26.7 C
Medan
Friday, May 10, 2024

Publik Sulit Telusuri Rekam Jejak Bacaleg, KPU Tak Umumkan Data Riwayat Hidup di DCS

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPU tidak membuka riwayat para bacaleg di pengumuman daftar calon sementara (DCS). Kebijakan tersebut menuai sorotan. Sebab, hal itu dinilai menyulitkan proses tracking oleh masyarakat. KPU baru akan membuka riwayat hidup tersebut saat pengumuman daftar calon tetap (DCT). Itu pun hanya untuk bacaleg yang bersedia.

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, sesuai undang-undang (UU) pihaknya hanya diwajibkan mengumumkan nomor urut dan nama lengkap bacaleg. ’’Kalau disebut mindset KPU tertutup, itu yang nggak benar,’’ ujarnya.

Idham menyatakan, pihaknya baru akan membuka riwayat bacaleg pada DCT secara terbatas. Yakni, hanya terhadap bacaleg yang bersedia membuka datanya. Bagi yang tidak berkenan, KPU akan menjaganya.

Dia berdalih, kebijakan itu sesuai Pasal 17 huruf h UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. ’’Di situ jelas eksplisit, daftar riwayat hidup adalah informasi yang dikecualikan,’’ ujarnya.

Berkaca pada Pemilu 2019, saat itu hanya 49,5 persen calon anggota DPR yang berkenan mempublikasikan daftar riwayat hidup. Pada Pemilu 2024, KPU akan berupaya secara persuasif meminta izin partai membukanya.

Idham meyakini, dengan mau dibuka kepada publik, justru terbuka peluang keterpilihan. ’’Banyak riset mengatakan bahwa kandidasi knowledge ini merupakan faktor penting untuk membentuk kandidasi engagement,’’ jelasnya.

Sementara, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, tahapan pengumuman DCS merupakan momentum bagi publik untuk menyampaikan masukan. Namun, menjadi anomali ketika publik tidak diberi informasi dasar yang cukup. Ternyata, yang diumumkan hanya nama bacaleg, nomor urut, asal partai, dan domisili.

Jika baru dibuka saat DCT, lanjut dia, itu menjadi tidak logis lantaran sudah dipastikan sebagai caleg. ’’Gunanya pengumuman DCS justru memberi kesempatan agar publik bisa menyisir dan ikut menyaring caleg yang bermasalah agar tidak lolos ke penetapan DCT,’’ ujarnya kemarin.

Menurut Titi, kebijakan itu merupakan kemunduran. Di dua momen pileg sebelumnya, pengumuman terhadap riwayat hidup bacaleg relatif lebih aksesibel. Padahal, dengan sistem teknologi informasi sekarang ini, semestinya menjadi lebih mudah membuka akses kepada publik.

Soal alasan kerahasiaan informasi pribadi, Titi menyebut tidak semua dokumen di draf bacaleg itu berstatus rahasia. Kalaupun ada yang bersifat pribadi, bisa dikecualikan. ’’Yang dikecualikan itu yang bisa ditutup, sementara informasi lain bisa dibuka,’’ terangnya.

Titi menegaskan, dalam kompetisi menjadi pejabat publik, sudah semestinya mereka tidak menutupi portofolionya untuk dapat diakses masyarakat. ’’Nah, ini seolah-olah pemilih disuruh mencari sendiri dari referensi-referensi lain,’’ pungkasnya. (far/c6/hud/jpg/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – KPU tidak membuka riwayat para bacaleg di pengumuman daftar calon sementara (DCS). Kebijakan tersebut menuai sorotan. Sebab, hal itu dinilai menyulitkan proses tracking oleh masyarakat. KPU baru akan membuka riwayat hidup tersebut saat pengumuman daftar calon tetap (DCT). Itu pun hanya untuk bacaleg yang bersedia.

Komisioner KPU RI Idham Holik mengatakan, sesuai undang-undang (UU) pihaknya hanya diwajibkan mengumumkan nomor urut dan nama lengkap bacaleg. ’’Kalau disebut mindset KPU tertutup, itu yang nggak benar,’’ ujarnya.

Idham menyatakan, pihaknya baru akan membuka riwayat bacaleg pada DCT secara terbatas. Yakni, hanya terhadap bacaleg yang bersedia membuka datanya. Bagi yang tidak berkenan, KPU akan menjaganya.

Dia berdalih, kebijakan itu sesuai Pasal 17 huruf h UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. ’’Di situ jelas eksplisit, daftar riwayat hidup adalah informasi yang dikecualikan,’’ ujarnya.

Berkaca pada Pemilu 2019, saat itu hanya 49,5 persen calon anggota DPR yang berkenan mempublikasikan daftar riwayat hidup. Pada Pemilu 2024, KPU akan berupaya secara persuasif meminta izin partai membukanya.

Idham meyakini, dengan mau dibuka kepada publik, justru terbuka peluang keterpilihan. ’’Banyak riset mengatakan bahwa kandidasi knowledge ini merupakan faktor penting untuk membentuk kandidasi engagement,’’ jelasnya.

Sementara, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, tahapan pengumuman DCS merupakan momentum bagi publik untuk menyampaikan masukan. Namun, menjadi anomali ketika publik tidak diberi informasi dasar yang cukup. Ternyata, yang diumumkan hanya nama bacaleg, nomor urut, asal partai, dan domisili.

Jika baru dibuka saat DCT, lanjut dia, itu menjadi tidak logis lantaran sudah dipastikan sebagai caleg. ’’Gunanya pengumuman DCS justru memberi kesempatan agar publik bisa menyisir dan ikut menyaring caleg yang bermasalah agar tidak lolos ke penetapan DCT,’’ ujarnya kemarin.

Menurut Titi, kebijakan itu merupakan kemunduran. Di dua momen pileg sebelumnya, pengumuman terhadap riwayat hidup bacaleg relatif lebih aksesibel. Padahal, dengan sistem teknologi informasi sekarang ini, semestinya menjadi lebih mudah membuka akses kepada publik.

Soal alasan kerahasiaan informasi pribadi, Titi menyebut tidak semua dokumen di draf bacaleg itu berstatus rahasia. Kalaupun ada yang bersifat pribadi, bisa dikecualikan. ’’Yang dikecualikan itu yang bisa ditutup, sementara informasi lain bisa dibuka,’’ terangnya.

Titi menegaskan, dalam kompetisi menjadi pejabat publik, sudah semestinya mereka tidak menutupi portofolionya untuk dapat diakses masyarakat. ’’Nah, ini seolah-olah pemilih disuruh mencari sendiri dari referensi-referensi lain,’’ pungkasnya. (far/c6/hud/jpg/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/