25.6 C
Medan
Sunday, May 19, 2024

Dituduh jadi Otak Pembunuhan di Medan

Korban Rekayasa Kasus Mengadu ke Presiden

JAKARTA – Kasus dugaan rekayasa pembunuhan di Medan yang melibatkan Sun An (51) dan Ang Ho (34) sampai di meja Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Kemarin (23/10), istri dua orang yang dituduh sebagai pelaku melaporkan dugaan rekayasa tersebut menemui anggota Wantimpres bidang hukum Albert Hasibuan.

MENGADU: Ketua Badan Pengurus Komisi Orang Hilang  Kontras Usman Hamid, Istri terpidana seumur hidup kasus pembunuhan.//Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka
MENGADU: Ketua Badan Pengurus Komisi Orang Hilang dan Kontras Usman Hamid, Istri terpidana seumur hidup kasus pembunuhan.//Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka

Mereka adalah istri Sun An, Sia Kim Tui, dan istri Ang Ho, Sumiyati. Keduanya datang didampingi pengacaranya, Edwin Partogi, dan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid. Usai pertemuan, Edwin Partogi mengatakan, Wantimpres akan menindaklanjuti laporan dari dua istri korban tersebut. “Pak Albert menyatakan akan berkoodinasi dengan Komnas HAM, Komisi Kepolisian, dan Komisi Kejaksaan untuk langkah yang terbaik,” katanya.

Selain ke Wantimpres, perkara yang saat ini sedang dalam proses kasasi itu juga dilaporkan ke Divisi Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Komisi Yudisial.

Kasus itu bermula ketika Sun An dan Ang Ho dituduh melakukan pembunuhan terhadap Kho Wie To (34) dan istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), yang terjadi di Kelurahan Durian, Medan Timur, Medan pada 29 Maret 2011.

Mereka kemudian divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan. Putusan itu lebih berat dari tuntutan jaksa yakni penjara selama 20 tahun dengan sangkaan sebagai aktor intelektual. Putusan itu lantas dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan.

Namun menurut Edwin, perkara itu dinilai telah direkayasa. Sebab, keduanya tidak tahu-menahu mengenai pembunuhan pasangan suami istri tersebut. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disebutnya penuh dengan rekayasa dan intimidasi justru menjadi dasar majelis hakim untuk menjatuhkan vonis. Padahal dalam persidangan, keterangan kedua terdakwa itu sudah dicabut. “(BAP) direkayasa, dipaksa tanda tangan,” katanya.

Dalam proses penyidikan juga ada paksaan verbal dan siksaan yang diterima. “Tidak ada saksi yang bisa menjelaskan keterlibatan keduanya. Tidak ada juga pistol dan motor yang digunakan pelaku. Dasar putusan hanya BAP yang direkayasa,” terang Edwin. Meski keduanya divonis, namun eksekutor yang menurut saksi berjumlah empat orang justru belum tertangkap. (fal/jpnn)

Korban Rekayasa Kasus Mengadu ke Presiden

JAKARTA – Kasus dugaan rekayasa pembunuhan di Medan yang melibatkan Sun An (51) dan Ang Ho (34) sampai di meja Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Kemarin (23/10), istri dua orang yang dituduh sebagai pelaku melaporkan dugaan rekayasa tersebut menemui anggota Wantimpres bidang hukum Albert Hasibuan.

MENGADU: Ketua Badan Pengurus Komisi Orang Hilang  Kontras Usman Hamid, Istri terpidana seumur hidup kasus pembunuhan.//Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka
MENGADU: Ketua Badan Pengurus Komisi Orang Hilang dan Kontras Usman Hamid, Istri terpidana seumur hidup kasus pembunuhan.//Dwi Pambudo/Rakyat Merdeka

Mereka adalah istri Sun An, Sia Kim Tui, dan istri Ang Ho, Sumiyati. Keduanya datang didampingi pengacaranya, Edwin Partogi, dan aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Usman Hamid. Usai pertemuan, Edwin Partogi mengatakan, Wantimpres akan menindaklanjuti laporan dari dua istri korban tersebut. “Pak Albert menyatakan akan berkoodinasi dengan Komnas HAM, Komisi Kepolisian, dan Komisi Kejaksaan untuk langkah yang terbaik,” katanya.

Selain ke Wantimpres, perkara yang saat ini sedang dalam proses kasasi itu juga dilaporkan ke Divisi Propam Polri, Kompolnas, Komnas HAM, dan Komisi Yudisial.

Kasus itu bermula ketika Sun An dan Ang Ho dituduh melakukan pembunuhan terhadap Kho Wie To (34) dan istrinya, Lim Chi Chi alias Dora Halim (30), yang terjadi di Kelurahan Durian, Medan Timur, Medan pada 29 Maret 2011.

Mereka kemudian divonis seumur hidup oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan. Putusan itu lebih berat dari tuntutan jaksa yakni penjara selama 20 tahun dengan sangkaan sebagai aktor intelektual. Putusan itu lantas dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Medan.

Namun menurut Edwin, perkara itu dinilai telah direkayasa. Sebab, keduanya tidak tahu-menahu mengenai pembunuhan pasangan suami istri tersebut. Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang disebutnya penuh dengan rekayasa dan intimidasi justru menjadi dasar majelis hakim untuk menjatuhkan vonis. Padahal dalam persidangan, keterangan kedua terdakwa itu sudah dicabut. “(BAP) direkayasa, dipaksa tanda tangan,” katanya.

Dalam proses penyidikan juga ada paksaan verbal dan siksaan yang diterima. “Tidak ada saksi yang bisa menjelaskan keterlibatan keduanya. Tidak ada juga pistol dan motor yang digunakan pelaku. Dasar putusan hanya BAP yang direkayasa,” terang Edwin. Meski keduanya divonis, namun eksekutor yang menurut saksi berjumlah empat orang justru belum tertangkap. (fal/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/