26 C
Medan
Friday, June 28, 2024

Polri Beri ‘Kado’ di Ultah Mega

 

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Ketua KPK Abraham Samad berkaca-kaca saat memberikan keterangan kepada awak media di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta. .
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Ketua KPK Abraham Samad berkaca-kaca saat memberikan keterangan kepada awak media di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta. .

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dua pimpinan KPK mendapat serangan beruntun dalam dua hari terakhir. Setelah Abraham Samad, kini giliran Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Yang menarik, dua orang ini adalah pimpinan yang mengumumkan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.

Samad dan Bambang duduk di kursi konferensi pers di gedung KPK pada Selasa (13/1) siang. Saat itu keduanya mengumumkan informasi yang mengejutkan: menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. Padahal Komjen Budi adalah calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi. Dia saat itu sedang akan menghadapi fit and proper test di DPR.

Tak sampai 10 hari kemudian, pada Kamis (22/1) muncul serangan untuk Abraham Samad. Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuding Samad pernah melakukan enam kali pertemuan dengan dia, pada masa pencapresan Joko Widodo.

Menurut Hasto yang baru sebatas menuding tanpa memberikan bukti, Samad ingin mengajukan diri sebagai Bakal Cawapres Jokowi. Pertemuan itu, jika benar ada, maka melanggar kode etik pimpinan KPK. Pihak KPK mempersilakan Hasto untuk menyerahkan bukti pertemuan itu.

Sehari berselang pada Jumat (23/1) atau kemarin pagi, giliran Bambang Widjojanto yang diserang. Tak main-main, Bambang diangkut oleh petugas yang mengaku dari Bareskrim Polri saat tengah mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sempat meneteskan air mata pada saat menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto.

“Terakhir saya dan Pak BW sampai jam 10 malam, ketika beliau ingin menjenguk Abdee Slank,” kata Abraham di KPK, Jakarta, Jumat (23/1).

Abraham mengaku sudah mempunyai firasat pada saat itu. Karena itu, ia menemani Bambang ke rumah sakit untuk menjenguk Abdee.

“Sesampainya di rumah sakit kita banyak bercerita, dan ada sesuatu hal yang menurut saya mungkin Pak BW sudah merasa bahwa akan menjadi target sama dengan saya,” ucap Abraham.

Abraham mengungkapkan ada hal-hal yang sangat sulit dia lupakan terkait pernyataan Bambang. “Ada hal-hal yang sangat sulit saya lupakan ketika dia bilang ‘Pak Abraham ini malam mungkin malam terakhir buat kita’,” ujarnya.

Abraham menyatakan KPK akan terus menjalankan tugasnya. Menurutnya, kebenaran tidak akan pernah kalah dari kedzaliman.

“Tapi percayalah bahwa kita di KPK apapun terjadi kita akan terus tegas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Percayalah kedzaliman tidak akan pernah mengalahkan melawan kebenaran, kebenaran akan tampil suatu saat,” tandas Abraham.

Dosen ilmu Komunikasi Unika Soegijapranata Semarang, Algooth Putranto, menilai sengkarut pemilihan Kapolri merupakan momentum tepat bagi Jokowi untuk merebut kepemimpinan PDIP dari tangan Megawati.

“Belum 100 hari kepemimpinan Presiden, jelas terlihat nafsu besar PDIP sebagai partai pengusung Jokowi ternyata sekadar mengatasnamakan suara rakyat dan tidak mendukung upaya mewujudkan revolusi mental. Jokowi harus memikirkan cara yang lebih lugas untuk memastikan dukungan partai,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada media, Jumat (23/1).

Algoth mengatakan tanpa dukungan partai yang kuat, Jokowi akan terjebak dalam pusaran sistem Presidensial dengan sistem multi partai yang cenderung menjalankan misi mengadakan kompromi dan akomodasi dengan partai-partai politik pengusung.

