25.6 C
Medan
Saturday, May 4, 2024

KPK: Mafia Peradilan Akut & Sistematis

Foto: Imam Husein/Jawa Pos Panitera-Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution resmi ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/04/2016). Sebelumnya tim Satgas KPK mencokok Edy dan Doddy dalam oprasi tangkap tangan terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di sebuah hotel di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.
Foto: Imam Husein/Jawa Pos
Panitera-Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution resmi ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/04/2016). Sebelumnya tim Satgas KPK mencokok Edy dan Doddy dalam oprasi tangkap tangan terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di sebuah hotel di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus dugaan suap terhadap Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution seperti fenomena gunung es. MA harus membangun komunikasi dan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan OTT bersama, guna membersihkan lembaga peradilan dari praktik mafia peradilan yang akut dan sistematis.

Fenomena gunung es yang dimaksud dalam kasus ini bahwa ada persoalan yang lebih besar di balik masalah kecil yang hanya tampak di permukaan.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memaparkan, penggunaan istilah fenomena gunung es dalam kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) sebuah kasus perdata di PN Jakpus itu berawal dari keyakinan bahwa tindak pidana korupsi tidak berdiri sendiri. Korupsi di negeri ini dilakukan secara sistematis.

“Melihat sesuatu jangan lihat di permukaannya. Di bawahnya itu. Korupsi kan enggak pernah berdiri sendiri,” ujar Saut di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Jumat (22/4).

Karenanya, lanjut Saut, hingga kini pihaknya belum bisa membuka secara gamblang soal perkara yang menjerat seorang Panitera PN Jakpus bernama Edy Nasution dan seorang pekerja swasta, Doddy Aryanto Supeno.

“Saya enggak bisa spesifik untuk kasus itu, itu masih didalami,” ucap Saut.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan penggeledahan rumah milik pribadi dan ruang kerja Nurhadi, Sekjen MA dalam kasus OTT KPK suap terhadap Eddy Nasution, Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (19/4) yang lalu merupakan tamparan keras dan memalukan bagi MA.

“Peristiwa ini sekaligus mengindikasikan dengan jelas eksistensi jaringan mafia peradilan yang menghubungkan pencari keadilan dengan otoritas pengadilan telah dibangun secara terorganisir dan terstruktur, mengikuti alur struktur organisasi badan peradilan yang berpuncak pada MA,” katanya di Jakarta, Jumat (22/4).

Foto: Imam Husein/Jawa Pos Panitera-Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution resmi ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/04/2016). Sebelumnya tim Satgas KPK mencokok Edy dan Doddy dalam oprasi tangkap tangan terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di sebuah hotel di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.
Foto: Imam Husein/Jawa Pos
Panitera-Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution resmi ditahan KPK usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (21/04/2016). Sebelumnya tim Satgas KPK mencokok Edy dan Doddy dalam oprasi tangkap tangan terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) di sebuah hotel di jalan Kramat Raya Jakarta Pusat.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut kasus dugaan suap terhadap Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution seperti fenomena gunung es. MA harus membangun komunikasi dan bekerja sama dengan KPK untuk melakukan OTT bersama, guna membersihkan lembaga peradilan dari praktik mafia peradilan yang akut dan sistematis.

Fenomena gunung es yang dimaksud dalam kasus ini bahwa ada persoalan yang lebih besar di balik masalah kecil yang hanya tampak di permukaan.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang memaparkan, penggunaan istilah fenomena gunung es dalam kasus dugaan suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) sebuah kasus perdata di PN Jakpus itu berawal dari keyakinan bahwa tindak pidana korupsi tidak berdiri sendiri. Korupsi di negeri ini dilakukan secara sistematis.

“Melihat sesuatu jangan lihat di permukaannya. Di bawahnya itu. Korupsi kan enggak pernah berdiri sendiri,” ujar Saut di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Jumat (22/4).

Karenanya, lanjut Saut, hingga kini pihaknya belum bisa membuka secara gamblang soal perkara yang menjerat seorang Panitera PN Jakpus bernama Edy Nasution dan seorang pekerja swasta, Doddy Aryanto Supeno.

“Saya enggak bisa spesifik untuk kasus itu, itu masih didalami,” ucap Saut.

Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus mengatakan penggeledahan rumah milik pribadi dan ruang kerja Nurhadi, Sekjen MA dalam kasus OTT KPK suap terhadap Eddy Nasution, Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (19/4) yang lalu merupakan tamparan keras dan memalukan bagi MA.

“Peristiwa ini sekaligus mengindikasikan dengan jelas eksistensi jaringan mafia peradilan yang menghubungkan pencari keadilan dengan otoritas pengadilan telah dibangun secara terorganisir dan terstruktur, mengikuti alur struktur organisasi badan peradilan yang berpuncak pada MA,” katanya di Jakarta, Jumat (22/4).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/