26.7 C
Medan
Saturday, May 25, 2024

Kapolri Jangan Gegabah

Sebelumnya, menyikapi aksi damai yang akan digelar pada 25 November dan 2 Desember mendatang, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengendus ada agenda inkonstitusional di balik rencana demonstrasi 25 November mendatang. “Info yang kami terima, 25 November ada unras (unjuk rasa, ed) di DPR. Namun ada upaya tersembunyi dari beberapa  kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha ‘menguasai DPR’,” jelas Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11).

Dia tegaskan, tujuan “menguasai DPR” jelas-jelas melanggar hukum. Itu sama saja bermaksud menggulingkan pemerintah dan dapat dikategorikan tindakan makar.

“Kalau ada upaya seperti itu kami lakukan pencegahan dengan memperkuat gedung DPR-MPR. Kalau terjadi itu, kami lakukan tindakan baik terhadap yang melakukan dan menggerakkan,” lanjut Kapolri.

Sementara itu, terkait rencana aksi salat Jumat berjamaah menutup jalur vital di tengah DKI Jakarta pada 2 Desember mendatang, Kapolri menyayangkannya. Menurut Tito, seharusnya salat Jumat digelar di masjid-masjid, tidak menutup jalan protokol yang akan merugikan masyarakat luas.

“Kalau mau salat Jumat di Istiqlal, Monas, Lapangan Banteng, monggo. Tapi kalau di jalan raya yang menutup jalan vital, strategis, tidak bisa. Bikin Jakarta macet, menggganggu ketertiban publik,” tuturnya.

Peringatan keras ia sampaikan kepada para perencana aksi dan masyarakat yang berniat mengikutinya.

“Kami akan melarang kegiatan itu. Kalau dilaksanakan, akan kami bubarkan. Kalau melawan, akan kami tindak,” tegas mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.

Dua aksi tersebut di atas masih berkaitan dengan proses hukum terhadap tersangka dugaan penistaan agama, Basuki Purnama alias Ahok, yang juga calon incumbent pada ajang Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sebagian masyarakat menuntut agar kepolisian tidak hanya menetapkan status tersangka atas Ahok, tetapi juga menahannya di penjara sembari menunggu jalannya persidangan di Pengadilan.

 

///Demonstrasi akan Super Damai

Sementara, Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat dari lintas sektor dan lintas agama di Gedung A Kemenkopolhukam Lantai 3, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (21/11). Pertemuan tersebut digelar tidak hanya untuk menjalin silaturrahmi juga antartokoh masyarakat dengan pemerintah, namun juga membahas sejumlah isu yang tengah mememuka di masyarakat.

Di dalam pertemuan tersebut hadir antara lain, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya, dan Harsanto Adi Soekamto perwakilan Akademi Protestan Indonesia (API).

Selain itu juga hadir Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Rokhmat S Labib, Pimpinan Pusat Majelis Tafsir Al Quran (MTA) Ahmad Sukina, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) Lutfi Hakim, Sekretaris Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa Parisada Hindu Dharma Indonesia Astono Chandra Dana, perwakilan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Guido Suprapto, serta perwakilan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri).

“Jadi memang hari ini (kemarin, Red) saya mengundang tokoh agama dan tokoh masyarakat, bukan hanya agama Islam, tapi dari agama lain juga saya undang untuk silaturrahmi meski sudah sering,” kata Wiranto saat menjelaskan perihal pertemuan tersebut.

Wiranto mengatakan bahwa dirinya mendapat berbagai masukan dari pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut. Di antaranya yakni terkait dengan mulai lunturnya semangat nasionalisme dari sejumlah warga negara yang dibuktikan dengan adanya aksi terorisme dan intoleransi terhadap agama dan suku yang berbeda.

Menurutnya hal tersebut telah jauh dari nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945. “Masukan tadi sangat penting sekali, pihak yang tidak sepakat itu harus dikembalikan ke dalam koridor kebersamaan bahwa warisan ini harus kita jaga dan rawat dengan baik,” tutur Wiranto.

Selain itu, Wiranto mengatakan bahwa kasus hukum yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok juga tidak luput dari pembahasan di dalam pertemuan kemarin. Termasuk, rencana aksi demonstrasi besar-besaran pada tanggal 2 Desember mendatang.