Bukti tersebut, kata dia, sudah sangat jelas saat Jokowi menyusun kabinet. ”Pemilihan Jaksa Agung, calon Kapolri, Watimpres hingga yang tak banyak dipedulikan masyarakat padahal vital yaitu penunjukan komisaris dan direksi BUMN,” ujarnya.

Sayangnya, lanjut Algoth, PDIP sejak jauh-jauh hari sepertinya sudah mengunci demokrasi di dalam partai jika melihat hasil Rapat Kerja Nasional akhir tahun lalu di Semarang yang menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP periode 2015-2020.

“Jokowi harus percaya diri. Yang memilih dia sebagai presiden adalah rakyat dan sebagai presiden dia disumpah mengabdi pada bangsa dan negara. Bukan pada kepentingan partai. Sebagai orang Jawa mestinya Jokowi Sabda Pandito Ratu. Omongan Presiden adalah sabda. Harus dilaksanakan!” ujarnya.

Sejak kemarin siang, lantunan lagu ‘Maju Tak Gentar’ menggema di teras gedung KPK. Pelantunnya, seratusan dari berbagai kalangan yang menyatakan diri sebagai pendukung KPK. Beberapa jam lalu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diciduk anggota Kepolisian.

Selain lagu, spanduk-spanduk pendukung KPK bertebaran. Misalnya, tujuh spanduk satu setengah meter yang masing-masing bertuliskan huruf ‘SAVE KPK”. Selain tujuh itu, terdapat spanduk bertuliskan “#sayaKPK” dan ‘Rakyat ada bersamamu’.

Belasan lembaga swadaya masyarakat pendukung KPK yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menjadi penggerak aksi itu. Anggota koalisi, Haris Azhar, meminta polisi membebaskan Bambang. “Ini kriminalisasi KPK,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan itu saat berorasi.

Para pendukung KPK itu menilai polisi mengada-ada dalam menangkap Bambang. Mereka menilai polisi balas dendam karena KPK menetapkan ajudan Presiden Megawati sekaligus calon Kepala Kepolisian Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 13 Januari 2015.

Para aktivis itu juga kecewa dengan sikap Presiden Jokowi yang dianggap belum memberikan solusi atas kehebohan yang terjadi di panggung nasional beberapa hari ini.

Anis Hidayah, yang menjadi bagian Koalisi Masyarakat #saveKPK #BebaskanBW, mengecam respons Jokowi atas apa yang dianggap banyak pihak sebagai kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto.

Menurut Anis, pernyataan Jokowi terkait kasus yang menjerat Bambang tidak mencerminkan seorang kepala negara yang berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi.

“Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Kita butuh seorang presiden bukan petugas partai,” kata Anis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1).

Anis mengatakan masyarakat butuh ketegasan Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi. Jokowi, sambung dia, seharusnya berani memerintahkan pelaksana tugas Kapolri untuk membebaskan Bambang, bukan justru membiarkan proses kriminalisasi terus berjalan.

Anis mengungkapkan Jokowi tidak berani mengambil sikap tegas untuk berdiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. Dikatakannya, Jokowi sengaja membiarkan pelemahan KPK.

Anis menjelaskan Jokowi juga sengaja membiarkan perseteruan antara KPK dan Polri yang tidak berkesudahan. Pemberantasan korupsi akan terhambat karena saling sandera. “Jokowi, benar-benar mengecewakan seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.

Anis menyatakan apabila hingga besok pagi Bambang belum dibebaskan maka koalisi akan meminta seluruh rakyat Indonesia untuk bergerak membebaskan Bambang dan menyelamatkan KPK.

Dalam jumpa pers, kemarin, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kombes Rikwanto mengatakan pelapor adalah anggota DPR. “Pelapor Haji Sugianto Sabran, anggota DPR,” kata Rikwanto. “Pelaporan 15 Januari terkait saksi palsu,” lanjutnya.

Rikwanto tak mau berspekulasi mengapa pelaporan baru dilakukan pada 15 Januari 2015, padahal sengketa pilkada itu terjadi pada 2010. Dia bilang, Mabes Polri hanya menerima laporan.

