29 C
Medan
Monday, June 17, 2024

Diduga Peras Wali Kota Tanjungbalai Rp1,5 Miliar, Penyidik KPK Terancam Pasal Korupsi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan permintaan uang yang dilakukan penyidik lembaga antirasuah yang berasal dari institusi Polri, berinisial AKP SR. Penyidik itu diduga meminta uang kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, Rp1,5 miliar.

ilustrasi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, jika AKP SR terbukti meminta sejumlah uang kepada Syahrial, maka akan ditindaklanjuti sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Menurut Ghufron, tindakan tersebut adalah korupsi.

Diduga penyidik tersebut meminta uang kepada Syahrial dengan mengiming-imingi kasus korupsi di Pemkot Tanjungbalai akan dihentikan.

“Karena hal tersebut jika benar jelas merupakan tindak pidana korupsi, tentu akan kami proses sesuai prosedur hukum,” kata Ghufron.

Saat ini, KPK masih memeriksa AKP SR, setelah Selasa (20/4) baru lalu ditangkap tim Propam Polri dan KPK. “Setelah diamankan, tim penyelidik KPK tengah melakukan pemeriksaan terhadap oknum tersebut. Kami memastikan penanganan perkara dugaan penerimaan uang akan diusut sendiri oleh KPK secara transparan,” pungkas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (22/4).

Lembaga antirasuah dikatakannya terus mengumpulkan sejumlah bukti dan meminta keterangan terkait dugaan penerimaan uang sebesar Rp1,5 miliar, dengan janji menghentikan perkara yang menjerat Wali Kota Tanjungbalai.

Adapun KPK memang tengah menyidik kasus dugaan jual-beli jabatan. Secara bersamaan, Dewan Pengawas KPK juga akan memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik tersebut. “Kami tegaskan bahwa KPK tidak memberikan toleransi terhadap tindakan koruptif dan pelanggaran kode etik, yang dilakukan oleh setiap insan KPK,” imbuh Ali.

Terpisah, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyesalkan ulah anggota polisi yang melakukan tindak pidana pemerasan saat berdinas di KPK. Dia pun memberikan peringatan secara menyeluruh.

“Polri tidak akan mentolerir semua anggota Polri yang melakukan pelanggaran pidana atau kode etik profesi Polri di mana pun berdinas,” tutur Ferdy saat dikonfirmasi, Kamis (22/4).

Menurut Ferdy, KPK akan memproses tindak pidana AKP SR. Termasuk penanganan sidang etik atas pelanggaran tugas yang telah dilakukan. “Masalah etik nanti kita akan koordinasi KPK karena yang bersangkutan anggota Polri yang ditugaskan di KPK,” jelas dia.

Ferdy belum membeberkan banyak informasi terkait pengungkapan kasus tersebut. Yang jelas, Polri dan KPK berkoordinasi mengusut tuntas perkara dugaan tindak pidana pemerasan itu. “Masih akan diproses pidananya di KPK terkait kasus suap,” Ferdy menandaskan.

Diberitakan sebelumnya, salahsatu penyidik KPK yang berasal dari institusi Polri melakukan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. AKP SR diduga telah meminta uang Rp 1,5 miliar kepada Syahrial dengan iming-iming kasus korupsi di Pemkot Tanjungbalai akan dihentikan.

Adapun kasus korupsi yang tengah didalami KPK di Tanjungbalai terkait penerimaan hadiah untuk mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun anggaran 2019.

Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri menegaskan tak akan memberikan toleransi kepada pegawai lembaga antirasuah yang melalukan penyimpangan. “Terkait pemberitaan tentang penyidik Kepolisian yang bertugas di KPK diduga melakukan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai, kami memastikan memegang prinsip zero tolerance,” ujar Firli dalam keterangannya, Rabu (21/4).

Untuk saat ini, Firli menyatakan pihaknya masih terus mendalami dugaan tersebut. “KPK tidak akan mentolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu,” kata Firli.

Profil AKP SR

AKP SR diketahui baru bertugas di KPK dua tahun lalu. Mabes Polri menugaskan AKP SR sebagai penyidik di lembaga antirasuah itu pada Agustus 2019.

Sebelum bertugas di KPK, AKP SR menjabat Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ia bertugas di Halmahera Selatan selama empat bulan, dari April-Agustus 2019.

Sebelum di Halmahera Selatan, SR merupakan alumnus Akademi Kepolisian Angkatan 2009 lebih banyak bertugas di Polda Maluku Utara. Jabatan terakhirnya di Polda Maluku sebagai Komandan Kompo Pengendalian Massa Direktorat Samapta.

