25.6 C
Medan
Friday, May 17, 2024

KPK: Mafia Peradilan Akut & Sistematis

Modus operandi ini, kata dia,biasanya beroperasi di hotel-hotel yang berlokasi tidak jauh dari terminal atau stasiun, karena rata-rata korban yang dijadikan target adalan orang daerah yang ingin memenangkan perkara karena faktor gengsi.

Artinya di sini pergerakan jaringan mafia peradilan sudah sangat masif, sehingga kalau saja KPK melakukan OTT secara masif, maka sudah bisa dipastikan KPK akan panen tangkapan. Karena tiada hari tanpa penangkapan, karena tiada hari tanpa transaksi jual beli dan tawar menawar berbagai jenis putusan dalam suatu perkara, termasuk memilih hakim, mempercepat proses, memperlambat persidangan, menyulap sebuah putusan pengadilan secara tepat waktu berkekuatan hukum tetap, bekerja sama dengan oknum-oknum kelurahan, RT, dan RW.

Disebutkan dia, dalam OTT KPK yang melibatkan Edy Nasution, oknum Pansek PN Jakarta Pusat dan penggeledahan rumah dan ruang kerja Nurhadi, Sekjen MA, memperlihatkan secara kasat mata bahwa jaringan mafia peradilan ini sudah menggurita dalam lingkaran yang tidak putus mengikuti struktur organisasi lembaga peradilan yang berada di seluruh Indonesia.

Dimana-mana di tiap-tiap pos sudah ada eksekutor yang disipkan untuk mengelola dan mengolah informasi serta mendistribusikan informasi sambil mengantisipasi bahkan menangkal sadapan KPK kalau-kalau KPK mencoba menyadap.

Oleh karena itu, meskipun KPK melakukan OTT, namun jika wilayah OTT KPK hanya diseputar Jakarta dan satu dua tempat di luar Jakarta, maka jaringan mafia peradilan ini tidak akan jera atau kapok dalam melakukan operasinya.

“Pertimbangan utama secara matematis adalah profit, yaitu hasil yang didapat dari praktek mafia peradilan jauh lebih besar dari pada gaji dia sebagai PNS, karena jika dihitung secara matematis, maka hingga pensiun-pun tidak akan mendapatkan profit besar dibandingkan dengan pilihan jika lagi sial kena OTT KPK, maka hanya dipenjara untuk beberapa tahun di Sukamiskin atau Ciping-Salemba dan sebagainya,” kata dia. (bbs/jpnn)

Modus operandi ini, kata dia,biasanya beroperasi di hotel-hotel yang berlokasi tidak jauh dari terminal atau stasiun, karena rata-rata korban yang dijadikan target adalan orang daerah yang ingin memenangkan perkara karena faktor gengsi.

Artinya di sini pergerakan jaringan mafia peradilan sudah sangat masif, sehingga kalau saja KPK melakukan OTT secara masif, maka sudah bisa dipastikan KPK akan panen tangkapan. Karena tiada hari tanpa penangkapan, karena tiada hari tanpa transaksi jual beli dan tawar menawar berbagai jenis putusan dalam suatu perkara, termasuk memilih hakim, mempercepat proses, memperlambat persidangan, menyulap sebuah putusan pengadilan secara tepat waktu berkekuatan hukum tetap, bekerja sama dengan oknum-oknum kelurahan, RT, dan RW.

Disebutkan dia, dalam OTT KPK yang melibatkan Edy Nasution, oknum Pansek PN Jakarta Pusat dan penggeledahan rumah dan ruang kerja Nurhadi, Sekjen MA, memperlihatkan secara kasat mata bahwa jaringan mafia peradilan ini sudah menggurita dalam lingkaran yang tidak putus mengikuti struktur organisasi lembaga peradilan yang berada di seluruh Indonesia.

Dimana-mana di tiap-tiap pos sudah ada eksekutor yang disipkan untuk mengelola dan mengolah informasi serta mendistribusikan informasi sambil mengantisipasi bahkan menangkal sadapan KPK kalau-kalau KPK mencoba menyadap.

Oleh karena itu, meskipun KPK melakukan OTT, namun jika wilayah OTT KPK hanya diseputar Jakarta dan satu dua tempat di luar Jakarta, maka jaringan mafia peradilan ini tidak akan jera atau kapok dalam melakukan operasinya.

“Pertimbangan utama secara matematis adalah profit, yaitu hasil yang didapat dari praktek mafia peradilan jauh lebih besar dari pada gaji dia sebagai PNS, karena jika dihitung secara matematis, maka hingga pensiun-pun tidak akan mendapatkan profit besar dibandingkan dengan pilihan jika lagi sial kena OTT KPK, maka hanya dipenjara untuk beberapa tahun di Sukamiskin atau Ciping-Salemba dan sebagainya,” kata dia. (bbs/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/