Terkait hal tersebut, dia menyatakan bahwa demonstrasi yang digelar untuk menyingkapi proses hukum terhadap Ahok itu akan berlangsung secara damai. “Bahkan super damai. Ini jaminan yang menggembirakan,” ujarnya.

Sementara itu, Menag Lukman Hakim Syaifuddin mengapresiasi pertemuan antara pihak pemerintah dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama tersebut. Dia mengatakan bahwa pemuka agama memiliki peran penting dalam pemerintahan yakni sebagai penyeimbang kinerja pemerintah.

“Karena negara dengan kekuasaannya tentu tidak tertutup kemungkinan terjadinya abuse of power,” kata Lukman.

Menyinggung kasus Ahok, Lukman menyatakan bahwa kasus penistaan agama yang melibatkan tokoh masyarakat sebelumnya pernah beberapa kali terjadi di negara ini. Seperti misalnya yang pernah terjadi oleh politikus Permadi, seniman Arswendo Atmowiloto, dan penulis H. B. Jassin. Kata Lukman, bedanya dengan Ahok, mereka semua langsung menjalani proses hukum dengan cepat.

“Itu semua terjadi pada rezim yang memiliki kekuasaan yang melekat dengan hukum, ketika saat itu ada undang-undang subversif yang masih berlaku. Sekarang UU subversif sudah tidak ada,” terangnya.

Tanpa ada lagi UU subversif, lanjutnya, proses hukum dalam hal ini yang terkait dengan kasus Ahok tidak lagi dapat diintervensi oleh siapapun termasuk pemerintah. “Boleh jadi saya salah, tapi polisi tentu tidak bisa begitu saja memenuhi aspirasi masyarakat yang luar biasa untuk segera menangkap Ahok karena hukum bekerja, dunia juga kan mengamati proses hukum itu. Maka diperlukan kearifan dan kedewasaan,” tuturnya. (fat/adl/ian/dod/jpg/adz)

 

Sebelumnya, menyikapi aksi damai yang akan digelar pada 25 November dan 2 Desember mendatang, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengendus ada agenda inkonstitusional di balik rencana demonstrasi 25 November mendatang. “Info yang kami terima, 25 November ada unras (unjuk rasa, ed) di DPR. Namun ada upaya tersembunyi dari beberapa  kelompok yang ingin masuk ke DPR dan berusaha ‘menguasai DPR’,” jelas Kapolri di Mabes Polri, Jakarta, Senin (21/11).

Dia tegaskan, tujuan “menguasai DPR” jelas-jelas melanggar hukum. Itu sama saja bermaksud menggulingkan pemerintah dan dapat dikategorikan tindakan makar.

“Kalau ada upaya seperti itu kami lakukan pencegahan dengan memperkuat gedung DPR-MPR. Kalau terjadi itu, kami lakukan tindakan baik terhadap yang melakukan dan menggerakkan,” lanjut Kapolri.

Sementara itu, terkait rencana aksi salat Jumat berjamaah menutup jalur vital di tengah DKI Jakarta pada 2 Desember mendatang, Kapolri menyayangkannya. Menurut Tito, seharusnya salat Jumat digelar di masjid-masjid, tidak menutup jalan protokol yang akan merugikan masyarakat luas.

“Kalau mau salat Jumat di Istiqlal, Monas, Lapangan Banteng, monggo. Tapi kalau di jalan raya yang menutup jalan vital, strategis, tidak bisa. Bikin Jakarta macet, menggganggu ketertiban publik,” tuturnya.

Peringatan keras ia sampaikan kepada para perencana aksi dan masyarakat yang berniat mengikutinya.

“Kami akan melarang kegiatan itu. Kalau dilaksanakan, akan kami bubarkan. Kalau melawan, akan kami tindak,” tegas mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.

Dua aksi tersebut di atas masih berkaitan dengan proses hukum terhadap tersangka dugaan penistaan agama, Basuki Purnama alias Ahok, yang juga calon incumbent pada ajang Pilkada DKI Jakarta 2017.

Sebagian masyarakat menuntut agar kepolisian tidak hanya menetapkan status tersangka atas Ahok, tetapi juga menahannya di penjara sembari menunggu jalannya persidangan di Pengadilan.