Sejumlah Kepala OPD Diperiksa KPK

Sementara itu, terkait dugaan kasus jual beli jabatan di wilayah kerja pemerintah Kota Tanjungbalai, KPK melanjutkan memeriksa beberapa OPD di Kota Tanjungbalai, Kamis(22/4).

Sejumlah kepala OPD terlihat keluar masuk ruang gedung Edra Dharmalaksana Polres Tanjungbalai yang dipinjam oleh penyidik KPK untuk melaksanakan pemeriksaan. Antara lain Kepala Dinas UMKM, Nedi Hamlet; mantan ketua DPRD Tanjungbalai 2014 – 2019, Maralelo Siregar; Asisten 1 Bidang Pemerintah, Nurmalini Marpaung; angggota DPRD Fraksi Hanura, Rusnaldi; Asisten II Bid Ekbangsos, Zainul Arifin; dan Kepala Bapeda Tanjungbalai, Solihin Nasution.

Nedi saat diwawancarai mengaku ditanyai terkait mutasi di jajaran Pemko Tanjungbalai. “Dipanggil KPK, saya dijadikan sebagai saksi dalam kasus mutasi,” jawab Nedi singkat.

Sehari sebelumnya, yakni Rabu (21/4), penyidik KPK juga memeriksa Wakil Wali Kota Tanjungbalai dan beberapa OPD lainnya, usai menggeledah rumah pribadi Wali Kota Tanjungbalai, HM Syahrial dan beberapa ruangan di Balai Kota Tanjungbalai.

Pemeriksaan terhadap Wakil Wali Kota Tanjungbalai H Waris, Sekretaris Daerah Yusmada, Kepala BKD Abu Hanifah, Plt Camat Datuk Bandar Timur Pahala Zulfikar, dan seorang kepala lingkungan di Kelurahan Pulau Simardan Abdul Rahim Sirait, berlangsung di Mapolres Tanjungbalai.

Wakil Wali Kota, Waris, mengaku dipanggil KPK untuk diperiksa. Ia mengaku belum ada bertemu Wali Kota HM Syahrial.

Harus Dihukum Mati

Indonesia Police Watch (IPW) menilai kasus dugaan pemerasan oleh oknum penyidik KPK terhadap Wali Kota Tanjungbalai senilai Rp 1,5 miliar, sangat memalukan. Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, oknum penyidik KPK itu layak dihukum mati jika terbukti melakukan pemerasan.

“IPW mengecam keras kasus ini. Bagaimana pun, tidak boleh ditolerir. Jika terbukti, pelakunya harus dijatuhi hukuman mati,” ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangannya, Kamis (22/4).

Alasan Neta, tindakan oknum penyidik tersebut membuat kepercayaan publik pada KPK menjadi runtuh. Padahal, harapan publik dalam pemberantasan korupsi selama ini tinggal kepada KPK, dua lembaga hukum lagi tingkat kepercayaan masyarakat menurun.

“Namun dengan adanya kasus dugaan pemerasan terhadap Wali kota Tanjungbalai ini publik pun akan dengan gampang menuding KPK tak ada bedanya dengan kepolisian maupun kejaksaan. Kalau opini ini berkembang luas, dikhawatirkan akan muncul gugatan publik. Yakni, untuk apa lembaga KPK dipertahankan,” ucapnya.

Untungnya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ini, KPK bekerja cepat. Bersama Propam Polri, KPK menangkap penyidik berinisial AKP SR yang diduga melakukan pemerasan itu.

“Dalam kasus ini IPW menekankan KPK penting untuk tidak sekadar memastikan proses hukum terhadap penyidik yang berasal dari Polri yang diduga memeras itu. Lebih dari itu, hukuman mati harus diarahkan, mengingat oknum tersebut sudah merusak kepercayaan publik pada KPK,” katanya.

Neta mendesak terduga pemerasan terhadap Wali kota Tanjungbalai itu dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa, sama seperti perlakuan terhadap para tersangka kasus korupsi. Tujuannya, agar publik tahu persis sosok penyidik KPK yang diduga menjadi pemeras tersebut.

“Kejahatan yang diduga dilakukan penyidik KPK itu lebih berat dari korupsi yang dilakukan para koruptor. Sebab, dia sudah meruntuhkan harapan publik pada KPK,” pungkas Neta S Pane. (tmp/kps/lp6/jpnn)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan permintaan uang yang dilakukan penyidik lembaga antirasuah yang berasal dari institusi Polri, berinisial AKP SR. Penyidik itu diduga meminta uang kepada Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, Rp1,5 miliar.

ilustrasi

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyatakan, jika AKP SR terbukti meminta sejumlah uang kepada Syahrial, maka akan ditindaklanjuti sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Menurut Ghufron, tindakan tersebut adalah korupsi.