Menurut catatan Sumut Pos, Sugianto adalah anggota DPR dari PDIP pada periode 2009-2014 dari Provinsi Kalimantan Tengah. Pada saat masih menjabat anggota dewan, Sugianto masuk bursa calon Bupati di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat berlangsung pada Juni 2010. Pasangan yang bertarung adalah Ujang Iskandar-Bambang Purwanto versus Sugianto-Eko Soemarno. Pasangan Ujang didukung antara lain oleh Partai Golkar dan Demokrat. Sedangkan Sugianto didukung antara lain oleh PDIP.

KPU Daerah Kotawaringin memenangkan pasangan Sugianto-Eko. Tapi Mahkamah Konstitusi membatalkan setelah pasangan Ujang-Bambang menggugat. Pasangan Ujang-Bambang akhirnya ditetapkan sebagai kepala daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat. Bambang Widjojanto adalah pengacara pasangan Ujang-Bambang, dalam sengketa tersebut.

Perseteruan Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dengan Ketua KPK, Abraham Samad yang dimulai Kamis (22/1) siang tadi langsung menarik perhatian netizen di media sosial.

Nama Hasto dan Samad langsung menjadi trending topic di twitter. Beragam komentar mengalir deras, termasuk dari pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra. “Kalau meminjam istilah Sutan Bhatoegana makin “ngeri2 sedaaap” saja,” tulis Yusril di akunnya @Yusrilihza_Mhd.

“Tapi ibarat kata orang Melayu Medan ‘awak ini apalah, lalatpun tak mau hinggap’. Jadi awakpun nonton saja apa yg terjadi, ” sambung Yusril. (bbs/val)

 

FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS Ketua KPK Abraham Samad berkaca-kaca saat memberikan keterangan kepada awak media di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta. .
FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS
Ketua KPK Abraham Samad berkaca-kaca saat memberikan keterangan kepada awak media di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kuningan, Jakarta. .

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Dua pimpinan KPK mendapat serangan beruntun dalam dua hari terakhir. Setelah Abraham Samad, kini giliran Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Yang menarik, dua orang ini adalah pimpinan yang mengumumkan penetapan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka.

Samad dan Bambang duduk di kursi konferensi pers di gedung KPK pada Selasa (13/1) siang. Saat itu keduanya mengumumkan informasi yang mengejutkan: menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus rekening gendut. Padahal Komjen Budi adalah calon tunggal Kapolri yang diajukan Presiden Jokowi. Dia saat itu sedang akan menghadapi fit and proper test di DPR.

Tak sampai 10 hari kemudian, pada Kamis (22/1) muncul serangan untuk Abraham Samad. Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menuding Samad pernah melakukan enam kali pertemuan dengan dia, pada masa pencapresan Joko Widodo.

Menurut Hasto yang baru sebatas menuding tanpa memberikan bukti, Samad ingin mengajukan diri sebagai Bakal Cawapres Jokowi. Pertemuan itu, jika benar ada, maka melanggar kode etik pimpinan KPK. Pihak KPK mempersilakan Hasto untuk menyerahkan bukti pertemuan itu.

Sehari berselang pada Jumat (23/1) atau kemarin pagi, giliran Bambang Widjojanto yang diserang. Tak main-main, Bambang diangkut oleh petugas yang mengaku dari Bareskrim Polri saat tengah mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sempat meneteskan air mata pada saat menceritakan pertemuan terakhirnya dengan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto.

“Terakhir saya dan Pak BW sampai jam 10 malam, ketika beliau ingin menjenguk Abdee Slank,” kata Abraham di KPK, Jakarta, Jumat (23/1).

Abraham mengaku sudah mempunyai firasat pada saat itu. Karena itu, ia menemani Bambang ke rumah sakit untuk menjenguk Abdee.

“Sesampainya di rumah sakit kita banyak bercerita, dan ada sesuatu hal yang menurut saya mungkin Pak BW sudah merasa bahwa akan menjadi target sama dengan saya,” ucap Abraham.

