Hal ini menurut Marihot, sudah dibuktikan dan telah menjadi fakta hukum dalam perkara di Pengadilan Negeri Padangsidimpuan. Sehingga TKP Dakwaan–Putusan Nomor 481 benar-benar salah (error in objecto). “Dengan kata lain, objek yang di dakwa, diputus, dan eksekusi berbeda dengan letak lokasi kegiatan koperasi KPKS Bukit Harapan dan Parsub termasuk DL Sitorus yang didasari hak kepemilikan masyarakat atas tanah dan sertifikat Hak milik,” beber Marihot lagi.
Ditambahkannya, salah TKP atau error in objecto ini terjadi diakibatkan salah proses hokum. Karena saat sidang pidana DL Sitorus tidak pernah dilakukan rekonstruksi atau olah TKP dan Pemeriksaan Setempat, sehingga TKP dan alat-alatnya tidak pernah dibuktikan. Padahal dalam hukum acara pidana, prinsipnya rekonstruksi atau olah TKP atau pemeriksaan setempat dalam persidangan pidana mutlak dilakukan serta alat-alat kerjanya juga harus dibuktikan guna akurasi keadilan.
Tentang error in objecto, sebagai fakta juga Negara melalui Pengadilan Negeri Padangsidimpuan dalam putusannya Nomor 46/Pdt.G/2015/PN.Psp dan Nomor 37/Pdt.G/2015/PN.Psp dengan tegas menyatakan, lahan Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub seluas 47 ribu Ha adalah sah tanah milik masyarakat adat yang tergabung dalam Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub dan yang sebagian sudah bersertifikat hak milik dan bukan milik DL Sitorus. Karenanya, dalam putusan tersebut, negara secara tegas juga menyatakan bahwa amar putusan pidana Nomor 481 terkait Perampasan Barang Bukti seluas 47 ribu Ha adalah tidak sah dan batal demi hukum.
“Jadi berdasarkan Putusan Nomor 46 dan 37, Negara secara hukum telah memastikan tentang letak lokasi yang sebenarnya, dan keabsahan kepemilikan lahan, sehingga sudah terjawab segala kekeliruan (error in objecto) yang termuat dalam Putusan Pidana Nomor 481. Perlu dicatat, PN-PSP adalah lembaga Negara yang berwenang memutus keabsahan kepemilikan lahan di wilayah hukumnya,” tegas Marihot.
Dan yang pasti, lanjut Marihot, PN-PSP dalam menyidangkan perkara tersebut melakukan sidang pemeriksaan setempat di lokasi. “Dengan demikian, pernyataan Jaksa Agung tersebut telah menunjukkan bahwa Kejaksaan Agung tidak mengerti apa-apa tentang TKP atau lokasi kasus tersebut, sehingga pernyataannya selalu keliru dan tidak konsisten. Karena faktanya kegiatan yang dilakukan Koperasi KPKS Bukit Harapan dan Koperasi Parsub termasuk Pak DL Sitorus bukan di lokasi yang didakwakan. Jadi salah TKP mengakibatkan error in objecto,” tandasnya. (rel/adz)