Diduga penyidik tersebut meminta uang kepada Syahrial dengan mengiming-imingi kasus korupsi di Pemkot Tanjungbalai akan dihentikan.

“Karena hal tersebut jika benar jelas merupakan tindak pidana korupsi, tentu akan kami proses sesuai prosedur hukum,” kata Ghufron.

Saat ini, KPK masih memeriksa AKP SR, setelah Selasa (20/4) baru lalu ditangkap tim Propam Polri dan KPK. “Setelah diamankan, tim penyelidik KPK tengah melakukan pemeriksaan terhadap oknum tersebut. Kami memastikan penanganan perkara dugaan penerimaan uang akan diusut sendiri oleh KPK secara transparan,” pungkas Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (22/4).

Lembaga antirasuah dikatakannya terus mengumpulkan sejumlah bukti dan meminta keterangan terkait dugaan penerimaan uang sebesar Rp1,5 miliar, dengan janji menghentikan perkara yang menjerat Wali Kota Tanjungbalai.

Adapun KPK memang tengah menyidik kasus dugaan jual-beli jabatan. Secara bersamaan, Dewan Pengawas KPK juga akan memeriksa dugaan pelanggaran etik yang dilakukan penyidik tersebut. “Kami tegaskan bahwa KPK tidak memberikan toleransi terhadap tindakan koruptif dan pelanggaran kode etik, yang dilakukan oleh setiap insan KPK,” imbuh Ali.

Terpisah, Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menyesalkan ulah anggota polisi yang melakukan tindak pidana pemerasan saat berdinas di KPK. Dia pun memberikan peringatan secara menyeluruh.

“Polri tidak akan mentolerir semua anggota Polri yang melakukan pelanggaran pidana atau kode etik profesi Polri di mana pun berdinas,” tutur Ferdy saat dikonfirmasi, Kamis (22/4).

Menurut Ferdy, KPK akan memproses tindak pidana AKP SR. Termasuk penanganan sidang etik atas pelanggaran tugas yang telah dilakukan. “Masalah etik nanti kita akan koordinasi KPK karena yang bersangkutan anggota Polri yang ditugaskan di KPK,” jelas dia.

Ferdy belum membeberkan banyak informasi terkait pengungkapan kasus tersebut. Yang jelas, Polri dan KPK berkoordinasi mengusut tuntas perkara dugaan tindak pidana pemerasan itu. “Masih akan diproses pidananya di KPK terkait kasus suap,” Ferdy menandaskan.

Diberitakan sebelumnya, salahsatu penyidik KPK yang berasal dari institusi Polri melakukan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial. AKP SR diduga telah meminta uang Rp 1,5 miliar kepada Syahrial dengan iming-iming kasus korupsi di Pemkot Tanjungbalai akan dihentikan.

Adapun kasus korupsi yang tengah didalami KPK di Tanjungbalai terkait penerimaan hadiah untuk mutasi jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai tahun anggaran 2019.

Ketua KPK Komjen Pol Firli Bahuri menegaskan tak akan memberikan toleransi kepada pegawai lembaga antirasuah yang melalukan penyimpangan. “Terkait pemberitaan tentang penyidik Kepolisian yang bertugas di KPK diduga melakukan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai, kami memastikan memegang prinsip zero tolerance,” ujar Firli dalam keterangannya, Rabu (21/4).

Untuk saat ini, Firli menyatakan pihaknya masih terus mendalami dugaan tersebut. “KPK tidak akan mentolerir penyimpangan dan memastikan akan menindak pelaku korupsi tanpa pandang bulu,” kata Firli.

Profil AKP SR

AKP SR diketahui baru bertugas di KPK dua tahun lalu. Mabes Polri menugaskan AKP SR sebagai penyidik di lembaga antirasuah itu pada Agustus 2019.

Sebelum bertugas di KPK, AKP SR menjabat Kepala Bagian Operasional Kepolisian Resor Halmahera Selatan, Maluku Utara. Ia bertugas di Halmahera Selatan selama empat bulan, dari April-Agustus 2019.

Sebelum di Halmahera Selatan, SR merupakan alumnus Akademi Kepolisian Angkatan 2009 lebih banyak bertugas di Polda Maluku Utara. Jabatan terakhirnya di Polda Maluku sebagai Komandan Kompo Pengendalian Massa Direktorat Samapta.