Abraham mengungkapkan ada hal-hal yang sangat sulit dia lupakan terkait pernyataan Bambang. “Ada hal-hal yang sangat sulit saya lupakan ketika dia bilang ‘Pak Abraham ini malam mungkin malam terakhir buat kita’,” ujarnya.

Abraham menyatakan KPK akan terus menjalankan tugasnya. Menurutnya, kebenaran tidak akan pernah kalah dari kedzaliman.

“Tapi percayalah bahwa kita di KPK apapun terjadi kita akan terus tegas, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan. Percayalah kedzaliman tidak akan pernah mengalahkan melawan kebenaran, kebenaran akan tampil suatu saat,” tandas Abraham.

Dosen ilmu Komunikasi Unika Soegijapranata Semarang, Algooth Putranto, menilai sengkarut pemilihan Kapolri merupakan momentum tepat bagi Jokowi untuk merebut kepemimpinan PDIP dari tangan Megawati.

“Belum 100 hari kepemimpinan Presiden, jelas terlihat nafsu besar PDIP sebagai partai pengusung Jokowi ternyata sekadar mengatasnamakan suara rakyat dan tidak mendukung upaya mewujudkan revolusi mental. Jokowi harus memikirkan cara yang lebih lugas untuk memastikan dukungan partai,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada media, Jumat (23/1).

Algoth mengatakan tanpa dukungan partai yang kuat, Jokowi akan terjebak dalam pusaran sistem Presidensial dengan sistem multi partai yang cenderung menjalankan misi mengadakan kompromi dan akomodasi dengan partai-partai politik pengusung.

Bukti tersebut, kata dia, sudah sangat jelas saat Jokowi menyusun kabinet. ”Pemilihan Jaksa Agung, calon Kapolri, Watimpres hingga yang tak banyak dipedulikan masyarakat padahal vital yaitu penunjukan komisaris dan direksi BUMN,” ujarnya.

Sayangnya, lanjut Algoth, PDIP sejak jauh-jauh hari sepertinya sudah mengunci demokrasi di dalam partai jika melihat hasil Rapat Kerja Nasional akhir tahun lalu di Semarang yang menetapkan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP periode 2015-2020.

“Jokowi harus percaya diri. Yang memilih dia sebagai presiden adalah rakyat dan sebagai presiden dia disumpah mengabdi pada bangsa dan negara. Bukan pada kepentingan partai. Sebagai orang Jawa mestinya Jokowi Sabda Pandito Ratu. Omongan Presiden adalah sabda. Harus dilaksanakan!” ujarnya.

Sejak kemarin siang, lantunan lagu ‘Maju Tak Gentar’ menggema di teras gedung KPK. Pelantunnya, seratusan dari berbagai kalangan yang menyatakan diri sebagai pendukung KPK. Beberapa jam lalu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto diciduk anggota Kepolisian.

Selain lagu, spanduk-spanduk pendukung KPK bertebaran. Misalnya, tujuh spanduk satu setengah meter yang masing-masing bertuliskan huruf ‘SAVE KPK”. Selain tujuh itu, terdapat spanduk bertuliskan “#sayaKPK” dan ‘Rakyat ada bersamamu’.

Belasan lembaga swadaya masyarakat pendukung KPK yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menjadi penggerak aksi itu. Anggota koalisi, Haris Azhar, meminta polisi membebaskan Bambang. “Ini kriminalisasi KPK,” kata Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan itu saat berorasi.

Para pendukung KPK itu menilai polisi mengada-ada dalam menangkap Bambang. Mereka menilai polisi balas dendam karena KPK menetapkan ajudan Presiden Megawati sekaligus calon Kepala Kepolisian Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 13 Januari 2015.

Para aktivis itu juga kecewa dengan sikap Presiden Jokowi yang dianggap belum memberikan solusi atas kehebohan yang terjadi di panggung nasional beberapa hari ini.

