24 C
Medan
Sunday, June 16, 2024

Ramai-ramai Keroyok KPK

Ketua KPK Abraham Samad
Ketua KPK Abraham Samad

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Episode baru Cicak vs Buaya tampaknya dimulai. Perlawanan polisi terhadap KPK makin ganas. Setelah menempuh praperadilan, kini Budi Gunawan secara pribadi melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung. Laporan Budi ke Kejagung itu pun tampak seperti anak kecil yang sedang mencari kawan untuk ramai-ramai mengeroyok musuh.

Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu menganggap dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto melakukan penyalahgunaan wewenang karena telah menetapkan dirinya sebagai tersangka. Pelaporan itu dilakukan kuasa hukum Budi, Razman Arif Nasution dengan mendatangi Kejagung, Rabu (21/1).

Sekitar pukul 10.00 Razman mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Dia membawa sejumlah berkas laporan yang akan diberikan pada Jampidsus. Razman menuturkan, ada sejumlah indikasi yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pimpinan KPK dalam penetapan tersangka Budi Gunawan. “Misalnya, mengapa penetapan tersangkanya begitu lama,” ujarnya.

Kasus rekening gendut dan gratifikasi pernah muncul pada 2003 dan 2006, saat itu posisi Budi Gunawan menjadi Kepala Biro Pembinaan Karir Polri. Masalahnya, kalau kasus itu sudah muncul pada 2003 dan PPATK juga melaporkan adanya transaksi mencurigakan saat itu, mengapa penetapan tersangkanya dilakukan lebih dari sepuluh tahun kemudian. “Apalagi, momentumnya saat Budi Gunawan menjadi Calon Kapolri,” tuturnya.

Penetapan tersangka itu, dia mengklaim bahwa KPK seperti ingin mencari pencitraan. Sebab, ada kecenderungan penetapan tersangka saat situasi genting. Ada beberapa contoh, seperti penetapan tersangka mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo saat ulang tahun. Lalu, ada juga penetapan Suryadharma Ali saat pilpres 2014. “Kondisi ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Masalah lainnya, khusus untuk penetapan tersangka pada Budi Gunawan proses penetapan tersangka itu diduga menyalahi prosedur. Seharusnya, proses itu diawali dengan memanggil saksi-saksi, yang kemudian bila menguatkan, maka penetapan tersangka dilakukan. “Kalau untuk Pak Budi ini malah terbalik, penetapan tersangka baru saksi-saksi dipanggil,” tuturnya.

Bahkan, masalah ketidaklengkapan pimpinan KPK juga diungkit-ungkit. Dia menuturkan bahwa pimpinan KPK itu bersifat kolegial. Karena itu, seharusnya jumlah pimpinan yang lengkap baru bisa membuat keputusan, termasuk soal penetapan tersangka. “Sekarang jumlah pimpinan KPK itu hanya empat, karena itu penetapan tersangka Budi harus dibatalkan demi hukum,” ujarnya.

Dengan itu semua, maka ada dua orang pimpinan KPK yang dilaporkan, yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Menurut dia, keduanya diduga melanggar UU 20/2001 tentang pemberantasan korupsi. “Saya berharap semua bisa diproses,” ujarnya.

Namun, laporan itu sebenarnya terbilang kurang tepat. Pasalnya, laporan yang dilakukan ke Jampidsus itu masih belum jelas apakah itu kewenangan dari Jampidsus atau tidak. Direktur Penyelidikan (Dirdik) Kejagung Suyadi menuturkan, pihaknya hingga saat ini masih mempertanyakan apakah ini merupakan tupoksi dari Jampidsus. “Kami ingin menganalisa laporan ini terlebih dahulu. Sebab, jangan-jangan ini bukan tupoksi kami,” paparnya.

Sampai kapan analisa itu bisa diketahui hasilnya, dia memastikan akan melakukannya secepatnya. Hal itu tentu karena masalah yang cukup sensitif. “Tentunya, tidak bisa gegabah,” jelasnya.