 

///Demonstrasi akan Super Damai

Sementara, Menko Polhukam Jenderal TNI (Pur) Wiranto bertemu dengan sejumlah tokoh masyarakat dari lintas sektor dan lintas agama di Gedung A Kemenkopolhukam Lantai 3, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (21/11). Pertemuan tersebut digelar tidak hanya untuk menjalin silaturrahmi juga antartokoh masyarakat dengan pemerintah, namun juga membahas sejumlah isu yang tengah mememuka di masyarakat.

Di dalam pertemuan tersebut hadir antara lain, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Syaifuddin, Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Marsudi Syuhud, Ketua Umum Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi) Siti Hartati Murdaya, dan Harsanto Adi Soekamto perwakilan Akademi Protestan Indonesia (API).

Selain itu juga hadir Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Rokhmat S Labib, Pimpinan Pusat Majelis Tafsir Al Quran (MTA) Ahmad Sukina, Ketua Umum Forum Betawi Rempug (FBR) Lutfi Hakim, Sekretaris Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa Parisada Hindu Dharma Indonesia Astono Chandra Dana, perwakilan Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) Romo Guido Suprapto, serta perwakilan Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Polpum Kemendagri).

“Jadi memang hari ini (kemarin, Red) saya mengundang tokoh agama dan tokoh masyarakat, bukan hanya agama Islam, tapi dari agama lain juga saya undang untuk silaturrahmi meski sudah sering,” kata Wiranto saat menjelaskan perihal pertemuan tersebut.

Wiranto mengatakan bahwa dirinya mendapat berbagai masukan dari pertemuan yang berlangsung sekitar dua jam tersebut. Di antaranya yakni terkait dengan mulai lunturnya semangat nasionalisme dari sejumlah warga negara yang dibuktikan dengan adanya aksi terorisme dan intoleransi terhadap agama dan suku yang berbeda.

Menurutnya hal tersebut telah jauh dari nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945. “Masukan tadi sangat penting sekali, pihak yang tidak sepakat itu harus dikembalikan ke dalam koridor kebersamaan bahwa warisan ini harus kita jaga dan rawat dengan baik,” tutur Wiranto.

Selain itu, Wiranto mengatakan bahwa kasus hukum yang melibatkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama alias Ahok juga tidak luput dari pembahasan di dalam pertemuan kemarin. Termasuk, rencana aksi demonstrasi besar-besaran pada tanggal 2 Desember mendatang.

Terkait hal tersebut, dia menyatakan bahwa demonstrasi yang digelar untuk menyingkapi proses hukum terhadap Ahok itu akan berlangsung secara damai. “Bahkan super damai. Ini jaminan yang menggembirakan,” ujarnya.

Sementara itu, Menag Lukman Hakim Syaifuddin mengapresiasi pertemuan antara pihak pemerintah dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama tersebut. Dia mengatakan bahwa pemuka agama memiliki peran penting dalam pemerintahan yakni sebagai penyeimbang kinerja pemerintah.

“Karena negara dengan kekuasaannya tentu tidak tertutup kemungkinan terjadinya abuse of power,” kata Lukman.

Menyinggung kasus Ahok, Lukman menyatakan bahwa kasus penistaan agama yang melibatkan tokoh masyarakat sebelumnya pernah beberapa kali terjadi di negara ini. Seperti misalnya yang pernah terjadi oleh politikus Permadi, seniman Arswendo Atmowiloto, dan penulis H. B. Jassin. Kata Lukman, bedanya dengan Ahok, mereka semua langsung menjalani proses hukum dengan cepat.

“Itu semua terjadi pada rezim yang memiliki kekuasaan yang melekat dengan hukum, ketika saat itu ada undang-undang subversif yang masih berlaku. Sekarang UU subversif sudah tidak ada,” terangnya.

Tanpa ada lagi UU subversif, lanjutnya, proses hukum dalam hal ini yang terkait dengan kasus Ahok tidak lagi dapat diintervensi oleh siapapun termasuk pemerintah. “Boleh jadi saya salah, tapi polisi tentu tidak bisa begitu saja memenuhi aspirasi masyarakat yang luar biasa untuk segera menangkap Ahok karena hukum bekerja, dunia juga kan mengamati proses hukum itu. Maka diperlukan kearifan dan kedewasaan,” tuturnya. (fat/adl/ian/dod/jpg/adz)

 

Previous article
Next article

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/