Anis Hidayah, yang menjadi bagian Koalisi Masyarakat #saveKPK #BebaskanBW, mengecam respons Jokowi atas apa yang dianggap banyak pihak sebagai kriminalisasi terhadap Bambang Widjojanto.

Menurut Anis, pernyataan Jokowi terkait kasus yang menjerat Bambang tidak mencerminkan seorang kepala negara yang berpihak terhadap upaya pemberantasan korupsi.

“Pernyataan Jokowi tidak lebih tegas dari seorang Ketua Rukun Tetangga. Kita butuh seorang presiden bukan petugas partai,” kata Anis di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (23/1).

Anis mengatakan masyarakat butuh ketegasan Jokowi dalam upaya pemberantasan korupsi. Jokowi, sambung dia, seharusnya berani memerintahkan pelaksana tugas Kapolri untuk membebaskan Bambang, bukan justru membiarkan proses kriminalisasi terus berjalan.

Anis mengungkapkan Jokowi tidak berani mengambil sikap tegas untuk berdiri paling depan dalam pemberantasan korupsi. Dikatakannya, Jokowi sengaja membiarkan pelemahan KPK.

Anis menjelaskan Jokowi juga sengaja membiarkan perseteruan antara KPK dan Polri yang tidak berkesudahan. Pemberantasan korupsi akan terhambat karena saling sandera. “Jokowi, benar-benar mengecewakan seluruh rakyat Indonesia,” ucapnya.

Anis menyatakan apabila hingga besok pagi Bambang belum dibebaskan maka koalisi akan meminta seluruh rakyat Indonesia untuk bergerak membebaskan Bambang dan menyelamatkan KPK.

Dalam jumpa pers, kemarin, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Kombes Rikwanto mengatakan pelapor adalah anggota DPR. “Pelapor Haji Sugianto Sabran, anggota DPR,” kata Rikwanto. “Pelaporan 15 Januari terkait saksi palsu,” lanjutnya.

Rikwanto tak mau berspekulasi mengapa pelaporan baru dilakukan pada 15 Januari 2015, padahal sengketa pilkada itu terjadi pada 2010. Dia bilang, Mabes Polri hanya menerima laporan.

Menurut catatan Sumut Pos, Sugianto adalah anggota DPR dari PDIP pada periode 2009-2014 dari Provinsi Kalimantan Tengah. Pada saat masih menjabat anggota dewan, Sugianto masuk bursa calon Bupati di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pilkada Kabupaten Kotawaringin Barat berlangsung pada Juni 2010. Pasangan yang bertarung adalah Ujang Iskandar-Bambang Purwanto versus Sugianto-Eko Soemarno. Pasangan Ujang didukung antara lain oleh Partai Golkar dan Demokrat. Sedangkan Sugianto didukung antara lain oleh PDIP.

KPU Daerah Kotawaringin memenangkan pasangan Sugianto-Eko. Tapi Mahkamah Konstitusi membatalkan setelah pasangan Ujang-Bambang menggugat. Pasangan Ujang-Bambang akhirnya ditetapkan sebagai kepala daerah di Kabupaten Kotawaringin Barat. Bambang Widjojanto adalah pengacara pasangan Ujang-Bambang, dalam sengketa tersebut.

Perseteruan Plt Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto dengan Ketua KPK, Abraham Samad yang dimulai Kamis (22/1) siang tadi langsung menarik perhatian netizen di media sosial.

Nama Hasto dan Samad langsung menjadi trending topic di twitter. Beragam komentar mengalir deras, termasuk dari pakar tata negara Yusril Ihza Mahendra. “Kalau meminjam istilah Sutan Bhatoegana makin “ngeri2 sedaaap” saja,” tulis Yusril di akunnya @Yusrilihza_Mhd.

“Tapi ibarat kata orang Melayu Medan ‘awak ini apalah, lalatpun tak mau hinggap’. Jadi awakpun nonton saja apa yg terjadi, ” sambung Yusril. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/