Dalam menangani perkara Budi Gunawan, KPK memang terkesan tengah dikeroyok sejumlah pihak. Selain berhadap-hadapan dengan Polri, KPK juga diserang DPR. Bahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang menjadi representif pemerintah pun terkesan memihak Budi Gunawan.

Yasonna menilai upaya mengajukan pra peradilan merupakan hak setiap orang. Hak itu juga melekat pada Budi Gunawan yang saat ini mengajukan gugatan atas status tersangkanya oleh KPK. “Kalau Pak BG merasa ada haknya yang terzalimi, ada celah hukum untuk ajukan pra peradilan menurut mereka ya itu haknya lah. Gak mungkin kita larang. Misalnya haknya untuk didampingi pengacara,” kata Yasona di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (21/1).

Politisi PDIP itu mengatakan, negara hukum memiliki tiga prinsip dasar. Supremasi hukum harus ditegakkan atas kedaulatan, bukan kekuasaan. Selanjutnya, prinsip equality before the law, dimana semua pihak sama di mata hukum. Terakhir ada due process of law, harus sesuai dengan hukum. “Tidak boleh menegakkan hukum dengan melanggar hukum,” ujarnya.

Yasonna menafsirkan langkah Polri itu dilakukan karena merasa kasus Budi selama ini sudah dipegang oleh kepolsian. Bareskrim menyatakan kasus rekening gendut yang terkait Budi Gunawan sudah clear. Namun, tiba-tiba muncul penetapan tersangka terhadap Budi oleh KPK.

“Ini memang ada masalah koordinasi, KPK dan polisi itu kan harus ada koordinasi. Jadi mungkin saja polisi merasa ada ketersinggungan institusional,” kata Yasona.

Menanggapi serangan dari Ketua KPK Abraham Samad mengatakan apa yang dilakukan lembaganya sudah sesuai prosedur. “Semua telah sesuai prosedur hukum dan SOP (standart operational procedur) di KPK. Tidak ada yang dilanggar,’ ujar Samad.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto juga sebelumnya telah meminta sejumlah pihak tidak memperkeruh suasana dengan menggunakan kewengannya sebagaimana mestinya. Hal itu diungkapkan penyikapi sejumlah pihak yang mulai campur tangan dan memperkeruh suasana dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnaen menganggap langkah praperadilan yang ditempuh Polri salah jalan. Menurut dia, sesuai hukum acara, penetapan seseorang menjadi tersangka bukan domain praperadilan.

“Praperadil an itu untuk salah tangkap atau salah tahan. Kalau proses penyidikan itu kan proses hukum. Pada tahap ini seorang tersangka diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum. Nah, kalau misalnya di dalam penyidikan ada salah tangkap, salah tahan itulah yang diajukan praperadilan,” jelas Zulkarnaen.

Pria yang akrab disapa Zul itu juga tak tahu kenapa Budi Gunawan melaporkan dua koleganya, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Saya tidak mengerti. Kita lihat sajalah saja proses dan aturannya bagaimana,” ujarnya.

Sebagai seorang penegak hukum, harusnya Budi mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghadapi perkara yang dijalaninya. ‘Harapan kami semua proses hukum berjalan kondusif sesuai harapan masyarakat. Harusnya semua pihak taat pada ketentuan hukum,’ terang Zul.

Menurut dia proses hukum yang ditempuh Budi Gunawan saat ini bisa merugikan semuanya. Termasuk menambah kerugian negara karena biaya dan proses perkara Budi Gunawan akan lebih lama. “Kalau prosesnya lama tentu biayanya lebih besar, masyarakat juga akan terganggu dengan hiruk pikuk seperti ini,” terangnya.(gun/idr/bay/jpnn/rbb)

Ketua KPK Abraham Samad
Ketua KPK Abraham Samad

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Episode baru Cicak vs Buaya tampaknya dimulai. Perlawanan polisi terhadap KPK makin ganas. Setelah menempuh praperadilan, kini Budi Gunawan secara pribadi melaporkan pimpinan KPK ke Kejaksaan Agung. Laporan Budi ke Kejagung itu pun tampak seperti anak kecil yang sedang mencari kawan untuk ramai-ramai mengeroyok musuh.

