29 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Good Luck, Jokowi

Foto : Ricardo/JPNN.com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden terpilih Joko Widodo (kanan) menyaksikan gladi bersih Upacara Penyambutan Kemiliteran Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (19/10).
Foto : Ricardo/JPNN.com
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden terpilih Joko Widodo (kanan) menyaksikan gladi bersih Upacara Penyambutan Kemiliteran Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (19/10).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia memiliki pemimpin baru hari ini (20/10). Saat Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dilantik di Kompleks Parlemen. Pesta rakyat terbesar dalam sejarah pelantikan kepala negara, akan diselenggarakan Jakarta dan beberapa kota lain di tanah air, untuk menyambut sang pemimpin baru.

Namun, pesta sebaiknya dituntaskan hari ini. Setumpuk tugas sudah menanti Jokowi-JK. Bersama kabinet yang akan segera dibentuk, sembilan agenda prioritas Jokowi-JK sudah menunggu. Agenda prioritas yang telah disusun sejak masa kampanye beberapa waktu lalu itu kerap disebut sebagai Nawacita.

Saat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon dalam pilpres, Jokowi-JK memiliki 31 agenda strategis. Rinciannya, 12 agenda strategis di bidang politik, 16 agenda strategis Indonesia berdikari di bidang ekonomi, tiga agenda strategis untuk Indonesia berkebudayaan.

Dari total agenda strategis itu, Jokowi-JK kemudian memerasnya kembali menjadi hanya sembilan agenda prioritas. Meliputi, implementasi kebijakan Jokowi-JK di bidang politik, ekonomi berdikari, dan Indonesia berkebudayaan. Anggota Tim 11 Jokowi-JK Ari Dwipayana menyatakan, realisasi program Nawacita tidak akan dijalankan satu persatu. Sesuai dengan istilahnya, Jokowi-JK akan langsung tancap gas untuk melaksanakan program prioritas itu.

“Karena itu semua prioritas, saya kira sembilan itu akan dijalankan bersama-sama, karena menyangkut semua aspek, yakni politik, ekonomi, dan kebudayaan,” ujar Ari saat dihubungi Jawa Pos, Sabtu (18/10).

Dalam hal ini, program Nawacita tentu harus lebih diperjelas melalui berbagai kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, sembilan program prioritas itu harus dijalankan melalui sebuah rancangan program pembangunan dan rencana aksi pemerintahan yang baru. “Ini nyambung dengan proses RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah, red),” kata Dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta itu.

Pria kelahiran Ubud, Bali itu menjelaskan, setelah Nawacita masuk dalam RPJM, tugas selanjutnya adalah mewujudkannya dalam proses penganggaran. Ari menjelaskan, program Nawacita tidak akan berarti apa-apa jika janji Jokowi-JK itu tidak dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. “Program sepenting apapun, tidak bisa terealisir kalau tidak bisa diikutkan dalam APBN,” ujarnya.

Karena itulah, salah satu tugas berat dari pemerintahan baru adalah merancang program yang bisa segera dilakukan di awal pemerintahan. Salah satu upaya yang terdekat adalah melakukan anggaran perubahan melalui pembahasan APBN P tahun 2015. Sebagaimana diketahui, RAPBN 2015 dirancang dan ditetapkan di DPR di era pemerintahan Presiden SBY.

Menurut Ari, upaya perubahan APBN 2015 menjadi solusi cepat untuk bisa merealisasikan program Jokowi-JK. Pemerintahan yang baru, ujarnya, harus bisa menjelaskan latar belakang dan perlunya dilakukan APBN perubahan. “Perlu dilakukan semacam proses transisi yang memungkinkan program dilakukan secara cepat. Jadi ini memang memerlukan terobosan,” kata Ari.

Lebih lanjut, selama ini banyak yang mengukur kinerja pemerintahan baru berdasarkan 100 hari kerja. Ari menilai, tolok ukur semacam itu tidak diperlukan kembali. Menurut dia, hal pertama yang harus dilihat publik adalah kabinet Jokowi-JK yang akan diumumkan pada 21 Oktober nanti. “Kabinet itu harus betul-betul bisa langsung bekerja, tidak lagi gagap, dan langsung mengerjakan Nawacita dalam program kerja prioritasnya,” kata Ari.

Bila perlu, para menteri diikat dalam kontrak kinerja, demi menunjukkan komitmen dan efektivitas kerjanya. Menurut Ari, harus ada target capaian kerja yang harus dikerjakan menteri, agar mampu merealisasikan program-program pemerintahan baru. “Menteri tidak perlu bingung menunggu arahan, dan bisa langsung bekerja melakukan aksi,” tandasnya. (bay/dyn)

Foto : Ricardo/JPNN.com Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden terpilih Joko Widodo (kanan) menyaksikan gladi bersih Upacara Penyambutan Kemiliteran Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (19/10).
Foto : Ricardo/JPNN.com
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden terpilih Joko Widodo (kanan) menyaksikan gladi bersih Upacara Penyambutan Kemiliteran Presiden di Istana Merdeka, Jakarta, Minggu (19/10).

