aksi anarkis di gedung MK saat pembacaan putusan sengketa Pilpres 2014.

Sutarman menjelaskan penggunaan senjata oleh anak buahnya tentu tidak langsung dilakukan. Kata dia, ada tahap dan prosedur yang harus ditempuh dalam rangka menenangkan aksi kekerasan.

“Kita akan gunakan (step 6) apabila melakukan tindakan-tindakan anarkis. Tetapi, saya berharap tidak ada anrkis itu dan saya berharap juga tidak sampai ke anarkis,” katanya.

Untuk pengamanan, Sutarman mengaku akan mempertebal sehingga susah ditembus. Jika sebelumnya hanya sistem tiga ring di gedung lembaga yang dipimpin Hamdan Zoelva itu, maka kali ini menjadi empat ring.

“Maka mulai tanggal 19 (Agustus) ini kita mempertebal yang kemarin itu (dari) tiga ring. Ring 1 di dalam MK, ring 2 di halaman, ring 3 di jalan (depan MK), dan kita tambah lagi ring keempatnya,” kata Sutarman di Rupatama Mabes Polri, Selasa (19/8).

Dia menegaskan, personel sudah disiapkan untuk menempati ring empat tersebut. “Kita siapkan personel kita di sana,” katanya.

Polri juga sudah menyatakan Siaga 1, mulai 19 Agustus 2014 pukul 00.00 WIB. Menurut Sutarman, Siaga 1 itu adalah di institusi kepolisian bukan di masyarakat. Artinya, ia menjelaskan, 2/3 personel Polri dalam keadaan siap untuk mengatasi apapun yang terjadi.

“Ini adalah untuk memantau keputusan MK. Jadi, kita siagakan anggota kita. Sebetulnya begitu Siaga 1, masyarakat menjadi lebih tenang,” ungkapnya.

Menurutnya, Polri terus melakukan pemantauan kepada massa yang melakukan demonstrasi. Ia mengatakan bahwa berunjuk rasa memang diatur dalam Undang-undang, tapi tak boleh anarkis.

Terkait prediksi putusan MK, pengamat politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Pangi Syarwi Chaniago memprediksi ada tiga kemungkinan Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan sengketa Pilpres pada hari ini.

Pertama, menerima gugatan termohon (Prabowo-Hatta). Namun, putusan ini tetap berisiko tinggi terhadap kestabilan politik, terutama menyangkut pendukung Jokowi yang mempertanyakan keputusan tersebut. Kedua, menolak semua gugatan Prabowo-Hatta. Putusan MK tersebut tetap akan membuat suasana politik menjadi gaduh, memanas dan mengancam stabilitas politik. Ketiga, memenuhi sebagian gugatan Prabowo-Hatta. Dengan konsekuensi Pemungutan Suara Ulang (PSU) di beberapa Provinsi atau semua TPS di Papua atau sebagian TPS di Indonesia.

“Saya berkeyakinan amar putusan MK tanggal 21 Agustus, mengambil opsi ketiga,” ujar Pangi Syarwi Chaniago, Selasa (19/8).

Ia menuturkan itu dilakukan sebagai keputusan kompromi atau jalan tengah, untuk mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. “Ketika MK tidak mengambil jalan tengah tentu akan membuat suasana gaduh, mengancam kesatuan bangsa yang berujung konflik horizontal artinya putusan MK berisiko besar membuat rakyat terbelah,” katanya.

Pangi mengatakan publik merindukan keputusan yang memenuhi rasa keadilan dan keputusan yang mengakomodir kepentingan kedua belah pihak. Menurutnya, MK jangan terjebak pada angka angka semata.

“Ini ujian besar bagi hakim MK atas pertaruhan independensi, objektifitas, faktual hukum dan realitas sehingga amar putusan atau vonis MK betul betul memenuhi rasa keadilan,” katanya.

Sementara, KPU dalam kesimpulan setebal 1.285 halaman yang diserahkan kepada majelis hakim MK pada Kamis (19/8) mencatat tiga poin besar sebagai konklusi akhir.

“Pertama, proses rekapitulasi yang dilakukan KPU sudah benar, karena tidak ada keberatan yang diajukan oleh saksi pemohon maupun saksi nomor dua terkait dengan proses rekapitulasi. Baik tingkat TPS, kabupaten atau pun provinsi,” ujar Kuasa hukum KPU Ali Nurdin.

Kedua, kata dia, proses pemilu yang KPU laksanakan sudah berlangsung jujur, adil dan transparan.

“Tidak betul proses pemilu ini cacat hukum, karena semua sudah sesuai dengan peraturannya, mulai dengan penghitungan DPT (daftar pemilih tetap), penyusunan DPKTb (daftar pemilih khusus tambahan) maupun dalam pelaksanaannya,” tutur Ali.

Hal tersebut, lanjut dia, dikuatkan dengan surat dari Bawaslu Nomor 09 tanggal 22 Juli, bahwa Bawaslu memberikan apresiasi kepada KPU karena telah melaksanakan pemilu secara tranparan jujur dan adil. Sementara yang ketiga, kata dia, tidak ada satupun pelanggaran yang terstruktur sistematis dan masif .

“Kalaupun ada kasus yang melibatkan KPPS misalnya, itu sifatnya lokal dan sudah ditindaklanjuti oleh KPU setempat. Itu sudah diproses dan diberhentikan,”kata dia.

Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, mengaku tidak dalam kapasitas menilai bagaimana putusan MK atas sengketa Pilpres 2014. Ia hanya menegaskan Pemilu merupakan bagian dari penegakan kedaulatan rakyat dan sirkulasi kepemimpinan yang tepat serta pasti. Terkait persoalan yang muncul seperti DPKTb, ia menilai itu upaya mendorong masyarakat menggunakan hak pilihnya. “Menggunakan hak pilih bentuk dari kedaulatan rakyat,” ujarnya.

Untuk itu Ray berpendapat administrasi Pemilu tidak boleh menghambat warga negara untuk menggunakan hak pilihnya. Ia pun mengusulkan kedepan dalam menggunakan hak pilih, masyarakat harusnya bisa menggunakan E-KTP. Sehingga tidak memerlukan surat undangan untuk memilih dan dokumen administrasi lainnya.

Mengenai pelanggaran Pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif, Ray berpendapat hal itu tidak hanya dipengaruhi oleh DPT. Tapi juga hal lain seperti intimidasi, politik uang dan manipulasi suara yang besar yang terjadi selama Pemilu. (boy/jpnn/bbs/val)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/