Kepala Lembaga Pendidikan Polri itu menganggap dua pimpinan KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto melakukan penyalahgunaan wewenang karena telah menetapkan dirinya sebagai tersangka. Pelaporan itu dilakukan kuasa hukum Budi, Razman Arif Nasution dengan mendatangi Kejagung, Rabu (21/1).

Sekitar pukul 10.00 Razman mendatangi kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Dia membawa sejumlah berkas laporan yang akan diberikan pada Jampidsus. Razman menuturkan, ada sejumlah indikasi yang mengarah pada penyalahgunaan wewenang yang dilakukan pimpinan KPK dalam penetapan tersangka Budi Gunawan. “Misalnya, mengapa penetapan tersangkanya begitu lama,” ujarnya.

Kasus rekening gendut dan gratifikasi pernah muncul pada 2003 dan 2006, saat itu posisi Budi Gunawan menjadi Kepala Biro Pembinaan Karir Polri. Masalahnya, kalau kasus itu sudah muncul pada 2003 dan PPATK juga melaporkan adanya transaksi mencurigakan saat itu, mengapa penetapan tersangkanya dilakukan lebih dari sepuluh tahun kemudian. “Apalagi, momentumnya saat Budi Gunawan menjadi Calon Kapolri,” tuturnya.

Penetapan tersangka itu, dia mengklaim bahwa KPK seperti ingin mencari pencitraan. Sebab, ada kecenderungan penetapan tersangka saat situasi genting. Ada beberapa contoh, seperti penetapan tersangka mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Hadi Poernomo saat ulang tahun. Lalu, ada juga penetapan Suryadharma Ali saat pilpres 2014. “Kondisi ini menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.

Masalah lainnya, khusus untuk penetapan tersangka pada Budi Gunawan proses penetapan tersangka itu diduga menyalahi prosedur. Seharusnya, proses itu diawali dengan memanggil saksi-saksi, yang kemudian bila menguatkan, maka penetapan tersangka dilakukan. “Kalau untuk Pak Budi ini malah terbalik, penetapan tersangka baru saksi-saksi dipanggil,” tuturnya.

Bahkan, masalah ketidaklengkapan pimpinan KPK juga diungkit-ungkit. Dia menuturkan bahwa pimpinan KPK itu bersifat kolegial. Karena itu, seharusnya jumlah pimpinan yang lengkap baru bisa membuat keputusan, termasuk soal penetapan tersangka. “Sekarang jumlah pimpinan KPK itu hanya empat, karena itu penetapan tersangka Budi harus dibatalkan demi hukum,” ujarnya.

Dengan itu semua, maka ada dua orang pimpinan KPK yang dilaporkan, yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Menurut dia, keduanya diduga melanggar UU 20/2001 tentang pemberantasan korupsi. “Saya berharap semua bisa diproses,” ujarnya.

Namun, laporan itu sebenarnya terbilang kurang tepat. Pasalnya, laporan yang dilakukan ke Jampidsus itu masih belum jelas apakah itu kewenangan dari Jampidsus atau tidak. Direktur Penyelidikan (Dirdik) Kejagung Suyadi menuturkan, pihaknya hingga saat ini masih mempertanyakan apakah ini merupakan tupoksi dari Jampidsus. “Kami ingin menganalisa laporan ini terlebih dahulu. Sebab, jangan-jangan ini bukan tupoksi kami,” paparnya.

Sampai kapan analisa itu bisa diketahui hasilnya, dia memastikan akan melakukannya secepatnya. Hal itu tentu karena masalah yang cukup sensitif. “Tentunya, tidak bisa gegabah,” jelasnya.