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Indonesia memiliki pemimpin baru hari ini (20/10). Saat Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dilantik di Kompleks Parlemen. Pesta rakyat terbesar dalam sejarah pelantikan kepala negara, akan diselenggarakan Jakarta dan beberapa kota lain di tanah air, untuk menyambut sang pemimpin baru.

Namun, pesta sebaiknya dituntaskan hari ini. Setumpuk tugas sudah menanti Jokowi-JK. Bersama kabinet yang akan segera dibentuk, sembilan agenda prioritas Jokowi-JK sudah menunggu. Agenda prioritas yang telah disusun sejak masa kampanye beberapa waktu lalu itu kerap disebut sebagai Nawacita.

Saat mendaftarkan diri sebagai pasangan calon dalam pilpres, Jokowi-JK memiliki 31 agenda strategis. Rinciannya, 12 agenda strategis di bidang politik, 16 agenda strategis Indonesia berdikari di bidang ekonomi, tiga agenda strategis untuk Indonesia berkebudayaan.

Dari total agenda strategis itu, Jokowi-JK kemudian memerasnya kembali menjadi hanya sembilan agenda prioritas. Meliputi, implementasi kebijakan Jokowi-JK di bidang politik, ekonomi berdikari, dan Indonesia berkebudayaan. Anggota Tim 11 Jokowi-JK Ari Dwipayana menyatakan, realisasi program Nawacita tidak akan dijalankan satu persatu. Sesuai dengan istilahnya, Jokowi-JK akan langsung tancap gas untuk melaksanakan program prioritas itu.

“Karena itu semua prioritas, saya kira sembilan itu akan dijalankan bersama-sama, karena menyangkut semua aspek, yakni politik, ekonomi, dan kebudayaan,” ujar Ari saat dihubungi Jawa Pos, Sabtu (18/10).

Dalam hal ini, program Nawacita tentu harus lebih diperjelas melalui berbagai kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, sembilan program prioritas itu harus dijalankan melalui sebuah rancangan program pembangunan dan rencana aksi pemerintahan yang baru. “Ini nyambung dengan proses RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah, red),” kata Dosen Jurusan Politik dan Pemerintahan Universitas Gadjah Mada Jogjakarta itu.

Pria kelahiran Ubud, Bali itu menjelaskan, setelah Nawacita masuk dalam RPJM, tugas selanjutnya adalah mewujudkannya dalam proses penganggaran. Ari menjelaskan, program Nawacita tidak akan berarti apa-apa jika janji Jokowi-JK itu tidak dimasukkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. “Program sepenting apapun, tidak bisa terealisir kalau tidak bisa diikutkan dalam APBN,” ujarnya.

Karena itulah, salah satu tugas berat dari pemerintahan baru adalah merancang program yang bisa segera dilakukan di awal pemerintahan. Salah satu upaya yang terdekat adalah melakukan anggaran perubahan melalui pembahasan APBN P tahun 2015. Sebagaimana diketahui, RAPBN 2015 dirancang dan ditetapkan di DPR di era pemerintahan Presiden SBY.

Menurut Ari, upaya perubahan APBN 2015 menjadi solusi cepat untuk bisa merealisasikan program Jokowi-JK. Pemerintahan yang baru, ujarnya, harus bisa menjelaskan latar belakang dan perlunya dilakukan APBN perubahan. “Perlu dilakukan semacam proses transisi yang memungkinkan program dilakukan secara cepat. Jadi ini memang memerlukan terobosan,” kata Ari.

Lebih lanjut, selama ini banyak yang mengukur kinerja pemerintahan baru berdasarkan 100 hari kerja. Ari menilai, tolok ukur semacam itu tidak diperlukan kembali. Menurut dia, hal pertama yang harus dilihat publik adalah kabinet Jokowi-JK yang akan diumumkan pada 21 Oktober nanti. “Kabinet itu harus betul-betul bisa langsung bekerja, tidak lagi gagap, dan langsung mengerjakan Nawacita dalam program kerja prioritasnya,” kata Ari.

Bila perlu, para menteri diikat dalam kontrak kinerja, demi menunjukkan komitmen dan efektivitas kerjanya. Menurut Ari, harus ada target capaian kerja yang harus dikerjakan menteri, agar mampu merealisasikan program-program pemerintahan baru. “Menteri tidak perlu bingung menunggu arahan, dan bisa langsung bekerja melakukan aksi,” tandasnya. (bay/dyn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/