27.8 C
Medan
Friday, May 17, 2024

KPK: Mafia Peradilan Akut & Sistematis

Dikatakan, Ketua MA harus membangun komunikasi dan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan OTT bersama, guna membersihkan lembaga peradilan dari praktik mafia peradilan yang akut.

Karena praktik mafia peradilan pada saat ini tidak hanya membawa korban bagi kalangan rakyat miskin pencari keadilan, akan tetapi mafia peradilan inipun sering membawa korban bagi pihak negara, ketika negara menjadi pihak dalam berbagai sengketa perdata atau tata usaha negara di Pengadilan.

“Jika kita cermati peristiwa OTT terhadap oknum pengadilan di sejumlah tempat dalam waktu dan untuk kasus yang berbeda, maka kita patut menduga bahwa para pelaku lapangan yang ditangkap dalam OTT KPK merupakan bagian kecil dari organisasi besar yang bermain secara terstruktur dari bawah ke atas dan/atau dari atas ke bawah, menurut alur perkara secara berjenjang. Jika sebuah perkara diawali dengan gugatan atau tuntutan pidana di tingkat pertama, maka para pemain pelaku lapangan, biasanya sudah mengkondisikan jaringannya untuk mengamankan perkara hingga ke MA,” katanya.

Atau sebaliknya jika sebuah perkara sudah selesai diputus MA, entah putusan kasasi atau PK, maka, pelaku lapangan yang bermainpun akan berputar balik arah dari atas ke bawah, untuk mengamankan pelaksanaan putusan, karena yang melaksanakan putusan itu adalah Pengadilan Negeri (PN) sebagai pemutus perkara di tingkat pertama.

Meskipun demikian dalam praktik peradilan, ketika sebuah putusan perkara hendak dieksekusi oleh PN pun masih bisa muncul perkara baru, yang akan melahirkan rezeki baru bagi banyak pihak dalam lingkaran mafia pengadilan.

Adanya hubungan secara terstruktur dengan menggunakan jalur birokrasi mulai dari oknum Pengadilan hingga ke MA dari MA turun kembali ke PN selaku pemutus perkara di tingkat pertama, membuat para pencari keadilan seolah-olah berada dalam jaringan mata rantai yang tidak putus dan tidak henti-hentinya menjadi sapi perahan jaringan mafia peradilan ini.

Berdasarkan penuturan sejumlah pihak yang sering menjadi korban mafia peradilan, terdapat modus operandi lain lagi yaitu para pelaku lapangan mengantongi dokumen adminstrasi perkara di MA yang belum diputus, dan dengan modal dokumen ini serta pelaku menggunakan seragam mirip pegawai MA, mereka menggiring si pencari keadilan dengan iming-iming bisa mengatur untuk memenangkan salah satu pihak yang berperkara.

Dikatakan, Ketua MA harus membangun komunikasi dan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan OTT bersama, guna membersihkan lembaga peradilan dari praktik mafia peradilan yang akut.

Karena praktik mafia peradilan pada saat ini tidak hanya membawa korban bagi kalangan rakyat miskin pencari keadilan, akan tetapi mafia peradilan inipun sering membawa korban bagi pihak negara, ketika negara menjadi pihak dalam berbagai sengketa perdata atau tata usaha negara di Pengadilan.

“Jika kita cermati peristiwa OTT terhadap oknum pengadilan di sejumlah tempat dalam waktu dan untuk kasus yang berbeda, maka kita patut menduga bahwa para pelaku lapangan yang ditangkap dalam OTT KPK merupakan bagian kecil dari organisasi besar yang bermain secara terstruktur dari bawah ke atas dan/atau dari atas ke bawah, menurut alur perkara secara berjenjang. Jika sebuah perkara diawali dengan gugatan atau tuntutan pidana di tingkat pertama, maka para pemain pelaku lapangan, biasanya sudah mengkondisikan jaringannya untuk mengamankan perkara hingga ke MA,” katanya.

Atau sebaliknya jika sebuah perkara sudah selesai diputus MA, entah putusan kasasi atau PK, maka, pelaku lapangan yang bermainpun akan berputar balik arah dari atas ke bawah, untuk mengamankan pelaksanaan putusan, karena yang melaksanakan putusan itu adalah Pengadilan Negeri (PN) sebagai pemutus perkara di tingkat pertama.

Meskipun demikian dalam praktik peradilan, ketika sebuah putusan perkara hendak dieksekusi oleh PN pun masih bisa muncul perkara baru, yang akan melahirkan rezeki baru bagi banyak pihak dalam lingkaran mafia pengadilan.

Adanya hubungan secara terstruktur dengan menggunakan jalur birokrasi mulai dari oknum Pengadilan hingga ke MA dari MA turun kembali ke PN selaku pemutus perkara di tingkat pertama, membuat para pencari keadilan seolah-olah berada dalam jaringan mata rantai yang tidak putus dan tidak henti-hentinya menjadi sapi perahan jaringan mafia peradilan ini.

Berdasarkan penuturan sejumlah pihak yang sering menjadi korban mafia peradilan, terdapat modus operandi lain lagi yaitu para pelaku lapangan mengantongi dokumen adminstrasi perkara di MA yang belum diputus, dan dengan modal dokumen ini serta pelaku menggunakan seragam mirip pegawai MA, mereka menggiring si pencari keadilan dengan iming-iming bisa mengatur untuk memenangkan salah satu pihak yang berperkara.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/