Sejumlah Kepala OPD Diperiksa KPK

Sementara itu, terkait dugaan kasus jual beli jabatan di wilayah kerja pemerintah Kota Tanjungbalai, KPK melanjutkan memeriksa beberapa OPD di Kota Tanjungbalai, Kamis(22/4).

Sejumlah kepala OPD terlihat keluar masuk ruang gedung Edra Dharmalaksana Polres Tanjungbalai yang dipinjam oleh penyidik KPK untuk melaksanakan pemeriksaan. Antara lain Kepala Dinas UMKM, Nedi Hamlet; mantan ketua DPRD Tanjungbalai 2014 – 2019, Maralelo Siregar; Asisten 1 Bidang Pemerintah, Nurmalini Marpaung; angggota DPRD Fraksi Hanura, Rusnaldi; Asisten II Bid Ekbangsos, Zainul Arifin; dan Kepala Bapeda Tanjungbalai, Solihin Nasution.

Nedi saat diwawancarai mengaku ditanyai terkait mutasi di jajaran Pemko Tanjungbalai. “Dipanggil KPK, saya dijadikan sebagai saksi dalam kasus mutasi,” jawab Nedi singkat.

Sehari sebelumnya, yakni Rabu (21/4), penyidik KPK juga memeriksa Wakil Wali Kota Tanjungbalai dan beberapa OPD lainnya, usai menggeledah rumah pribadi Wali Kota Tanjungbalai, HM Syahrial dan beberapa ruangan di Balai Kota Tanjungbalai.

Pemeriksaan terhadap Wakil Wali Kota Tanjungbalai H Waris, Sekretaris Daerah Yusmada, Kepala BKD Abu Hanifah, Plt Camat Datuk Bandar Timur Pahala Zulfikar, dan seorang kepala lingkungan di Kelurahan Pulau Simardan Abdul Rahim Sirait, berlangsung di Mapolres Tanjungbalai.

Wakil Wali Kota, Waris, mengaku dipanggil KPK untuk diperiksa. Ia mengaku belum ada bertemu Wali Kota HM Syahrial.

Harus Dihukum Mati

Indonesia Police Watch (IPW) menilai kasus dugaan pemerasan oleh oknum penyidik KPK terhadap Wali Kota Tanjungbalai senilai Rp 1,5 miliar, sangat memalukan. Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, oknum penyidik KPK itu layak dihukum mati jika terbukti melakukan pemerasan.

“IPW mengecam keras kasus ini. Bagaimana pun, tidak boleh ditolerir. Jika terbukti, pelakunya harus dijatuhi hukuman mati,” ujar Ketua Presidium IPW Neta S Pane dalam keterangannya, Kamis (22/4).

Alasan Neta, tindakan oknum penyidik tersebut membuat kepercayaan publik pada KPK menjadi runtuh. Padahal, harapan publik dalam pemberantasan korupsi selama ini tinggal kepada KPK, dua lembaga hukum lagi tingkat kepercayaan masyarakat menurun.

“Namun dengan adanya kasus dugaan pemerasan terhadap Wali kota Tanjungbalai ini publik pun akan dengan gampang menuding KPK tak ada bedanya dengan kepolisian maupun kejaksaan. Kalau opini ini berkembang luas, dikhawatirkan akan muncul gugatan publik. Yakni, untuk apa lembaga KPK dipertahankan,” ucapnya.

Untungnya dalam kasus dugaan pemerasan terhadap Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial ini, KPK bekerja cepat. Bersama Propam Polri, KPK menangkap penyidik berinisial AKP SR yang diduga melakukan pemerasan itu.

“Dalam kasus ini IPW menekankan KPK penting untuk tidak sekadar memastikan proses hukum terhadap penyidik yang berasal dari Polri yang diduga memeras itu. Lebih dari itu, hukuman mati harus diarahkan, mengingat oknum tersebut sudah merusak kepercayaan publik pada KPK,” katanya.

Neta mendesak terduga pemerasan terhadap Wali kota Tanjungbalai itu dikenakan rompi oranye dan dipajang di depan media massa, sama seperti perlakuan terhadap para tersangka kasus korupsi. Tujuannya, agar publik tahu persis sosok penyidik KPK yang diduga menjadi pemeras tersebut.

“Kejahatan yang diduga dilakukan penyidik KPK itu lebih berat dari korupsi yang dilakukan para koruptor. Sebab, dia sudah meruntuhkan harapan publik pada KPK,” pungkas Neta S Pane. (tmp/kps/lp6/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/