Dalam menangani perkara Budi Gunawan, KPK memang terkesan tengah dikeroyok sejumlah pihak. Selain berhadap-hadapan dengan Polri, KPK juga diserang DPR. Bahkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang menjadi representif pemerintah pun terkesan memihak Budi Gunawan.

Yasonna menilai upaya mengajukan pra peradilan merupakan hak setiap orang. Hak itu juga melekat pada Budi Gunawan yang saat ini mengajukan gugatan atas status tersangkanya oleh KPK. “Kalau Pak BG merasa ada haknya yang terzalimi, ada celah hukum untuk ajukan pra peradilan menurut mereka ya itu haknya lah. Gak mungkin kita larang. Misalnya haknya untuk didampingi pengacara,” kata Yasona di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (21/1).

Politisi PDIP itu mengatakan, negara hukum memiliki tiga prinsip dasar. Supremasi hukum harus ditegakkan atas kedaulatan, bukan kekuasaan. Selanjutnya, prinsip equality before the law, dimana semua pihak sama di mata hukum. Terakhir ada due process of law, harus sesuai dengan hukum. “Tidak boleh menegakkan hukum dengan melanggar hukum,” ujarnya.

Yasonna menafsirkan langkah Polri itu dilakukan karena merasa kasus Budi selama ini sudah dipegang oleh kepolsian. Bareskrim menyatakan kasus rekening gendut yang terkait Budi Gunawan sudah clear. Namun, tiba-tiba muncul penetapan tersangka terhadap Budi oleh KPK.

“Ini memang ada masalah koordinasi, KPK dan polisi itu kan harus ada koordinasi. Jadi mungkin saja polisi merasa ada ketersinggungan institusional,” kata Yasona.

Menanggapi serangan dari Ketua KPK Abraham Samad mengatakan apa yang dilakukan lembaganya sudah sesuai prosedur. “Semua telah sesuai prosedur hukum dan SOP (standart operational procedur) di KPK. Tidak ada yang dilanggar,’ ujar Samad.

Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto juga sebelumnya telah meminta sejumlah pihak tidak memperkeruh suasana dengan menggunakan kewengannya sebagaimana mestinya. Hal itu diungkapkan penyikapi sejumlah pihak yang mulai campur tangan dan memperkeruh suasana dalam penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK lainnya, Zulkarnaen menganggap langkah praperadilan yang ditempuh Polri salah jalan. Menurut dia, sesuai hukum acara, penetapan seseorang menjadi tersangka bukan domain praperadilan.

“Praperadil an itu untuk salah tangkap atau salah tahan. Kalau proses penyidikan itu kan proses hukum. Pada tahap ini seorang tersangka diberikan hak untuk didampingi penasihat hukum. Nah, kalau misalnya di dalam penyidikan ada salah tangkap, salah tahan itulah yang diajukan praperadilan,” jelas Zulkarnaen.

Pria yang akrab disapa Zul itu juga tak tahu kenapa Budi Gunawan melaporkan dua koleganya, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. “Saya tidak mengerti. Kita lihat sajalah saja proses dan aturannya bagaimana,” ujarnya.

Sebagai seorang penegak hukum, harusnya Budi mengerti apa yang harus dilakukan untuk menghadapi perkara yang dijalaninya. ‘Harapan kami semua proses hukum berjalan kondusif sesuai harapan masyarakat. Harusnya semua pihak taat pada ketentuan hukum,’ terang Zul.

Menurut dia proses hukum yang ditempuh Budi Gunawan saat ini bisa merugikan semuanya. Termasuk menambah kerugian negara karena biaya dan proses perkara Budi Gunawan akan lebih lama. “Kalau prosesnya lama tentu biayanya lebih besar, masyarakat juga akan terganggu dengan hiruk pikuk seperti ini,” terangnya.(gun/idr/bay/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/